PENGUKURAN EFISIENSI HARGA
DENGAN METODE DATA
ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) SEBAGAI PERTIMBANGAN DALAM MENENTUKAN
POSITIONING HARGA SUSU BUBUK
THE MEASURING OF PRICE EFFICIENCY BY DATA
ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) AS CONSIDERATION IN DETERMINING
THE PRICE POSITIONING OF MILK POWDER
M. RIZA FIRDAUS
Fakultas
Ekonomi, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
Fatchur Rohman
Fakultas
Ekonomi Unibraw Malang
Djumilah Zain
Fakultas
Ekonomi Unibraw Malang
ABSTRACT
Due to the
lack of consumers’ knowledge about the product attribute, there is an
assumption that expensive products have better quality than the cheaper ones.
This assumption is not always appropriate since companies’ strategies
intentionally determine the selling price of the products higher than their
qualities so that the price of the products becomes inefficient.
The research was
aimed at measuring the relative efficiency level of the milk powder products
and determining their benchmarking. The
analysis used is the application of the linear programming namely Data
Envelopment Analysis (DEA) which ~ compared with other methods ~ has some
strengths in measuring the relative efficiency level of the multiple input and
output as well. The next step is to measure
the coefficient of the correlation between the efficiency level maintained by
DEA result and the selling price of the products. This is done to prove that
there is a correlation between the two variables.
As many as 75
trademarks of milk powder in Hero supermarket in Banjarmasin are taken as samples and are
divided into 8 categories. The result of the research shows that 22,67% or 17
of 75 trademarks of milk powder passed around in Banjarmasin are proved to be inefficient due
to the efficiency level between 44,41% to 98,84% only. The result of the
hypothesis analysis shows that there is a less strong correlation (r= -0,301)
between the efficiency level and the selling price of the products.
The
implication of the research proves that there are producers of milk powder
products, who determine the selling price of those products higher than their
qualities (the price is inefficient). Besides, the result of the research is
advantageous to decide the products positioning.
Keywords : Tingkat Efisiensi relatif, Linear
Programming, DEA, Korelasi, Benchmarking, Positioning
PENDAHULUAN
Susu sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari, maka banyak produsen yang menangkap peluang ini dengan membuat berbagai
produk berupa susu olahan, baik yang berupa bubuk, cair maupun kental manis.
Yang dikemas dalam kaleng, karton, maupun botol plastik. Berbagai macam merk susu saat ini beredar di
pasaran yang ditujukan kepada semua tingkatan umur mulai dari bayi, sampai orang yang telah berusia lanjut. Ditambah lagi dengan kondisi sekarang dimana
banyak wanita yang bekerja diluar rumah sehingga menyebabkan susu formula
banyak dicari sebagai pengganti atau pendamping air susu ibu (ASI) untuk bayi.
Sebagai akibat dari semakin meningkatnya peluang
usaha disektor susu ini maka semakin banyak pula merk - merk susu yang terdapat
di kios - kios, maupun super market.
Disatu sisi hal ini memberikan keuntungan kepada konsumen karena
mempunyai banyak pilihan dalam menentukan merk susu yang akan dibeli. Tetapi di sisi lain juga menyebabkan
kebingungan karena banyaknya pilihan merk tersebut. Apalagi dimasa krisis ekonomi sekarang ini,
di mana harga barang barang semuanya mengalami kenaikan sampai dua atau tiga
kali lipat dibanding sebelum krisis tahun 1997, sedangkan penghasilan hanya
meningkat sedikit dan kurang sebanding dengan peningkatan harga barang. Kebingungan ini tercermin manakala konsumen
harus memilih apakah membeli susu dengan harga murah dengan resiko kurang
kualitasnya tapi terjangkau kantong atau membeli susu yang mahal dengan harapan
kualitasnya tinggi tapi dengan konsekuensi mengurangi anggaran belanja
lainnya. Apalagi
kalau ternyata harga yang mahal bukanlah jaminan bahwa barang tersebut
berkualitas baik, karena secara teoritis, memang terdapat adanya produsen yang
sengaja menetapkan harga jual yang mahal sebagai suatu strategi pemasaran.
Untuk mencegah kerugian, konsumen dalam menentukan pilihannya
tentu akan sangat terbantu bila ada informasi mengenai
merk susu yang harganya efisien, dalam artian harga yang relatif murah tapi
mampu memberikan produk yang berkualitas sama baiknya atau lebih baik dibanding
produk yang berharga lebih mahal.
Nugroho (1995),
mengemukakan bahwa selama ini dikenal dua bentuk analisis yang lazim digunakan
untuk mengukur efisiensi yaitu analisis rasio dan analisis regresi. Analisis rasio mengukur efisiensi dengan cara
membandingkan antara input yang digunakan dengan output yang dihasilkan seperti
persamaan berikut :
Nilai Output
Efisiensi =
Nilai
Input
Dalam persamaan ini, efisiensi akan semakin besar bila nilai output tetap
tetapi nilai input semakin kecil. Atau sebaliknya, dengan nilai input yang
tetap tetapi nilai output yang dihasilkan semakin besar. Begitu pula jika nilai input yang semakin
kecil terjadi bersamaan dengan nilai output yang semakin besar. Kelemahan
analisis rasio terlihat pada
kondisi di mana terdapat banyak input dan banyak output yang akan
diperhitungkan. Karena bila dilakukan perhitungan secara serempak maka
berkonsekuensi menimbulkan banyaknya perhitungan. Sehingga seringkali
interpretasi yang dilakukan menjadi tidak tegas (Silkman, 1986 dalam Nugroho,
1995).
Sedangkan analisis regresi menyusun suatu model dari tingkat output
tertentu sebagai fungsi dari berbagai tingkat input tertentu. Seperti digambarkan dalam persamaan berikut :
Y = f (X1, X2, X3, …, Xn)
dimana : Y = Output; X1, X2, …, Xn
= Input ke-1, ke-2,…, ke-n.
Persamaan regresi akan menghasilkan estimasi hubungan yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat output yang dihasilkan oleh suatu unit pada tingkat input tertentu. Unit tersebut akan dinilai efisien bila mampu menghasilkan jumlah output yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah output hasil estimasi. Sebagaimana dalam analisis rasio, analisis regresi juga tidak mampu mengatasi kondisi di mana terdapat banyak jenis output dan jenis inputnya. Karena hanya satu indikator yang bisa ditampung dalam sebuah persamaan regresi. Bila dilakukan penggabungan banyak output / input dalam satu indikator, maka informasi yang dihasilkan menjadi tidak rinci lagi (Silkman, 1986 dalam Nugroho, 1995).
Berbeda dengan dua alat analisis di atas, Data Envelopment Analysis, (DEA) didesain secara spesifik untuk mengukur efisiensi relatif suatu unit dalam kondisi terdapat banyak input maupun output, yang biasanya sulit diatasi secara sempurna oleh tekhnik analisis pengukuran efisiensi lainnya (Silkman, 1986 dalam Nugroho, 1995). Metode ini menggunakan tekhnik linear programming dalam mengukur sekumpulan efisiensi relatif. Banyak hal yang dapat diukur oleh metode ini misalnya efisiensi relatif diantara sekumpulan perusahaan, divisi, unit - unit operasi, demikian juga harga suatu produk / merk.
Berdasarkan latar belakang diatas maka
tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapakah tingkat
efisiensi masing – masing merk susu bubuk yang dievaluasi. Namun
sebelum mengukur efisiensi
harga susu, dari sekian banyak merk susu yang ada di pasaran akan
diadakan pengelompokkan berdasarkan kegunaannya, misalnya susu untuk bayi dari
umur 0 sampai 6 bulan, 6 bulan keatas sampai 1 tahun, 1 sampai 3 tahun, 3 tahun
keatas, untuk dewasa, serta untuk ibu hamil dan menyusui. Selain itu merk - merk tersebut juga akan
dikelompokkan berdasarkan karakteristik khasnya misalnya susu yang tidak
mengandung lemak, susu yang mengandung nutrisi otak, susu berkalsium tinggi,
dan sebagainya.
Berdasarkan uraian dalam pendahuluan dan
pengelompokkan susu bubuk di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui tingkat efisiensi relatif dari harga masing - masing
anggota kelompok susu.
2.
Untuk mengetahui harga
merk susu yang paling tinggi efisiensi relatifnya
sehingga dapat dijadikan sebagai benchmarking
/ patok duga.
3. Untuk mengetahui adanya korelasi antara
harga jual dengan tingkat efisiensi
harga produk.
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Nugroho (1995),
dengan beberapa perbedaan seperti : lokasi penelitian, penambahan jumlah output
yang diteliti, penambahan jumlah sampel, dan perbedaan kategori berdasarkan
karakteristik khas yang dimiliki produk.
Teori tentang harga dan positioning yang dibahas disini adalah
menurut Tjiptono (1998) dan menurut Kotler (1998).
Tjiptono (1998), mengemukakan berbagai jenis strategi yang bisa diterapkan
oleh perusahaan diantaranya yaitu metode
Penetapan Harga Berbasis Permintaan, yang berupa :
1.
Skimming Pricing
Strategi ini diterapkan dengan jalan menetapkan harga tinggi bagi
suatu produk baru atau inovatif selama tahap perkenalan, kemudian menurunkan
harga tersebut pada saat persaingan mulai ketat.
2) Penetration
Pricing
Dalam strategi ini perusahaan berusaha memperkenalkan produk baru
dengan harga rendah dengan harapan memperoleh volume penjualan yang besar dalam
waktu relatif singkat.
3) Prestige Pricing
Strategi ini menetapkan tingkat harga yang tinggi agar konsumen yang
sangat perduli dengan statusnya tertarik dengan produk dan kemudian membelinya.
4) Price Lining
Strategi ini digunakan apabila perusahaan menjual produk lebih dari
satu jenis. Harga untuk lini produk
tersebut bisa bervariasi dan ditetapkan pada tingkat harga tertentu yang
berbeda.
5) Odd - Even Pring
Strategi ini menetapkan harga yang besarnya mendekati jumlah genap
tertentu. Misalnya Rp. 9.975,- ; Rp. 4.445,-
6) Demand - Backward Pricing
Penetapan harga ini berdasarkan pada perkiraan besarnya tingkat
harga yang bersedia dibayar konsumen
untuk produk yang relatif mahal.
Berdasarkan perkiraan tersebut perusahaan kemudian menentukan marjin
yang harus dibayarkan kepada pengecer.
Setelah itu baru harga jual ditentukan.
Berdasarkan target harga tersebut, perusahaan kemudian menyesuaikan
kualitas komponen - komponen produknya.
7) Bundle Pricing
Strategi ini memberikan dua atau lebih produk dalam satu harga
paket.
Kotler (1998), mengemukakan sembilan kemungkinan strategi harga –
kualtias, seperti terlihat dalam tabel
1. Strategi penentuan posisi 4, 7 dan 8
mengenakan harga yang terlalu tinggi dibandingkan dengan kualitasnya. Pelanggan akan merasa dirugikan dan mungkin akan mengeluh atau menceritakan
hal – hal buruk mengenai perusahaan atau produk tersebut.
Tabel 1 : Sembilan Strategi Harga-Kualitas
Harga
|
Tinggi
|
Menengah
|
Rendah
|
Kualitas Produk Tinggi
|
Strategi Premium
1
|
Strategi Nilai Tinggi 2
|
Strategi Nilai Super 3
|
Menengah
|
Strategi Terlalu Mahal 4
|
StrategiNi- lai
Mene-ngah 5
|
Strategi Nilai Baik 6
|
Rendah
|
Strategi Penipuan
7
|
Strategi Ekonomis Palsu 8
|
Strategi Ekonomis
9
|
Sumber : Kotler
(1998), Manajemen Pemasaran - Analisis, Perencanaan, Implementasi & Kontrol
Strategi positioning
merupakan strategi yang berusaha menciptakan diferensiasi yang unik dalam benak
pelanggan sasaran, sehingga terbentuk citra (image) tentang merk atau produk yang lebih unggul dibandingkan merk
/ produk pesaing. Paling tidak ada tujuh pendekatan yang dapat digunakan untuk
melakukan positioning, yaitu
(Tjiptono, 1998) :
1.
Positioning berdasarkan
atribut, ciri – ciri atau manfaat bagi pelanggan (attribute positioning), yaitu dengan jalan mengasosiasikan suatu
produk dengan atribut tertentu, karakteristik khusus, atau dengan manfaat bagi
pelanggan. Sebagai contoh, kamera Nikon Zoom 300 QD digembar-gemborkan
sebagai kamera terkecil didunia.
2.
Positioning berdasarkan
harga dan kualitas (price and quality
positioning ), yaitu positioning yang
berusaha menciptakan kesan / citra berkualitas tinggi lewat harga
tinggi atau menekankan harga murah sebagai indikator nilai. Misalnya obat nyamuk semprot merk Hit yang
memposisikan harga produknya melalui iklan : “Kalau nggak ada yang lebih baik
dari Hit buat apa beli yang lebih mahal”.
3.
Positioning yang dilandasi
aspek penggunaan atau aplikasi (use /
application positioning), misalnya Energen diposisikan sebagai “Minuman
makanan sehat”.
4.
Positioning berdasarkan
pemakai produk (user positioning),
yaitu mengaitkan produk dengan kepribadian atau tipe pemakai.
5.
Positioning berdasarkan
kelas produk tertentu (product class
positioning), misalnya permen kopiko yang diposisikan sebagai kopi dalam
bentuk permen bukan permen rasa kopi.
6. Positioning berkenaan dengan pesaing (competitor
positioning), yaitu dikaitkan dengan posisi persaingan terhadap pesaing
utama.
7. Positioning berdasarkan manfaat (benefit
positioning), misalnya shampoo three
in one.
Data
Envelopment Analysis (DEA)
Dalam pendekatan DEA, unit
yang diukur efisiensinya dibandingkan hanya dengan unit yang mempunyai
efisiensi terbaik. Selain itu DEA juga tidak memerlukan asumsi
terhadap bentuk fungsionalnya seperti asumsi non multikolinearitas dan asumsi –
asumsi lainnya (Liu, 1998). Hal lainnya
adalah bahwa efisiensi yang diukur bersifat tekhnis, bukan ekonomis. Artinya DEA
hanya memperhitungkan nilai absolut dari suatu variabel. Satuan dasar pengukuran yang mencerminkan
nilai ekonomis dari suatu variabel seperti satuan berat, panjang, isi, dan yang
lainnya, tidak dipertimbangkan. Oleh
karenanya dimungkinkan suatu pola perhitungan kombinasi berbagai variabel
dengan satuan yang berbeda – beda (Nugroho,1995). Trick (1996), mengemukakan
beberapa kelebihan DEA, yaitu :
·
DEA tepat untuk model yang
mempunyai banyak input dan output.
·
Fungsi
persamaan / pertidaksamaan dari DEA
tidak memerlukan asumsi yang berkaitan dengan input dan outputnya.
·
Unit yang
diukur akan dibandingkan secara langsung dengan unit – unit yang dievaluasi.
·
Input dan
output dapat mempunyai satuan yang berbeda
Karena kelebihan yang dipunyai DEA inilah maka pendekatan ini menjadi
alat ukur yang cukup handal dalam mengukur tingkat efisiensi suatu unit
analisa.
Dimasa sekarang ini pertimbangan kepuasan konsumen menjadi fokus
utama dalam pemasaran maka produsen bisa memanfaatkan DEA ini untuk mengukur tingkat efisiensi relatif harga produk
dipandang dari sisi harga jual dan komposisi atribut produk tersebut dibandingkan
dengan produk pesaing. Selain itu dari
pendekatan DEA ini bisa juga
diketahui merk mana yang paling efisien yang bisa dijadikan sebagai benchmarking (patok duga) yang dianggap
paling menguntungkan bagi konsumen sehingga kosumen diharapkan merasa puas
terhadap harga jual produk tersebut.
Setelah mengetahui tingkat efisiensi, produsen kemudian bisa menentukan positioning harga jual produk
dibandingkan dengan harga jual dari pesaing atau dari benchmarking. Produsen bisa
memilih apakah menetapkan harga jual disekitar benchmarking, diatas benchmarking,
atau dibawah benchmarking.
Pada DEA,
efisiensi dinyatakan dalam rasio antara total output tertimbang dengan total
input tertimbang ( Dyson,
et.al.,1990), seperti berikut ini :
Total output tertimbang
Efsiensi =
Total input tetrimbang
Selanjutnya secara ekuivalen, program
fraksional diatas ditransformasikan kedalam sebuah program linear biasa. Kemudian permasalahan tersebut dipecahkan
melalui metode simpleks untuk memperoleh solusi optimal bagi program linear
yang bersangkutan. Variabel keputusan
dapat langsung dimasukkan kedalam linear program tanpa harus memiliki satuan
yang sama. Program linear ini dikenal
dengan nama CCR-D / Charnes, Cooper, Rhodes
- Dual, yaitu sebagai berikut :
n
Maksimumkan q0 = S Urj Yrj
r=1 untuk j = 1,2,..n
Dengan constraint :
n
(1) S
Vrj Xrj = 1
r=1
n n
(2) S
Urj Yrk - S Vrj Xrk £ 0
r=1 r=1
untuk k = 1,2,..n
(3) Urj , Vrj ³ e (e = Bilangan positif kecil yang lebih besar
dari nol)
dimana : q 0= Score efisiensi
relatif. 1= 100 % = efisien ; Ur j = Timbangan
output ke r unit j ; Yrj = Jumlah output ke r untuk unit j; Vr j= Timbangan input ke r untuk unit j; Xrj = Jumlah input ke r untuk unit j ; Yrk= Jumlah output ke r untuk unit k ; Xrk
= Jumlah input ke r untuk unit k’.
Hipotesis
Sudah
dijelaskan pada landasan teoritis bahwa terdapat teori strategi harga yang
menggunakan harga tinggi tanpa berdasarkan mutu produk, yaitu teori skimming
pricing dan prestige pricing (Ciptono, 1998), serta teori strategi harga
penipuan, strategi harga terlalu mahal dan strategi harga ekonomis palsu
(Kotler 1998). Selain teori tersebut, dalam penelitian Baskoro
(2002) yang mengutip penelitian Blattberg
dan Winniewski (1989), Dodds, et. al. (1991), Kamakura dan Russel (1993), Milgrom dan
Roberts (1986), dan Olson (1977) menyebutkan bahwa “ Konsumen menggunakan harga sebagai isyarat
dan indikator kualitas atau manfaat bagi suatu produk. Merk dengan harga yang tinggi sering
dirasakan memiliki kualitas yang lebih baik dan lebih tahan terhadap persaingan
harga (misalnya potongan harga) dibandingkan merk dengan harga yang lebih
rendah. Karena itu harga secara positif
berhubungan dengan persepsi kualitas”.
Tetapi penelitian Al Ashari
(2002), menyebutkan bahwa “Responden yang memberikan tanggapan positif atas
harga dengan kualitas produk adalah sebanyak 26,3 % , sedangkan 73,7 %
merasakan bahwa penetapan harga yang diberlakukan dibandingkan dengan kualitas
produk tersebut adalah tidak memuaskan.
Hal ini menunjukkan bahwa konsumen merasa harga yang ditetapkan oleh
perusahaan dibandingkan kualitasnya masih relatif mahal”. Hal ini tidak akan terjadi bila suatu produk
dapat mencapai tingkat efisiensi harga yang memuaskan (100 %) karena dengan dicapainya
tingkat efisiensi tersebut, diharapkan harga jual produk akan lebih murah dan
kualitas yang diberikan akan menjadi lebih baik. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa harga jual mempunyai arah yang berlawanan dengan tingkat efisiensi karena
semakin tinggi tingkat efisiensi akan semakin memungkinkan bagi produsen untuk
menurunkan harga jual produk.
Dari penjelasan ini dibuatlah
hipotesa sebagai berikut :
“ Diduga ada korelasi negatif antara
harga jual dengan tingkat efisiensi harga produk ”.
METODE PENELITIAN
Unit
Analisa dan Sampel
Dalam penelitian ini unit yang akan dianalisa adalah produk susu bubuk yang
dikelompokkan menjadi :
a. Susu bubuk untuk bayi umur 0 - 6 bulan.
b. Susu bubuk untuk bayi umur 6 bln. - 1 tahun.
c. Susu bubuk untuk anak umur 1th. - 3 th yang
mengandung nutrisi otak.
d. Susu bubuk untuk anak umur 1 - 3 th., tinggi
kalsium, rendah lemak, dan tinggi prtotein.
e. Susu bubuk untuk anak umur 3 tahun keatas.
f. Susu bubuk untuk anak 3 th. keatas, tinggi
kalsium, rendah lemak, dan tinggi protein.
g. Susu
bubuk untuk ibu hamil dan menyusui
h Susu
bubuk untuk orang dewasa/19th. keatas.
Sampel yang
digunakan adalah susu bubuk yang terdapat di Hero Supermarket Banjarmasin yang
berjumlah 75 jenis. Hero Super Market dipilih secara purposive sampling karena merupakan satu
- satunya super market terbesar yang berskala nasional yang ada di Banjarmasin,
sehingga jumlah produk susu yang dijual di Hero
boleh dikatakan sebagai yang paling lengkap di Banjarmasin. Atau dengan kata
lain merupakan populasi dari produk susu di Banjarmasin.
Input
dan Output
Sebagai
input adalah harga sedangkan outputnya adalah seluruh kandungan vitamin dan
mineral yang tertera pada kemasan karton atau kaleng susu bubuk tersebut, yaitu antara lain :
· Vitamin : A, B1, B2,
B6, B12, D, D3, C, E, K.
· Mineral : Na, Ca, Cl,
Mn, Fe, Zn, Cu, I, Niacin, Asam folat, dan lain - lain.
· Karakter khas: Nutrisi
otak (omega3& 6, DHA), rendah lemak, tinggi kalsium, dan tinggi protein.
Alat Analisis
Alat analisis yang digunakan adalah Data Envelopment Analyis (DEA). DEA
digunakan untuk mengukur efisiensi harga relatif dari masing - masing merk susu
yang diteliti, untuk mengetahui merk mana yang bisa dijadikan benchmarking
karena memiliki efisiensi terbaik (100 %), dan untuk mengetahui berapa
kontribusi efisiensi masing - masing output terhadap efisiensi
keseluruhan.
Rumus dasar dihalaman sebelumnya diaplikasikan kedalam operasional
penelitian, sehingga menjadi :
Maksimumkan :
q0=Uvit.Aj .Vit.Aj + Uvit.Bj . Vit.Bj
+ …. Seluruh kandungan susu bubuk merk j
j=1,2,…semua merk susu yang
dievaluasi
Dengan constraint
:
(1) Vharga j.
Hargaj = 1
(2)
(Uvit.Aj
. Vit.Ak + Uvit.Bj .Vit.Bk + … Seluruh
output susu merk k) – (Vharga
j . Hargak ) £ 0
k = 1,2,… seluruh merk yang dievaluasi
(3) Urj ³ e
(4) Vrj ³ e
Keterangan :
q0 = Skor efisiensi relatif harga suatu
merk susu (q 0 = 1 = 100 % = efisien)
U vit.Aj = Timbangan vit. A merk j
Vit.Aj = Jumlah
vit. A merk j
Vit.Ak = Jumlah
vit. A merk k
Uvit.Bj = Timbangan vit. B merk j
Vit.Bj = Jumlah vit.
B merk j
Vit.Bk = Jumlah
vit. B merk k
Vharga j =
Timbangan harga susu merk j
Hargaj = Harga jual susu merk j
Hargak = Harga
jual susu merk k
e = Bilangan positif kecil (lebih besar dari 0)
Setelah skor efisiensi masing – masing produk dari analisis DEA
diperoleh, hasil tersebut kemudian diuji korelasinya dengan harga jual. Hal ini dilakukan untuk menguji hipotesa nol
(Ho). Langkah – langkah dalam pengujian
hipotesa ini adalah sebagai berikut :
1. Merumuskan
hipotesa, yaitu :
Ho = Diduga tidak ada korelasi antara harga jual
dengan tingkat efisiensi harga produk.
H1 = Diduga ada korelasi negatif antara
harga jual dengan tingkat efisiensi harga produk.
2. Menghitung
koefisien korelasi antara tingkat efisiensi dengan harga jual.
3. Menentukan arah pengujian. Dalam hal ini karena sudah diketahui bahwa
antara harga dengan tingkat efisiensi mempunyai arah berlawanan (negatif), maka
uji yang dilakukan adalah uji satu sisi yaitu sisi kiri (negatif).
Definisi Operasional
Definisi
operasional dan pengukuran masing – masing variabel diatas adalah sebagai
berikut :
· Output adalah
kandungan susu bubuk seperti vit. A, vit. B, Ca, Na, dan lain - lain serta
diukur per 100 gr. sesuai dengan angka yang tertera pada kaleng / karton di
kemasan masing – masing susu bubuk.
· Input adalah harga jual masing – masing merk susu bubuk.
·
Skore
efisiensi relatif harga merk susu bubuk
( q0 )
didapat dari hasil perhitungan. Bila q 0 = 1 , berarti tingkat efisiensi merk tersebut
adalah 100% atau
efisien.
·
Timbangan
/ bobot didapat dari proses iterasi program linear dengan cara constraint (1) Vharga j. Hargaj = 1 disubstitusikan ke masing – masing constraint (2) sehingga didapat nilai
dari masing – masing timbangan. Sebagai
contoh : Harga susu bubuk merk A = Rp.
10:000,- maka nilai harga ini dimasukkan
dalam constraint (1), sehingga menjadi :
V hrg j
X harga j = 1
Vj
X 10.000 = 1
Sehingga bobot input = Vj =
1/10.000
Nilai Vj = 1/10.000 ini kemudian disubstitusikan kedalam constraint
(2) dan melalui proses iterasi program linear nilai timbangan output dapat
diperoleh.
· Susu bubuk yang
efisien diartikan sebagai susu bubuk yang :
(1) mempunyai harga sama dengan merk lain tapi mempunyai kualitas yang
lebih baik, atau (2) mempunyai kualitas yang sama dengan merk lain
tapi harganya lebih murah: atau (3)
mempunyai harga yang lebih murah dari merk lain dan kualitasnya juga
lebih baik.
Untuk mempermudah proses perhitungan
digunakan software khusus bagi pendekatan DEA
yaitu program Warwick.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Susu bubuk ini sebelum dianalisa
dikelompokkan sesuai kategori usia yang mengkonsumsi susu bubuk tersebut, yaitu
:
a. Susu
bubuk untuk bayi umur 0-6 bulan ada 14, yaitu : Bebelac1, Bebelac EC, Enfamil, LLM, Lactogen 1, Morinaga
BMG, NAN1, Nutrilon LA, Nutrilon
Premium, Similac, Similac Adv., SGM1, S26 dan Vitalac 1.
b. Susu
bubuk untuk bayi umur 6-12 bulan ada 14, yaitu : Bebelac 2, Susu Bendera Coklat, Chilmil, Enfapro, Indomilk
Full Cream, Lactogen2, NAN2, Nutrilon Follow On, Nutrilon Soya +, Nutrima,
Promil, SGM2, Sobee Plus, dan Vitalac 2.
c. Susu bubuk untuk usia 1 - 3 tahun yang
mengandung nutrisi otak,
(omega 3 / asam linoleat, omega 6 / asam linolenat, omega 9, DHA) ada 11, yaitu
: Susu Bendera Eye Q, Bebelac 3, Chilkid, Dancow Balita Madu +1, Delilac,
Enfagrow, Milkmaid, Nestle Omega,
Nutrilon Step Up, SGM 3, dan Vita Plus.
d. Susu
bubuk untuk usia 1-3 tahun, tinggi kalsium, rendah lemak, dan tinggi protein, ada 13, yaitu : Andec Coklat, Andec 1
Madu, Andec Full Cream, Andec Instan, Susu Bendera Madu, Calciskim, Calcimex, Nestle Calsium + Non
Fat, Dancow Coklat, Dancow Full Cream,
Dancow Instant, Suprim, dan Sustagen Yunior.
e. Susu
bubuk untuk usia 3 th. keatas, tinggi kalsium, rendah lemak, dan tinggi
protein, ada 5, yaitu
: Andec 4+ Coklat, Andec 4+ Vanila, Sustagen Kid, sustagen
School, dan Protifar.
f. Susu
bubuk untuk usia 3 tahun keatas, terdiri dari 5 jenis, yaitu : Susu Bendera 456, Susu Bendera Full Cream,
susu Bendera Instant, Dancow 6+, dan Dancow 3+.
g. Susu
bubuk untuk orang dewasa (19 th. keatas), ada 9,
yaitu : Anlene Gold, Anlene Rendah Laktosa, Anlene Rendah Lemak,
Femafit, Produgen, Produgen Gold, Prolene, Stefit, dan Sustacal.
h. Susu bubuk untuk ibu hamil dan
menyusui, terdiri dari 4
jenis, yaitu : Lactamil, Prenagen,
Protifar Bunda, dan Sustagen Mama
Hasil penelitian untuk kedelapan
kategori tersebut membuktikan bahwa ternyata hanya 2 kategori yang seluruh
anggotanya memiliki efisiensi 100 % , yaitu kategori untuk umur 3 tahun keatas
dan kategori untuk ibu hamil dan menyusui sedangkan 6 kategori lainnya
mempunyai beberapa merk susu yang tidak efisien. Merk susu bubuk yang tidak
efisien untuk seluruh kategori tersebut dapat dilihat pada tabel 2. Ternyata bahwa tingkat efisiensi
relatif masing – masng jenis susu bubuk yang tidak efisien bervariasi antara
44,41 % sampai dengan 98,84 % . Hasil
penelitian membuktikan bahwa dari 75 jenis susu bubuk yang diteliti terbukti
ada 17 merk yang efisiensinya dibawah 100 % .
Untuk merk – merk yang tidak
efisien, analsis DEA menyediakan acuan merk yang efisien yang terletak
disekitar merk yang tidak efisien tersebut atau dengan kata lain merupakan merk
dengan efisiensi 100 % yang mempunyai input dan output yang mirip dengan merk
yang tidak efisien. Merk efisien yang
berada disekitar merk tidak efisien ini disebut dengan “Peer” (rekan terdekat). Seperti dapat dilihat dalam kolom ke - 4
pada tabel 2. Angka didalam kurung
menunjukkan besarnya posisi dari merk yang tidak efisien bila dibandingkan dengan
merk yang efisien tersebut.
Pada tabel 2 tercantum bahwa Enfamil
mempunyai rekan terdekat yang efisien sebanyak 4 merk yaitu Lactogen 1, NAN 1,
SGM 1,dan Vitalac 1. Bila dibandingakn
dengan Lactogen 1 maka Enfamil hanya sebesar
65 % saja dari Lactogen 1. Jadi
seharusnya input bagi Enfamil yaitu harga jual yang efisien adalah 65 % dari
harga Lactogen 1. Demikian juga dengan
output / kandungan vitamin dan mineral Enfamil.
Sebagai contoh, Enfamil akan efisien bila Natrium
(Na)–Enfamil jumlahnya sebesar 65 % dari Na-Lactogen 1. Dengan cara perhitungan yang sama seperti
ini maka jumlah output yang lainnya juga dapat dihitung.
Perhitungan yang sama juga bisa
dilakukan dengan peers Enfamil yang lain seperti NAN 1, SGM 1, dan Vitalac 1,
yaitu bahwa Enfamil dapat mencapai efisiensi 100% bila input dan output Enfamil
adalah sebesar 8,8 % dari NAN 1, atau sebesar 70,1 % dari SGM 1, arau sebesar
11,5 % dari Vitalac 1.
Sumber ketidakefisienan Enfamil
dapat dilihat pada kolom ke-5 dan ke-6 (keterangan efisiensi). Dalam tabel
tersebut terlihat bahwa dari seluruh output dan input yang diteliti, hanya 4
output yang efisien (100 %), yaitu Ferrum (Fe),
Mangan (Mn), Asam Alpha Linoleat, dan Taurin. Keempat output ini juga
memberikan sumbangan efisiensi terbesar untuk Enfamil seperti terlihat pada
kolom ke-7 tabel 2 tentang sumber
efisiensi terbesar. Sedangkan input dan output lainnya tidak ada yang
efisien.
Tabel 2. Hasil Analisis Susu
Bubuk Yang Tidak Efisien
Merk Susu Bubuk
|
Sumber
efisiensi terbesar
|
Tingkat
Efisiensi
|
Peers + Posisi
|
Keterangan efisiensi
|
|
Input
|
output
|
||||
Enfamil
|
Fe (41,4 %), A.A.Lino. (6,94 %), Mn (6,34 %), Taurin
(8,91 %)
|
62,58 %
|
Lactogen 1 (65 %), NAN
1(8,8 %), SGM 1 (70,1 %), Vitalac 1 (11,5 %)
|
Tidak Efisien
|
4 efisien
|
L L M
|
Na (54,84 %), K
(18,78 %)
|
73,62 %
|
Lactogen 1 (42,7 %), SGM 1 (50,8 %),
|
Tidak Efisien
|
2 efisien
|
S 26
|
Vit. E (89,07 %)
|
89,07 %
|
SGM 1 (24,9 %)
|
Tidak Efisien
|
1 efisien
|
Nutrilon Premium
|
B.Karoten (23,91 %), A.Folat (59,75 %)
|
91,87 %
|
SGM 1 (46,5 %), Lactogen 1 (15 %), Nutrilon LA (100
%)
|
Tidak Efisien
|
2 efisien
|
Bebelac EC
|
Vit.E (52,5 %), DHA(22,8%), A.A.Lino(8,82 %),
Taurin(8,91 %)
|
94,03 %
|
Bebelac 1 (100 %)
|
Tidak Efisien
|
Semua efisien
|
Promil
|
Cu (44,41 %)
|
44,41 %
|
SGM 2 (133,3 %)
|
Tidak Efisien
|
1 efisien
|
Nutrilon Follow On
|
K(14,21 %),A. Lino.(43,19 %),B.Karoten(20,73 %)
|
78,13 %
|
Bebelac 2 (18,1 % ), Nutrima (77,8 %), SGM2 (20,1 %)
|
Tidak Efisien
|
3 efisien
|
Nutrilon Soya +
|
I(35,9 %), Vit. B12 (10,22 %), B.Karoten (34,32%)
|
80,44 %
|
Bebelac 2 (90 %), Lactogen 2 (17,4 % ), SGm 2 (49,9
%)
|
Tidak Efisien
|
3 efisien
|
N A N 2
|
Cu (31,47 %), A. Folat (58, 79 %)
|
90,26 %
|
Lactogen 2 (30,8 %), SGM 2 (190 %)
|
Tidak Efisien
|
2 efsien
|
Nutrilon Step Up
|
K (28,34%), Biotin (29,63 %)
|
57,97 %
|
Bendera Eye Q (37,3 %), SGM3 (71,4 %)
|
Tidak Efisien
|
2 efisien
|
Enfagrow
|
VitB12(44,04 %), Vit. K(14,124), Taurin(12,64%),
DHA(1,45%)
|
72,37 %
|
Bendera eye Q(17,3 % ), Dancow BM +1(34,7 %), SGM3
(44,1 %), Vitaplus (50%)
|
Tidak Efisien
|
4 efisien
|
Delilac
|
K (37,33 %), Biotin (39,02%).
|
76,35 %
|
Bendera Eye Q (37,3 %), SGM3 (71,4 %)
|
Tidak Efisien
|
2 efisien
|
Milkmaid
|
Vit. B2 (90,81%)
|
90,81 %
|
SGM 3 (80 %)
|
Tidak Efisien
|
1 efisien
|
Bebelac 3
|
K (17,90%), Vit. D (32,31 %), DHA (48,18 %)
|
98,84 %
|
Bendera Eye Q (8,7 %), SGM3 (53 %), Vita Plus (116,7
%)
|
Tidak Efisien
|
3 efisien
|
Andec Coklat
|
P (29,15%), Mg (13,11 %), Niacin (28,81%), Vit C (18,93 %)
|
96,11 %
|
Andec Ins (63,5 %), Calcimex (10,3%), Nestle Cal +
NF (0,2 %), Dancow Coklat (7 %)
|
Tidak Efisien
|
5 efisien
|
Protifar
|
Cl (34,82%), Ca (61,09 %)
|
95,91 %
|
Andec 4 Vanila (30,4%) Sustagen School
(120 %)
|
Tidak Efisien
|
2 efisien
|
Anlene Rendah Laktosa
|
Mg (60,17%), Vit.C (5,69 %), Zn (20,65 %)
|
86,70 %
|
Produgen (100 %)
|
Tidak Efisien
|
Semua efisien
|
Sumber : Hasil Penelitian ,2002
(diolah)
Khlor (Cl) yang terdapat pada
Nutrilon Premium misalnya, hanya mampu mencapai efisiensi sebesar 59,6 %
sehingga harus ditingkatkan lagi sebesar 67,8 % agar tercapai target sebesar
528,6 mg dari aktual sebesar 315 mg
( tabel 3 ). Demikian pula
dengan jenis susu bubuk yang
tidak efisien lainnya, semua input tidak ada yang efisien dan hanya satu sampai
lima output
yang efisien, kecuali untuk Bebelac EC dan Anlene Rendah Laktosa yang semua
outputnya efisien dan hanya inputnya saja yang tidak / kurang efisien
Informasi lainnya yang dapat diperoleh
dari analisis DEA adalah informasi
tentang jumlah input dan output yang harus dicapai agar dapat memperoleh
efisiensi 100 % dengan tanpa mengacu pada peers. Informasi ini bisa diperoleh dalam table of
target values (tabel 3) yang
mencantumkan data input dan output aktual dibandingkan dengan input dan output
target (yang seharusnya dimiliki agar tercapai efisiensi 100 % ), persentase
input dan output aktual, serta persentase peningkatan yang diperlukan untuk
mencapai efisiensi 100 % . Sebagai contoh
dapat dilihat bahwa harga Nutrilon Premium aktual adalah Rp. 38.695,- padahal
agar efisien maka Nutrilon Premium seharusnya hanya dijual pada tingkat harga
Rp. 35.550,- atau harus diturunkan sebesar 8,1 % dari harga semula. Demikian pula untuk outputnya, misalnya, Na aktual yang berjumlah 140 mg harus
ditingkatkan sebesar 92,5 % agar
tercapai target sebesar 269,5 mg. Dengan
cara yang sama akan didapatkan jumlah output – output lainnya. Dapat disimpulkan bahwa sumber ketidakefisienan Nutrilon Premium
terletak pada harga jual (input) yang terlalu mahal dan dari sebagian besar
output yang terlampau sedikit kandungan gizinya.
Tabel 3 Target Untuk Nutrilon Premium
Input/Out
put
|
Actual
|
Target
|
To Gain
|
Achieved
|
Harga
|
38.695
|
35.549,5
|
8,1
%
|
91,9
%
|
Na
|
140
|
269,5
|
92,5
%
|
51,9
%
|
K
|
525
|
717,6
|
36,7
%
|
73,2
%
|
Cl
|
315
|
528,6
|
67,8
%
|
59,6
%
|
Ca
|
420
|
685,7
|
63,3
%
|
61,2
%
|
Sumber : Hasil
penelitian, 2002 diolah (sebagian)
Tabel 4. Bobot Bebelac 1
Input/Output |
Persentase
|
Bobot
|
Harga
|
100
%
|
0,00003
|
vitamin E
|
1,54
%
|
0,00187
|
Mn
|
1,54
%
|
0,00025
|
DHA
|
52,38
%
|
0,01496
|
Taurin
|
1,54
%
|
0,00050
|
Sumber : Hasil penelitian, 2002 diolah (sebagian)
Bebelac 1 yang efisiensinya 100 %
bila dilihat pada tabel 4 ternyata memberi bobot paling besar pada output DHA
yaitu sebesar 52,38 % sedang output
lainnya rata – rata diberi bobot 1,54 % .
Penekanan bobot pada DHA, bisa dipahami karena DHA merupakan
karakteristik khas yang tidak semua jenis susu bubuk memilikinya. Demikian juga dengan susu bubuk Merk lainnya
rata – rata memberi penekanan bobot pada
output yang menjadi karakteristik khas produk tersebut, atau pada output hanya
yang dimiliki oleh sebagian kecil merk saja.
Untuk memenuhi tujuan penelitian
yang ke – 2 yaitu untuk menentukan susu bubuk yang dapat dijadikan
benchmarking, secara umum dapat dilihat bahwa untuk jenis susu bubuk yang
efisiensinya 100 % bisa dijadikan patok duga (benchmarking). Bagi yang
efisiensinya masih dibawah 100 %, selain bisa mengacu ke merk yang efisiensinya
100 % juga bisa memilih benchmarking dengan melihat kepada peers masing –
masing, tetapi bila mengacu ke peers, maka berarti sebagian besar ada penurunan
baik harga maupun kandungan output yang cukup banyak sehingga bisa menurunkan
image bagi produk itu sendiri. Kecuali
kalau penurunan itu hanya sedikit seperti Bebelac EC yang dapat menjadikan
Bebelac 1 sebagai benchmarkingnya, karena Bebelac EC hanya perlu menurunkan
harga dari Rp. 32.235,- menjadi Rp. 30.310,-.
Cara lain adalah dengan melihat pada jumlah output yang dimiliki oleh
masing – masing susu bubuk yang efisien. Ternyata untuk kategori umur 0-6 bulan
output terbanyak dimiliki oleh Morinaga BMG, sehingga merk ini bisa dijadikan
sebagai benchmarking dengan alasan selain efisiensinya 100 % , Morinaga BMG
juga memberikan jumlah output (vitamin dan mineral) yang paling banyak jenisnya
yaitu 34 macam dibandingkan dengan merk efisien lainnya yang hanya memberikan
output antara 29 sampai 32 jenis. Jadi
sesuai dengan konsep DEA yaitu
membandingkan sekumpulan unit yang diteliti dengan unit yang paling baik
diantara unit – unit tersebut. Bila
Morinaga BMG sanggup untuk memberikan 34 jenis output, logikanya merk lain juga
harus sanggup melakukan hal ini, tapi ternyata merk lain tidak memberikan hal
ini kepada konsumen, hanya Morinaga BMG yang melakukannya, sehingga wajar bila
Morinaga
Tabel 5.
Benchmarking Untuk Setiap Kategori susu bubuk
NO
|
Kategori Susu Bubuk |
Jumlah Output
|
Benchmarking
|
1.
|
Umur 0 – 6 Bulan
|
34
|
Morinaga BMG
|
2.
|
Umur 6 – 12 Bulan
|
31
|
Sobee Plus
|
3.
|
Umur 1-3 th. + Nutrisi Otak
|
35
|
Vita Plus
|
4.
|
Umur 1-3 th., Rendah Kalsium,
Tinggi Protein, dan Rendah Lemak
|
27
|
Susu Bendera Madu
|
5.
|
Umur 3th keatas, Tinggi Kalsium,
Tinggi Protein, dan Rendah Lemak
|
26
26
|
Sustagen Kid & Sustagen School
|
6.
|
Umur 3 tahun keatas
|
29
|
Susu Bendera 456
|
7.
|
Dewasa / 19 th Keatas
|
25
|
Sustacal
|
8.
|
Ibu Hamil dan Menyusui
|
23
|
Prenagen
|
Sumber : Hasil
Penelitian, 2002 (diolah )
BMG dijadikan benchmarking. Hasil
selengkapnya mengenai benchmarking
dapat
dilihat pada tabel 5.
Pada tabel 5 nampak
bahwa ada 2 benchmarking untuk kategori umur 3 tahun keatas, tinggi kalsium,
tinggi protein, dan rendah lemak, yaitu
Sustagen Kid dan Sustagen School. Keduanya sama - sama memiliki 26 jenis
output. Tetapi ke -2 merk susu bubuk ini
sebenarnya berbeda konsumennya. Sustagen
Kid untuk usia 3 tahun sampai 6 tahun, sedangkan Sustagen School
untuk usia 6 tahun keatas. Tetapi bila Sustagen School dikeluarkan dari kategori
ini
maka hanya ada 2
merk susu bubuk yang ditujukan bagi usia 6 tahun keatas yaitu Sustagen School
dan Dancow 6 + yang berbeda kategorinya, yaitu bukan kategori tinggi kalsium,
rendah lemak dan tinggi protein.
Sehingga praktis hanya ada satu merk saja kalau Sustagen School
dikeluarkan dari kategori ini. Dengan
demikian maka kedua merk tersebut bisa dijadikan benchmarking. Untuk
kategori usia 3 tahun sampai 6 tahun benchmarkingnya
Sustagen Kid sedang untuk usia 6 tahun keatas benchmarkingnya Sustagen
School
Analisis Hasil Pengujian Hipotesis
Tabel 6 menunjukkan hasil pengukuran
koefisien korelasi antara variabel harga dengan variabel tingkat efisiensi,
yang dihitung dengan bantuan software SPSS versi 10.0. Pada tabel 6 terlihat bahwa
koefisien korelasi (r) adalah sebesar -0,301 dan significant pada α = 5 %
maupun 1 % . Angka ini menunjukkan bahwa
antara harga jual dengan tingkat efisiensi terdapat korelasi dengan arah yang
berlawanan. Artinya harga jual akan
menurun bersamaan dengan meningkatnya
tingkat efisiensi. Besarnya korelasi sebesar -0,301
menunjukkan bahwa korelasi antara kedua variabel ini tidak begitu kuat sebab
besarnya masih cukup jauh dibawah -1,
karena semakin mendekati -1 maka tingkat korelasinya akan semakin kuat.
Tabel 6 Korelasi antara Harga dengan Tingkat Efisiensi
Harga
|
Efisiensi
|
|
Harga :
Pearson Correlation Sig.(1-tailed) N
|
1,000
|
-0,301**
0,004
75
|
Efisiensi : Pearson Correlation
Sig.(1-tailed)
N
|
-,301**
0,004
75
|
1,000
|
** =
Significant pada level 0,01
Setelah mendapatkan besarnya
koefisien korelasi tersebut, maka t hitung dapat dicari dengan menggunakan
rumus seperti yang telah dicantumkan dimuka.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
harga mutlak t hitung adalah sebesar 8,516 dan angka ini jauh diatas t
tabel yang sebesar 1,67 untuk tingkat α 5 %
dan 2,39 untuk
tingkat α 1 %. Dengan demikian, karena t hitung lebih besar dari t tabel
maka Hipotesa nol (Ho) ditolak
dan H1 diterima. Jadi dapat
disimpulkan bahwa ada korelasi antara harga jual dengan tingkat efisiensi, yang
besarnya 0,3 dan berlawanan arah.
Implikasi Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi produsen ataupun pemasar susu bubuk, bagi konsumen,
dan bagi peneliti lainnya yang berniat melakukan penelitian secara lebih
mendalam tentang efisiensi dengan metode DEA.
Bagi produsen maupun pemasar susu
bubuk, dengan mengetahui tingkat efisiensi produk tersebut maka akan lebih
mudah dalam menentukan langkah - langkah pemasaran yang akan digunakan dalam
menjual produk terutama yang berkaitan dengan penentuan positioning harga.
Beberapa
Implikasi yang terkait langsung dengan hasil penelitian ini : pertama,
bahwa hasil penelitian dapat digunakan untuk penentuan posisi
(positioning) yang dihubungkan dengan harga produk. Sebagai contoh, Morinaga BMG yang dijadikan
benchmarking dalam kategori untuk usia 0 sampai 6 bulan, pemasar bisa
memanfaatkan situasi ini dengan mengkomunikasikan kepada konsumen melalui
promosi atau iklan bahwa Morinaga BMG adalah merupakan benchmarking dalam hal
harga dan kualitas, karena selain terbukti efisien (dalam arti output yang
diberikan kepada konsumen sebanding dengan harga yang dibayar oleh konsumen),
Morinaga juga merupakan satu - satunya yang memberikan vitamin dan mineral yang
paling banyak jenisnya dibanding merk lain. Jadi Morinaga BMG bisa memposisikan
diri sebagai “Benchmarker of Price and
Quality“ untuk kategori umur 0 sampai 6 bulan.
Bagi susu bubuk yang tidak menjadi
benchmarking tapi sudah mencapai tingkat efisiensi 100 % bisa memposisikan diri
sesuai dengan kelebihan yang dimiliki.
Misalnya SGM 1, yang memilki harga jual terendah bisa memposisikan diri
sebagai “Leader of the Price“ untuk susu yang efisien. Dalam promosinya SGM 1 bisa memberikan
kalimat yang misalnya berbunyi : “ Kalau tidak ada yang lebih efisien dari SGM
1 buat apa melakukan pemborosan “. Boleh
dikatakan serupa dengan Hit yang mempromosikan
“ Kalau tak ada yang lebih baik dari Hit, buat apa beli yang lebih mahal
“
Positioning berikutnya yang bisa
digunakan adalah positioning berdasarkan atribut (atribute positioning) yaitu
dengan jalan mengkomunikasikan satu atau beberapa atribut yang dimiliki oleh
suatu merk tapi tidak dipunyai oleh merk lain atau yang menjadi karakteristik
khas merk tersebut. Contohnya adalah
Similac maupun Similak Advance. Ke - dua
merk tersebut bisa memposisikan dirinya sebagai satu - satunya susu bubuk
efisien yang mengandung Nukleotida, sodium, dan potasium, tentunya dengan
keharusan untuk menjelaskan apa fungsi utama dari bahan - bahan tersebut melalui
komunikasi yang tepat agar konsumen dapat memahami manfaat dari karakteristik
khas yang dimiliki oleh merk tersebut.
Demikian juga untuk susu bubuk yang
belum efisien, bila karena satu dan lain hal tidak memungkinkan untuk
meningkatkan efisiensi, maka bisa memposisikan diri dengan melihat keunggulan
output yang dipunyai (atribute positioning).
Misalnya Bebelac EC yang walaupun tidak efisien tapi memiliki DHA yang
tidak dipunyai oleh merk susu bubuk lainnya, sehingga baik Bebelac EC maupun
Bebelac 1 bisa memposisikan diri sebagai “Susu bubuk yang sangat memperhatikan
perkembangan otak bayi “, sebab merupakan satu - satunya susu bubuk dalam
kategori ini yang mengandung DHA.
Kedua, bagi
produsen yang efisiensi harga produk susu bubuknya kurang dari 100 % , bisa
meningkatkan efisiensinya agar mencapai 100 %
dengan jalan menyesuaikan input dan output yang belum efisien dengan
mengacu kepada table of target values (contohnya seperti dalam tabel 3). Kalau tidak memungkinkan untuk menyesuaikan
seluruh input dan output tersebut, maka bisa menyesuaikan beberapa output saja
yang merupakan sumber efisiensi terbesar baik bagi merk sendiri maupun merk
lain. Sebagai contoh LLM yang
efisiensinya hanya 73,62 % dan tidak memiliki keunggulan tersendiri, bisa
menambahkan kandungan output Na dan
K yang merupakan sumber efisiensi
terbesar paada LLM. Karena penambahan
sedikit saja pada ke dua output tersebut bisa menyebabkan peningkatan efisiensi
yang cukup besar. Selain itu bisa juga
dengan menambahkan output baru seperti DHA yang belum banyak dimiliki oleh merk
- merk lain dan terbukti memberi kontribusi efisiensi sebesar 52,38 % untuk
Bebelac 1 , atau bisa juga dengan
menambahkan Sodium yang kontribusi efisiensinya mencapai 69,9 % untuk
Similac. Dengan demikian diharapkan
tingkat efisiensi LLM bisa meningkat dengan cukup berarti tanpa harus banyak
merubah outputnya. Selain itu tambahan
output tersebut bisa dimanfaatkan sebagi pertimbangan dalam penentuan
positioning.
Ketiga,
dengan mengetahui bahwa efisiensi yang dicapai suatu produk ternyata masih
dibawah 100 % , maka pihak manajemen perusahaan bisa mengoreksi diri dengan
mempertanyakan mengapa merk lain mampu
memberi lebih banyak jenis maupun kandungan output dengan harga yang relatif
lebih murah. Pertanyaan ini mengharuskan
pihak manajemen untuk meneliti dan mengevaluasi biaya - biaya yang telah
dikeluarkan dalam rangka memproduksi produk tersebut. Bila ternyata penyebabnya adalah karena
adanya pemborosan dalam biaya produksi maka perlu diadakan perbaikan - perbaikan
yang mengarah pada penghematan biaya agar dapat berproduksi dengan biaya lebih
rendah dengan hasil sama atau lebih baik.
Kalau ternyata pemborosan itu terjadi karena belum tercapainya skala
produksi yang ekonomis, maka setelah produk tersebut ditingkatkan efisiensinya
(termasuk kemungkinan mengganti tekhnologi yang ada) selanjutnya menjadi tugas
bagian marketing agar mampu meningkatkan omzet penjualan supaya mampu menacapai
skala ekonomis yang dimaksud.
Selain itu bagi produsen yang ingin
mengeluarkan susu bubuk merk baru, bisa mengacu kepada peringkat efisiensi
hasil DEA ini. Produsen dapat memilih
positioning merk baru tersebut. Misalnya sama dengan benchmarking, diatas
benchmarking, atau dibawah benchmarking.
Implikasi berikutnya yang walaupun
tidak secara langsung terkait dengan hasil penelitian ini adalah perlunya bagi
pemasar untuk melakukan dukungan melalui strategi promosi. Karena betapapun berkualitasnya suatu produk
bila konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk tersebut
akan berguna maka konsumen tidak akan pernah membelinya. Hal ini sesuai dengan hakekat dari promosi
yang merupakan suatu bentuk komunikasi pemasaran yang bertujuan untuk
menyebarkan informasi, membujuk / mempengaruhi, dan atau mengingatkan pasar sasaran
agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan
perusahaan (Tjiptono, 1998).
Untuk produk susu bubuk yang
mempunyai konsumen dalam jumlah besar dan tersebar luas maka strategi promosi
yang paling tepat adalah dengan menggunakan strategi mass selling yaitu menyampaikan informasi melalui media komunikasi
terutama menggunakan iklan, baik berupa iklan cetak maupun siaran seperti radio
dan televisi. Karena analisis DEA merupakan analisis efisiensi secara
relatif maka isi dari iklan tersebut lebih tepat bila mengkomunikasikan
positioning tentang kelebihan / keunggulan suatu produk dibandingkan dengan
produk pesaing (comparative advertising). Dengan demikian dapat diharapkan bahwa
positioning yang diinginkan semakin tertancap dibenak konsumen.
Bagi produk yang belum mencapai
efisiensi 100 % yang disebabkan oleh karena adanya biaya – biaya yang terlalu
tinggi, maka bila dapat mengatasi hal ini (mampu menekan jumlah biaya – biaya
tersebut) hingga berhasil mencapai efisiensi 100 %, bisa memilih alternatif
untuk tidak menurunkan harga jualnya tetapi menggunakan kelebihan dana tersebut
dengan menerapkan strategi promosi penjualan seperti pemberian hadiah langsung
atau undian. Strategi ini digunakan sebagai tambahan strategi yang
mendampingi strategi iklan seperti tersebut sebelumnya. Tujuannya adalah agar dapat menarik minat konsumen sehingga
bersedia berpindah merk sebagai langkah awal menuju timbulnya loyalitas
konsumen.
Implikasi dari hasil pengujian
hipotesa adalah, bahwa walaupun sudah dibuktikan dengan pengujian hipotesa
tentang adanya korelasi berlawanan arah antara harga jual dengan tingkat
efisiensi, yang berarti bahwa setiap peningkatan efisiensi akan terjadi
bersamaan dengan menurunnya harga jual, akan tetapi karena besarnya hanya -0,3
cukup jauh dibawah -1 maka hal ini menunjukkan indikasi bahwa memang ada produsen yang
menggunakan strategi harga prestige pricing, strategi harga ekonomis palsu,
strategi harga terlalu mahal, atau bahkan strategi harga penipuan. Sebab seandainya produsen menggunakan
strategi harga yang sesuai dengan kualitas yang tercermin dari tingkat
efiseinsi harga yang mencapai 100 % maka koefisien korelasi akan mendekati
nilai -1 (misalnya -0,9). Hal ini terbukti dengan banyaknya jumlah susu
bubuk yang tidak efisien yang mencapai 17 merk dari 75 merk yang diteliti (
22,7 % ). Sehingga konsumen perlu
berhati – hati dalam memilih susu bubuk yang akan dibeli agar tidak keliru
memilih yang tidak efisien atau terkena perangkap strategi harga yang tidak
sesuai dengan kualitas produk yang didapatkan.
Dengan memanfaatkan implikasi hasil
penelitian ini maka konsumen akan mendapat informasi yang sangat membantu dalam
menentukan pilihan susu bubuk yang akan dibeli, sebab penelitian ini
merekomendasikan agar susu bubuk yang menjadi benchmarking yang sebaiknya
dibeli konsumen karena merk tersebut memberikan harga yang sesuai dengan output
yang didapat oleh konsumen. Kecuali bila konsumen menginginkan jenis output
tertentu yang ternyata hanya terdapat disalah satu merk susu bubuk saja.
Misalnya, untuk kategori 0 sampai 6 bulan, konsumen menginginkan yang
mengandung DHA, karena hanya ada 2 merk yang mengandung DHA, yaitu Bebelac 1
dengan efisiensi 100 % dan Bebelac EC dengan efisiensi 94,03 % , maka konsumen
bisa memilih Bebelac EC yang walaupun bukan benchmarking tetapi tingkat efisiensinya telah mencapai
100 % . Pemberian
informasi tentang tingkat efisiensi berbagai merk susu bubuk ini sangat
bermanfaat sekali bagi konsumen mengingat hasil penelitian Irianto (1997) menyebutkan
bahwa 80 % responden mengaku bahwa sebelum melakukan pembelian untuk pertama
kali, responden membandingkan susu formula dari berbagai merk dengan jumlah
yang dibandingkan berkisar 2 sampai 4 merk.
Sedang komponen yang dibandingkan adalah kandungan gizi, vitamin, rasa
susu dan harga susu. Dengan demikian
bila informasi tentang tingkat efisiensi sudah disediakan maka konsumen
tentunya akan sangat terbantu dalam memilih susu bubuk yang akan dibeli.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang
telah diuraikan dapat disimpulkan beberapa hal pokok sebagai berikut :
1. Susu bubuk yang dievaluasi ada
75 jenis yang terbagi dalam 8 kategori.
Hasil analisis efisiensi relatif dengan metode DEA membuktikan bahwa
tidak semua merk susu yang beredar mempunyai eisiensi 100 % karena ternyata
terdapat 17 merk atau 22,67 % yang tidak efisien.
2. Susu bubuk yang dapat
dijadikan benchmarking untuk setiap kategori adalah sebagai berikut :Morinaga
BMG, Sobee Plus, Vita Plus, Susu Bendera Madu, Sustagen Kid dan Sustagen
School, Susu Bendera 456, Sustacal, dan Prenagen.
3. Dari uji hipotesis terbukti bahwa ada korelasi antara harga dengan tingkat
efisiensi walaupun tidak terlalu kuat, yaitu hanya sebesar -0,3, yang
mengindikasikan adanya penggunaan strategi harga oleh produsen yang tidak
sesuai dengan kualitas yang diberikan kepada konsumen.
Saran-saran
1. Bagi produsen atau pemasar
bisa menggunakan hasil analisis efisiensi untuk menentukan positioning harga
produk susu bubuk maupun untuk produk - produk lainnya yang dievaluasi dengan
metode DEA.
2. Disarankan juga bagi produsen
yang menghasilkan produk susu bubuk yang belum efisien untuk merubah input dan
output produk tersebut dengan mengacu pada hasil analisis DEA untuk
meningkatkan efisiensi dipadukan dengan strategi promosi yang tepat.
3. Saran bagi konsumen adalah
agar memilih susu bubuk yang menjadi benchmarking, karena produk tersebut
memberikan jenis vitamin dan mineral yang terbanyak dengan harga yang efisien.
4. Bagi peneliti berikutnya
disarankan untuk mengambil wilayah penelitian yang berupa kota besar seperti
Jakarta, Surabaya, atau kota besar lainnya sehingga jumlah susu bubuk yang
diteliti bisa lebih banyak dan bisa dianggap mewakili populasi seluruh
Indonesia sehingga tingkat efisiensi hasil analisa akan berlaku nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Tim, A Data Envelopment
Analysis (DEA) Home Page, DEA WWW page.Ali Emrouznejad’s DEA Home Page
Charnes, A., Cooper, W.W., and Rhodes, E,
1978. Measuring the Efficiency of
Decision Making Units, European Journal of Operational research, Vol. 2, 429 –
444. Dalam Nugroho, Sahid Susilo, 1995.
Analisis DEA dan Pengukuran Efisiensi Merk, Jurnal Kelola / 8 / IV , 43 – 52, Yogyakarta
Dyson,R.G.,Thanassoulis,E., and
Boussofiane, A., 1990. A DEA (Data
Envelopment Analysis) Tutorial , http:
// www. deazone.Com / books / indeks. htm.
Emrouznejad, Ali and Thanassoulis,
Emmanuel, 1996. Warwick Windows DEA
User’s Guide, Warwick Business School University of Warwick, United Kingdom
Kotler,
Philip, 1998. Manajemen Pemasaran,
Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol, Edisi 9,
PT. Prenhallindo, Jakarta.
Liu, Wen Bin, 1998. Data
Envelopment Analysis,
HomePage,mailto:mankin@free.fr?subject=DEA
Malhotra, Naresh K., 1996. Marketing Research – An Applied Orientation,
2nd Ed., Prentice-Hall, Inc.,
New Jersey.
Mingo, D. Edward, 1988. The Fine Art of Positioning. Journal of Business Strategy, Maret / April,
hal. 34. Dalam Cravens, David W., 1999. Pemasaran Strategis. Edisi ke-4 , jilid 1 hal. 274. Erlangga, Jakarta.
Nugroho, Sahid Susilo, 1995. Analisis DEA dan Pengukuran Efisiensi Merk,
Jurnal Kelola / 8 / IV , 43 – 52, Yogyakarta.
Nugroho, Sahid Susilo, 1997.
Efisiensi Merk dan Uji Konsep Mobil Nasional Timor, Jurnal Kelola No 15 / VI
, 38 –55, Yogjakarta.
Trick, Michael A, 1996. Data
Envelopment Analysis for Consultants, dea.htm Mon Nov 11 15:33:53 EST
Olah Data Envelopment Analysis (DEA) Dengan DEAP 2.1 Dan Warwick DEA (WDEA)
BalasHapusSalah satu metode evaluasi yang paling popular untuk mengukur kriteria efisiensi adalah DEA atau data envelopment analysis.
Data Envelopment Analysis (DEA) sebagai Metode Pengukuran Efisiensi
Terima Olah Data Envelopment Analysis (DEA) Menggunakan
WINDEAP (DEAP 2.1 For Windows) Dan WDEA (Warwick DEA)
Olah Data Semarang (Timbul Widodo)
WhatsApp : 085227746673
PIN BB : D04EBECB
IG : @olahdatasemarang