Oleh
H Muhammad Zilal Hamzah | Selasa, 7 Januari 2014 | 6:07
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2013 telah mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia juga menurun. Beberapa indikator perekonomian
lainnya juga ikut terkoreksi, termasuk nilai tukar rupiah.Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi dan perbankan syariah di dunia, dan di Indonesia khususnya, pada 2013 masih terus meningkat. Di Indonesia sendiri, hal itu ditunjukkan dengan peningkatan jumlah kantor bank sebesar 8% dibandingkan tahun 2012. Sementara itu, dari sisi penetrasi total aset perbankan syariah, terjadi peningkatan yang luar biasa di sejumlah negara: Malaysia 200%, Uni Emirat Arab dan Qatar (100%), dan Indonesia 55%.
Tapi, masih ada sejumlah pertanyaan besar bagi kita, yakni: (1) sudah meningkatkah pemahaman masyarakat kita terhadap produk perbankan syariah, (2) apakah bank syariah telah beroperasi benarbenar sesuai syariah dan berbeda dengan transaksi konvensional, (3) apakah kegiatan perbankan syariah telah terkait langsung dengan sektor riil, baik ritel, korporasi, maupun pemerintah?
Pertanyaan yang juga tak kalah pentingnya adalah, apakah praktik perbankan syariah di Indonesia sudah mampu meningkatkan kesejahteraan umat?
Sejumlah Permasalahan Dari sisi pengembangan keilmuan perbankan syariah, sudah banyak perguruan tinggi Islam yang terlibat. Juga telah banyak program studi maupun konsentrasikonsentrasi ekonomi Islam yang dimunculkan. Bahkan Universitas Indonesia, sebuah universitas negeri tertua dan terbesar di Indonesia, pun telah memunculkan program Studi Ekonomi Islam. Telah banyak teori-teori yang muncul untuk keberhasilan tujuan dari pembangunan ekonomi islam ini di Indonesia.
Berbagai riset juga telah dilakukan, baik dalam skala lokal, nasional, maupun internasional. Baik dalam lingkungan murni akademisi maupun kerja sama antara akademisi dan dunia usaha. Sayangnya, kalau merujuk kepada jumlah peneliti yang ada, Indonesia sangat tertinggal dari negara-negara Islam lainnya. Begitu pula dari hasil, penelitian-penelitian yang dilakukan masih sangat sedikit, tidak terurut, dan tidak terkoordinasi dengan sektor rilnya.
Bagaimana ekonomi dan perbankan syariah bisa tumbuh bagus kalau penelitian tidak menjadi salah satu titik perhatian?
Dari sisi aplikasi atau aspek ril sektornya, masih ada yang kurang. Dibandingkan dengan tahun 2012, pada 2013 ini pertumbuhan institusi perbankan syariah mulai stagnan. Tidak terdapat perkembangan jumlah bank usaha syariah (masih 11 buah BUS); unit usaha syariah (masih 24 buah UUS). Hanya terdapat tambahan sebanyak satu unit lembaga keuangan mikro syariah dari 158 pada 2012 menjadi 159 pada 2013 ini).
Hal ini menunjukkan bahwa memang terjadi perlambatan pertumbuhan di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain. Kita jauh tertinggal dibandingkan dengan Malaysia, UEA, dan Bahrain.
Sebagaimana dengan tatanan teorinya, terdapat juga ketimpangan-ketimpangan dalam aspek riilnya. Pertumbuhan institusi-institusi keuangan syariah di Indonesia terbukti kalah cepat dibandingkan dengan negara-negara lain. Dengan jumlah penduduk muslim yang relatif lebih sedikit, persentase jumlah institusi keuangan syariah di Malaysia, UEA dan Bahrain maupun negara-negara di kawasan Timur Tengah lainnya, jauh lebih tinggi. Pertumbuhan institusi terkait lainnya, seperti pegadaian, asuransi, atau bursa keuangan Islam, juga sangat lambat dan tidak mendapat perhatian sama sekali.
Masih tertanam kuat dalam pandangan masyarakat seolah-olah keuangan syariah itu hanya perbankan syariah. Dengan demikian keterkaitan antara institusi-institusi ini menjadi lemah dan selanjutnya tidak dapat diharapkan dampak ikutannya yang sesungguhnya sangat berguna bagi masyarakat.
Ketersediaan sumber daya manusia yang sangat terbatas, baik dari sisi jumlah maupun kualitas, adalah permasalahan klasik yang ada di Indonesia. Sumber daya yang berlatar pendidikan syariah yang kuat masih sangat kurang di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari masih sedikitnya institusiinstusi pendidikan syariah yang muncul. Sulitnya izin pendirian, mahalnya biaya yang mesti dikeluarkan,serta kurangnya beasiswa dalam bidang ini, menjadi kendala dalam mempersiapkan sumber daya manusia islami yang dibutuhkan.
Komitmen Pemerintah
Guna tercapainya kondisi yang diinginkan, yaitu perekonomian dan keuangan Islam Indonesia yang kuat, serta terciptanya kesejahteraan umat Islam Indonesia, maka perlu dilakukan beberapa hal. Pertama, perlu adanya keseriusan para praktisi atau dunia usaha, baik secara mandiri ataupun melibatkan akademisi, untuk mendapatkan hasil-hasil riset yang baik dan sinkron dengan keperluan dunia usaha. Dunia usaha juga harus lebih meningkatkanservice qualitynya kepada nasabah; baik nasabah muslim maupun nasabah yang nonmuslim, agar mereka bersedia menjadi bagian dari kegiatan ekonomi Islam.
Kedua, pemerintah harus menunjukkan komitmen yang tinggi untuk memajukan terus ekonomi Islam di Indonesia. Pemerintah harus secara terus menerus mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang telah dibuat, apakah masih relevan atau sudah tidak lagi. Pemerintah juga harus mengambil peran dalam penciptaan sumber daya manusia yang islami, baik melalui institusi pendidikan negeri maupun swasta, dengan memberikan kemudahan dalam izin maupun alokasi dana pendidikan.
Pemerintah juga sudah semestinya membantu Institusi keuangan syariah dengan menempatkan dana-dana tertentu seperti dana haji yang jumlahnya mencapai Rp 11 rriliun atau merealisasikan pembentukan bank BUMN syariah. Selama ini, peran pemerintah Indonesia memang belum maksimal dibandingkan misalnya dengan Pemerintah Malaysia.
Untuk itu, pemerintah harus menunjukkan komitmen yang tinggi untuk memajukan terus ekonomi Islam di Indonesia seperti membuatkan aturan-aturan dan sebagainya; menjaga dan membuatkan regulasi yang jelas antara pemangku-pemangku kepentingan seperti Dewan Syariah Nasional (DSN), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Masyarakat Ekonomi islam (MES) ataupun Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), dalam menjalankan perannya masing-masing – dan tentunya harus terintegrasi.
Ketiga, dari aspek Islam yang rahmatan lil alamin, maka umat beragama islam, sebagai khalifah Allah, haruslah selalu fitrah. Ini artinya, apa-apa yang kita kejakan haruslah mempunyai maslahah kepada seluruh umat islam, bukan hanya kepada pribadi dan keluarga saja. Dengan tujuan utama sekarang tidak lagi semata-mata hanya pertumbuhan yang tinggi, maka arahnya harus kepada kemakmuran dan pemerataan.
Dengan kayakinan bahwa sumber daya duniawi ini hanyalah sebuah titipan dan manusia harus mempertanggung jawabkan titipan ini di hari kebangkitan, maka tidak akan terjadi praktik-praktik yang melawan ajaran agama, seperti kezaliman, kerakusan, yang berujung kepada korupsi, kebiasaan menimbun harta (iktinaz), pelit (syuh), atupun penindasan (zhulm).
Bila langkah-langkah solusi di atas dijalani dengan komitmen tinggi, kita akan dengan senang hati menyaksikan ekonomi Islam yang tumbuh dan semakin berkembang baik pada 2014 ini.