Senin, 14 Mei 2012

Efisiensi


PENGUKURAN EFISIENSI HARGA
DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) SEBAGAI PERTIMBANGAN DALAM MENENTUKAN
POSITIONING HARGA SUSU BUBUK
THE MEASURING OF PRICE EFFICIENCY BY DATA
ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)  AS CONSIDERATION IN DETERMINING

THE PRICE POSITIONING OF MILK POWDER


M. RIZA FIRDAUS
Fakultas Ekonomi, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
Fatchur Rohman
Fakultas Ekonomi Unibraw Malang
Djumilah Zain
Fakultas Ekonomi Unibraw Malang

ABSTRACT

     Due to the lack of consumers’ knowledge about the product attribute, there is an assumption that expensive products have better quality than the cheaper ones. This assumption is not always appropriate since companies’ strategies intentionally determine the selling price of the products higher than their qualities so that the price of the products becomes inefficient.
     The research was aimed at measuring the relative efficiency level of the milk powder products and determining their benchmarking.  The analysis used is the application of the linear programming namely Data Envelopment Analysis (DEA) which ~ compared with other methods ~ has some strengths in measuring the relative efficiency level of the multiple input and output as well.  The next step is to measure the coefficient of the correlation between the efficiency level maintained by DEA result and the selling price of the products. This is done to prove that there is a correlation between the two variables.
     As many as 75 trademarks of milk powder in Hero supermarket in Banjarmasin are taken as samples and are divided into 8 categories. The result of the research shows that 22,67% or 17 of 75 trademarks of milk powder passed around in Banjarmasin are proved to be inefficient due to the efficiency level between 44,41% to 98,84% only. The result of the hypothesis analysis shows that there is a less strong correlation (r= -0,301) between the efficiency level and the selling price of the products.
      The implication of the research proves that there are producers of milk powder products, who determine the selling price of those products higher than their qualities (the price is inefficient). Besides, the result of the research is advantageous to decide the products positioning.

Keywords : Tingkat Efisiensi relatif, Linear Programming, DEA, Korelasi, Benchmarking, Positioning


PENDAHULUAN

Susu sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, maka banyak produsen yang menangkap peluang ini dengan membuat berbagai produk berupa susu olahan, baik yang berupa bubuk, cair maupun kental manis. Yang dikemas dalam kaleng, karton, maupun botol plastik.  Berbagai macam merk susu saat ini beredar di pasaran yang ditujukan kepada semua tingkatan umur mulai dari bayi,  sampai orang yang telah berusia lanjut.  Ditambah lagi dengan kondisi sekarang dimana banyak wanita yang bekerja diluar rumah sehingga menyebabkan susu formula banyak dicari sebagai pengganti atau pendamping air susu ibu (ASI) untuk bayi.
Sebagai akibat dari semakin meningkatnya peluang usaha disektor susu ini maka semakin banyak pula merk - merk susu yang terdapat di kios - kios, maupun super market.  Disatu sisi hal ini memberikan keuntungan kepada konsumen karena mempunyai banyak pilihan dalam menentukan merk susu yang akan dibeli.  Tetapi di sisi lain juga menyebabkan kebingungan karena banyaknya pilihan merk tersebut.  Apalagi dimasa krisis ekonomi sekarang ini, di mana harga barang barang semuanya mengalami kenaikan sampai dua atau tiga kali lipat dibanding sebelum krisis tahun 1997, sedangkan penghasilan hanya meningkat sedikit dan kurang sebanding dengan peningkatan harga barang.  Kebingungan ini tercermin manakala konsumen harus memilih apakah membeli susu dengan harga murah dengan resiko kurang kualitasnya tapi terjangkau kantong atau membeli susu yang mahal dengan harapan kualitasnya tinggi tapi dengan konsekuensi mengurangi anggaran belanja lainnya.   Apalagi kalau ternyata harga yang mahal bukanlah jaminan bahwa barang tersebut berkualitas baik, karena secara teoritis, memang terdapat adanya produsen yang sengaja menetapkan harga jual yang mahal sebagai suatu strategi pemasaran. 
Untuk mencegah kerugian, konsumen dalam menentukan pilihannya tentu  akan  sangat terbantu bila ada informasi mengenai merk susu yang harganya efisien, dalam artian harga yang relatif murah tapi mampu memberikan produk yang berkualitas sama baiknya atau lebih baik dibanding produk yang berharga lebih mahal. 
Nugroho (1995), mengemukakan bahwa selama ini dikenal dua bentuk analisis yang lazim digunakan untuk mengukur efisiensi yaitu analisis rasio dan analisis regresi.  Analisis rasio mengukur efisiensi dengan cara membandingkan antara input yang digunakan dengan output yang dihasilkan seperti persamaan berikut :
                                    Nilai Output
  Efisiensi    =                   
                                    Nilai Input                            

Dalam persamaan ini, efisiensi akan semakin besar bila nilai output tetap tetapi nilai input  semakin kecil.  Atau sebaliknya, dengan nilai input yang tetap tetapi nilai output yang dihasilkan semakin besar.  Begitu pula jika nilai input yang semakin kecil terjadi bersamaan dengan nilai output yang semakin besar.  Kelemahan  analisis  rasio terlihat pada kondisi di mana terdapat banyak input dan banyak output yang akan diperhitungkan. Karena bila dilakukan perhitungan secara serempak maka berkonsekuensi menimbulkan banyaknya perhitungan.  Sehingga seringkali interpretasi yang dilakukan menjadi tidak tegas (Silkman, 1986 dalam Nugroho, 1995). 
Sedangkan analisis regresi menyusun suatu model dari tingkat output tertentu sebagai fungsi dari berbagai tingkat input tertentu.  Seperti digambarkan dalam persamaan berikut :

Y = f (X1, X2, X3, …, Xn)

dimana : Y =  Output;  X1, X2, …, Xn  = Input ke-1, ke-2,…, ke-n.

 

Persamaan regresi akan menghasilkan estimasi hubungan yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat output yang dihasilkan oleh suatu unit pada tingkat input tertentu.  Unit tersebut akan dinilai efisien bila mampu menghasilkan jumlah output yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah output hasil estimasi.  Sebagaimana dalam analisis rasio, analisis regresi juga tidak mampu mengatasi kondisi di mana terdapat banyak jenis output dan  jenis inputnya.     Karena hanya satu indikator yang bisa ditampung  dalam sebuah persamaan regresi.  Bila dilakukan penggabungan banyak output / input dalam satu indikator, maka informasi yang dihasilkan menjadi tidak rinci lagi (Silkman, 1986 dalam Nugroho, 1995). 

Berbeda dengan dua alat analisis di atas,  Data Envelopment Analysis, (DEA) didesain secara  spesifik untuk mengukur efisiensi relatif suatu unit dalam kondisi terdapat banyak input maupun output, yang biasanya sulit diatasi secara sempurna oleh tekhnik analisis pengukuran efisiensi lainnya (Silkman, 1986 dalam Nugroho, 1995).  Metode ini menggunakan tekhnik linear programming dalam mengukur sekumpulan efisiensi relatif.  Banyak hal yang dapat diukur oleh metode ini misalnya efisiensi relatif diantara sekumpulan perusahaan, divisi, unit - unit operasi, demikian juga harga suatu produk / merk. 

Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapakah tingkat efisiensi masing – masing merk susu bubuk yang dievaluasi.  Namun   sebelum   mengukur   efisiensi   harga susu, dari sekian banyak merk susu yang ada di pasaran akan diadakan pengelompokkan berdasarkan kegunaannya, misalnya susu untuk bayi dari umur 0 sampai 6 bulan, 6 bulan keatas sampai 1 tahun, 1 sampai 3 tahun, 3 tahun keatas, untuk dewasa, serta untuk ibu hamil dan menyusui.  Selain itu merk - merk tersebut juga akan dikelompokkan berdasarkan karakteristik khasnya misalnya susu yang tidak mengandung lemak, susu yang mengandung nutrisi otak, susu berkalsium tinggi, dan sebagainya. 
Berdasarkan uraian dalam pendahuluan dan pengelompokkan susu bubuk di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1.  Untuk mengetahui tingkat efisiensi relatif dari harga masing - masing anggota kelompok susu.
2.  Untuk  mengetahui  harga  merk  susu  yang paling tinggi efisiensi relatifnya sehingga dapat dijadikan sebagai benchmarking / patok duga.
3.   Untuk mengetahui adanya korelasi antara harga  jual dengan tingkat efisiensi harga produk.


KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Nugroho (1995), dengan beberapa perbedaan seperti : lokasi penelitian, penambahan jumlah output yang diteliti, penambahan jumlah sampel, dan perbedaan kategori berdasarkan karakteristik khas yang dimiliki produk.
Teori tentang harga dan positioning yang dibahas disini adalah menurut Tjiptono (1998) dan menurut Kotler (1998). 
Tjiptono (1998), mengemukakan berbagai jenis strategi yang bisa diterapkan oleh perusahaan diantaranya yaitu metode Penetapan Harga Berbasis Permintaan, yang berupa :
1.     Skimming Pricing
Strategi ini diterapkan dengan jalan menetapkan harga tinggi bagi suatu produk baru atau inovatif selama tahap perkenalan, kemudian menurunkan harga tersebut pada saat persaingan mulai ketat.
2)   Penetration Pricing
Dalam strategi ini perusahaan berusaha memperkenalkan produk baru dengan harga rendah dengan harapan memperoleh volume penjualan yang besar dalam waktu relatif singkat.
3)   Prestige Pricing
Strategi ini menetapkan tingkat harga yang tinggi agar konsumen yang sangat perduli dengan statusnya tertarik dengan produk dan kemudian membelinya.
4)   Price Lining
Strategi ini digunakan apabila perusahaan menjual produk lebih dari satu jenis.  Harga untuk lini produk tersebut bisa bervariasi dan ditetapkan pada tingkat harga tertentu yang berbeda.
5)   Odd - Even Pring
Strategi ini menetapkan harga yang besarnya mendekati jumlah genap tertentu.  Misalnya Rp. 9.975,-  ; Rp. 4.445,-
6)   Demand - Backward Pricing
Penetapan harga ini berdasarkan pada perkiraan besarnya tingkat harga  yang bersedia dibayar konsumen untuk produk yang relatif mahal.  Berdasarkan perkiraan tersebut perusahaan kemudian menentukan marjin yang harus dibayarkan kepada pengecer.  Setelah itu baru harga jual ditentukan.  Berdasarkan target harga tersebut, perusahaan kemudian menyesuaikan kualitas komponen - komponen produknya.
7)   Bundle Pricing
Strategi ini memberikan dua atau lebih produk dalam satu harga paket.
Kotler (1998), mengemukakan sembilan kemungkinan strategi harga – kualtias, seperti  terlihat dalam tabel 1.  Strategi penentuan posisi 4, 7 dan 8 mengenakan harga yang terlalu tinggi dibandingkan dengan kualitasnya.  Pelanggan akan merasa dirugikan  dan mungkin akan mengeluh atau menceritakan hal – hal buruk mengenai perusahaan atau produk tersebut.

Tabel 1 : Sembilan Strategi Harga-Kualitas

                                      
Harga
Tinggi
Menengah
Rendah
Kualitas Produk Tinggi
Strategi Premium
1
Strategi Nilai Tinggi      2
Strategi Nilai Super      3

Menengah
Strategi Terlalu Mahal     4
StrategiNi- lai Mene-ngah         5
Strategi Nilai Baik            6

Rendah
Strategi Penipuan
7
Strategi Ekonomis Palsu        8
Strategi Ekonomis
9
Sumber :   Kotler (1998), Manajemen Pemasaran - Analisis, Perencanaan, Implementasi & Kontrol
Strategi positioning merupakan strategi yang berusaha menciptakan diferensiasi yang unik dalam benak pelanggan sasaran, sehingga terbentuk citra (image) tentang merk atau produk yang lebih unggul dibandingkan merk / produk pesaing. Paling tidak ada tujuh pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan positioning, yaitu (Tjiptono, 1998) :
1.     Positioning berdasarkan atribut, ciri – ciri atau manfaat bagi pelanggan (attribute positioning), yaitu dengan jalan mengasosiasikan suatu produk dengan atribut tertentu, karakteristik khusus, atau dengan manfaat bagi pelanggan.  Sebagai contoh, kamera Nikon Zoom 300 QD digembar-gemborkan sebagai kamera terkecil didunia.
2.     Positioning berdasarkan harga dan kualitas (price and  quality  positioning ),   yaitu   positioning  yang
berusaha menciptakan kesan / citra berkualitas tinggi lewat harga tinggi atau menekankan harga murah sebagai indikator nilai.  Misalnya obat nyamuk semprot merk Hit yang memposisikan harga produknya melalui iklan : “Kalau nggak ada yang lebih baik dari Hit buat apa beli yang lebih mahal”.
3.     Positioning yang dilandasi aspek penggunaan atau aplikasi (use / application positioning), misalnya Energen diposisikan sebagai “Minuman makanan sehat”.
4.     Positioning berdasarkan pemakai produk (user positioning), yaitu mengaitkan produk dengan kepribadian atau tipe pemakai.
5.     Positioning berdasarkan kelas produk tertentu (product class positioning), misalnya permen kopiko yang diposisikan sebagai kopi dalam bentuk permen bukan permen rasa kopi.
6.     Positioning berkenaan dengan pesaing (competitor positioning), yaitu dikaitkan dengan posisi persaingan terhadap pesaing utama.
7.     Positioning berdasarkan manfaat (benefit positioning), misalnya shampoo three in one.

                Data Envelopment Analysis (DEA)
Dalam pendekatan DEA, unit yang diukur efisiensinya dibandingkan hanya dengan unit yang mempunyai efisiensi terbaik.  Selain itu DEA juga tidak memerlukan asumsi terhadap bentuk fungsionalnya seperti asumsi non multikolinearitas dan asumsi – asumsi lainnya (Liu, 1998).  Hal lainnya adalah bahwa efisiensi yang diukur bersifat tekhnis, bukan ekonomis.  Artinya DEA hanya memperhitungkan nilai absolut dari suatu variabel.  Satuan dasar pengukuran yang mencerminkan nilai ekonomis dari suatu variabel seperti satuan berat, panjang, isi, dan yang lainnya, tidak dipertimbangkan.  Oleh karenanya dimungkinkan suatu pola perhitungan kombinasi berbagai variabel dengan satuan yang berbeda – beda (Nugroho,1995). Trick (1996), mengemukakan beberapa kelebihan DEA, yaitu :
·  DEA tepat untuk model yang mempunyai banyak input dan output.
·  Fungsi persamaan / pertidaksamaan dari DEA tidak memerlukan asumsi yang berkaitan dengan input dan outputnya.
·  Unit yang diukur akan dibandingkan secara langsung dengan unit – unit yang dievaluasi.
·  Input dan output dapat mempunyai satuan yang berbeda 
Karena kelebihan yang dipunyai DEA inilah maka pendekatan ini menjadi alat ukur yang cukup handal dalam mengukur tingkat efisiensi suatu unit analisa. 
Dimasa sekarang ini pertimbangan kepuasan konsumen menjadi fokus utama dalam pemasaran maka produsen bisa memanfaatkan DEA ini untuk mengukur tingkat efisiensi relatif harga produk dipandang dari sisi harga jual dan komposisi atribut produk tersebut dibandingkan dengan produk pesaing.  Selain itu dari pendekatan DEA ini bisa juga diketahui merk mana yang paling efisien yang bisa dijadikan sebagai benchmarking (patok duga) yang dianggap paling menguntungkan bagi konsumen sehingga kosumen diharapkan merasa puas terhadap harga jual produk tersebut.  Setelah mengetahui tingkat efisiensi, produsen kemudian bisa menentukan positioning harga jual produk dibandingkan dengan harga jual dari pesaing atau dari benchmarking.  Produsen bisa memilih apakah menetapkan harga jual disekitar benchmarking, diatas benchmarking, atau dibawah benchmarking.
Pada DEA, efisiensi dinyatakan dalam rasio antara total output tertimbang dengan total input tertimbang  ( Dyson, et.al.,1990),  seperti berikut ini :
  
                   Total output tertimbang
Efsiensi  = 
                       Total input tetrimbang

Selanjutnya secara ekuivalen, program fraksional diatas ditransformasikan kedalam sebuah program linear biasa.  Kemudian permasalahan tersebut dipecahkan melalui metode simpleks untuk memperoleh solusi optimal bagi program linear yang bersangkutan.  Variabel keputusan dapat langsung dimasukkan kedalam linear program tanpa harus memiliki satuan yang sama.  Program linear ini dikenal dengan nama CCR-D / Charnes, Cooper, Rhodes - Dual, yaitu sebagai berikut :

                    n
Maksimumkan   q0 = S  Urj Yrj
                                r=1                        untuk j = 1,2,..n

Dengan constraint :
   
      n
(1) S  Vrj  Xrj  =  1  
     r=1

      n                    n
(2) S  Urj Yrk      -     S  Vrj  Xrk  £  0
       r=1                r=1                         
       untuk k = 1,2,..n
   
(3) Urj   , Vrj  ³  e  (e = Bilangan positif kecil yang lebih besar dari nol)

dimana : q 0= Score efisiensi relatif.  1= 100 % =  efisien ; Ur j = Timbangan output ke r unit j ;  Yrj =  Jumlah output ke r untuk unit j;  Vr j=  Timbangan input ke r untuk unit j;  Xrj =  Jumlah input ke r untuk unit j ;  Yrk=  Jumlah output ke r untuk unit k ; Xrk =  Jumlah input ke r untuk unit k’.

                Hipotesis
   Sudah dijelaskan pada landasan teoritis bahwa terdapat teori strategi harga yang menggunakan harga tinggi tanpa berdasarkan mutu produk, yaitu teori skimming pricing dan prestige pricing (Ciptono, 1998), serta teori strategi harga penipuan, strategi harga terlalu mahal dan strategi harga ekonomis palsu (Kotler 1998).  Selain teori tersebut, dalam penelitian Baskoro (2002) yang mengutip penelitian Blattberg  dan Winniewski (1989), Dodds, et. al. (1991), Kamakura dan Russel (1993), Milgrom dan Roberts (1986), dan Olson (1977) menyebutkan bahwa  “ Konsumen menggunakan harga sebagai isyarat dan indikator kualitas atau manfaat bagi suatu produk.  Merk dengan harga yang tinggi sering dirasakan memiliki kualitas yang lebih baik dan lebih tahan terhadap persaingan harga (misalnya potongan harga) dibandingkan merk dengan harga yang lebih rendah.  Karena itu harga secara positif berhubungan dengan persepsi kualitas”.  Tetapi penelitian  Al Ashari (2002), menyebutkan bahwa “Responden yang memberikan tanggapan positif atas harga dengan kualitas produk adalah sebanyak 26,3 % , sedangkan 73,7 % merasakan bahwa penetapan harga yang diberlakukan dibandingkan dengan kualitas produk tersebut adalah tidak memuaskan.  Hal ini menunjukkan bahwa konsumen merasa harga yang ditetapkan oleh perusahaan dibandingkan kualitasnya masih relatif mahal”.  Hal ini tidak akan terjadi bila suatu produk dapat mencapai tingkat efisiensi harga yang memuaskan (100 %) karena dengan dicapainya tingkat efisiensi tersebut, diharapkan harga jual produk akan lebih murah dan kualitas yang diberikan akan menjadi lebih baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga jual mempunyai arah yang berlawanan dengan tingkat efisiensi karena semakin tinggi tingkat efisiensi akan semakin memungkinkan bagi produsen untuk menurunkan harga jual produk. 
Dari penjelasan ini dibuatlah hipotesa sebagai berikut :
“ Diduga ada korelasi negatif antara harga jual dengan tingkat efisiensi harga produk ”.


METODE PENELITIAN

             Unit Analisa dan Sampel
Dalam penelitian ini unit yang akan dianalisa adalah produk susu bubuk yang dikelompokkan menjadi :
a.   Susu bubuk untuk bayi umur 0 - 6 bulan.
b.   Susu bubuk untuk bayi umur 6 bln. - 1 tahun.
c.   Susu bubuk untuk anak umur 1th. - 3 th yang mengandung nutrisi otak.
d.   Susu bubuk untuk anak umur 1 - 3 th., tinggi kalsium, rendah lemak, dan tinggi prtotein.
e.   Susu bubuk untuk anak umur 3 tahun keatas.
f.    Susu bubuk untuk anak 3 th. keatas, tinggi kalsium, rendah lemak, dan tinggi protein.
g.  Susu bubuk untuk ibu hamil dan menyusui
h  Susu bubuk untuk orang dewasa/19th. keatas.
Sampel yang digunakan adalah susu bubuk yang terdapat di Hero Supermarket Banjarmasin yang berjumlah 75 jenis. Hero Super Market dipilih secara purposive sampling karena merupakan satu - satunya super market terbesar yang berskala nasional yang ada di Banjarmasin, sehingga jumlah produk susu yang dijual di Hero boleh dikatakan sebagai yang paling lengkap di Banjarmasin. Atau dengan kata lain merupakan populasi dari produk susu di Banjarmasin.

                Input dan Output
   Sebagai input adalah harga sedangkan outputnya adalah seluruh kandungan vitamin dan mineral yang tertera pada kemasan karton atau kaleng susu bubuk tersebut,  yaitu antara lain :
·  Vitamin : A, B1, B2, B6, B12, D, D3, C, E, K.
·  Mineral : Na, Ca, Cl, Mn, Fe, Zn, Cu, I, Niacin, Asam folat, dan lain - lain.
·  Karakter khas: Nutrisi otak (omega3& 6, DHA), rendah lemak, tinggi kalsium, dan tinggi protein.

                Alat Analisis
   Alat analisis yang digunakan adalah Data Envelopment Analyis (DEA).  DEA digunakan untuk mengukur efisiensi harga relatif dari masing - masing merk susu yang diteliti, untuk mengetahui merk mana yang bisa dijadikan benchmarking karena memiliki efisiensi terbaik (100 %), dan untuk mengetahui berapa kontribusi efisiensi masing - masing output terhadap efisiensi keseluruhan. 
Rumus dasar dihalaman sebelumnya diaplikasikan kedalam operasional penelitian, sehingga menjadi :
Maksimumkan  :

q0=Uvit.Aj .Vit.Aj + Uvit.Bj . Vit.Bj + …. Seluruh kandungan susu bubuk merk j

 j=1,2,…semua merk susu yang dievaluasi

Dengan constraint :
(1)  Vharga j. Hargaj  =  1  
(2)  (Uvit.Aj . Vit.Ak + Uvit.Bj .Vit.Bk + … Seluruh output susu merk  k) (Vharga j . Hargak ) £  0
      k  = 1,2,… seluruh merk yang dievaluasi
(3)           Urj  ³  e            
(4) Vrj  ³   e

Keterangan :     
q0 =  Skor efisiensi relatif harga suatu merk susu (q = 1 = 100 % = efisien)
U vit.Aj    = Timbangan vit. A merk j
Vit.Aj   = Jumlah vit. A merk j          
Vit.Ak   = Jumlah vit. A merk k
Uvit.Bj      = Timbangan vit. B merk j
Vit.Bj   = Jumlah vit. B merk j          
Vit.Bk = Jumlah vit. B merk k
Vharga j = Timbangan harga susu merk j
Hargaj = Harga jual susu merk j                                  
Hargak     = Harga jual susu merk k
e           = Bilangan positif kecil (lebih besar dari 0)
               
Setelah skor efisiensi masing – masing produk dari analisis DEA diperoleh, hasil tersebut kemudian diuji korelasinya dengan harga jual.   Hal ini dilakukan untuk menguji hipotesa nol (Ho).  Langkah – langkah dalam pengujian hipotesa ini adalah sebagai berikut :
1.   Merumuskan hipotesa, yaitu :
  Ho =  Diduga tidak ada korelasi antara harga jual dengan tingkat efisiensi harga produk.
H1 = Diduga ada korelasi negatif antara harga jual dengan tingkat efisiensi harga produk.
2.   Menghitung koefisien korelasi antara tingkat efisiensi dengan harga jual.
3.   Menentukan arah pengujian.  Dalam hal ini karena sudah diketahui bahwa antara harga dengan tingkat efisiensi mempunyai arah berlawanan (negatif), maka uji yang dilakukan adalah uji satu sisi yaitu sisi kiri (negatif).        

                Definisi Operasional
   Definisi operasional dan pengukuran masing – masing variabel diatas adalah sebagai berikut :
·       Output adalah kandungan susu bubuk seperti vit. A, vit. B, Ca, Na, dan lain - lain serta diukur per 100 gr. sesuai dengan angka yang tertera pada kaleng / karton di kemasan masing – masing susu bubuk.
·       Input adalah  harga jual masing – masing merk susu bubuk.
·       Skore efisiensi relatif harga merk susu bubuk  ( q0 ) didapat dari hasil perhitungan. Bila         q = 1 ,  berarti tingkat efisiensi merk tersebut adalah  100%  atau  efisien.
·       Timbangan / bobot didapat dari proses iterasi program linear dengan cara constraint (1)    Vharga j. Hargaj  =  1   disubstitusikan ke masing – masing constraint (2) sehingga didapat nilai dari masing – masing timbangan.  Sebagai contoh :  Harga susu bubuk merk A = Rp. 10:000,-  maka nilai harga ini dimasukkan dalam constraint  (1),  sehingga menjadi :

V hrg j  X  harga j  = 1

Vj  X  10.000  =  1

Sehingga bobot input = Vj  =  1/10.000 

Nilai Vj = 1/10.000  ini kemudian disubstitusikan kedalam constraint (2) dan melalui proses iterasi program linear nilai timbangan output dapat diperoleh.
·       Susu bubuk yang efisien diartikan sebagai susu bubuk yang :  (1) mempunyai harga sama dengan merk lain tapi mempunyai kualitas yang lebih baik, atau  (2)  mempunyai kualitas yang sama dengan merk lain tapi harganya lebih murah:  atau  (3)  mempunyai harga yang lebih murah dari merk lain dan kualitasnya juga lebih baik.
Untuk mempermudah proses perhitungan digunakan software khusus bagi pendekatan DEA yaitu program Warwick


HASIL DAN PEMBAHASAN

Susu bubuk ini sebelum dianalisa dikelompokkan sesuai kategori usia yang mengkonsumsi susu bubuk tersebut, yaitu :
a.   Susu bubuk untuk bayi umur 0-6 bulan ada 14, yaitu : Bebelac1, Bebelac EC, Enfamil, LLM, Lactogen 1, Morinaga BMG,  NAN1, Nutrilon LA, Nutrilon Premium, Similac, Similac Adv., SGM1, S26 dan Vitalac 1.
b.   Susu bubuk untuk bayi umur 6-12 bulan ada 14, yaitu : Bebelac 2, Susu Bendera Coklat, Chilmil, Enfapro, Indomilk Full Cream, Lactogen2, NAN2, Nutrilon Follow On, Nutrilon Soya +, Nutrima, Promil, SGM2, Sobee Plus, dan Vitalac 2.
c. Susu bubuk untuk usia 1 - 3 tahun yang mengandung nutrisi otak, (omega 3 / asam linoleat, omega 6 / asam linolenat, omega 9, DHA) ada 11, yaitu : Susu Bendera Eye Q, Bebelac 3, Chilkid, Dancow Balita Madu +1, Delilac, Enfagrow, Milkmaid, Nestle Omega,   Nutrilon Step Up, SGM 3, dan Vita Plus.
d.   Susu bubuk untuk usia 1-3 tahun, tinggi kalsium, rendah lemak, dan tinggi protein, ada 13, yaitu : Andec Coklat, Andec 1 Madu, Andec Full Cream, Andec Instan, Susu Bendera Madu,   Calciskim, Calcimex, Nestle Calsium + Non Fat, Dancow Coklat, Dancow Full Cream,  Dancow Instant, Suprim, dan Sustagen Yunior.     
e.   Susu bubuk untuk usia 3 th. keatas, tinggi kalsium, rendah lemak, dan tinggi protein, ada 5, yaitu :  Andec 4+ Coklat,    Andec 4+ Vanila, Sustagen Kid, sustagen School, dan Protifar.
f.    Susu bubuk untuk usia 3 tahun keatas, terdiri dari 5 jenis, yaitu : Susu Bendera 456, Susu Bendera Full Cream, susu Bendera Instant, Dancow 6+, dan Dancow 3+.
g.   Susu bubuk untuk orang dewasa (19 th. keatas), ada 9,  yaitu : Anlene Gold, Anlene Rendah Laktosa, Anlene Rendah Lemak, Femafit, Produgen, Produgen Gold, Prolene, Stefit, dan Sustacal.
h.   Susu bubuk untuk ibu hamil dan menyusui, terdiri dari 4 jenis, yaitu :  Lactamil, Prenagen, Protifar Bunda, dan Sustagen Mama

Hasil penelitian untuk kedelapan kategori tersebut membuktikan bahwa ternyata hanya 2 kategori yang seluruh anggotanya memiliki efisiensi 100 % , yaitu kategori untuk umur 3 tahun keatas dan kategori untuk ibu hamil dan menyusui sedangkan 6 kategori lainnya mempunyai beberapa merk susu yang tidak efisien. Merk susu bubuk yang tidak efisien untuk seluruh kategori tersebut dapat dilihat pada     tabel 2. Ternyata bahwa tingkat efisiensi relatif masing – masng jenis susu bubuk yang tidak efisien bervariasi antara 44,41 % sampai dengan 98,84 % .  Hasil penelitian membuktikan bahwa dari 75 jenis susu bubuk yang diteliti terbukti ada 17 merk yang efisiensinya dibawah 100 % .
Untuk merk – merk yang tidak efisien, analsis DEA menyediakan acuan merk yang efisien yang terletak disekitar merk yang tidak efisien tersebut atau dengan kata lain merupakan merk dengan efisiensi 100 % yang mempunyai input dan output yang mirip dengan merk yang tidak efisien.  Merk efisien yang berada disekitar merk tidak efisien ini disebut dengan “Peer” (rekan terdekat). Seperti dapat dilihat dalam kolom ke - 4 pada tabel 2.  Angka didalam kurung menunjukkan besarnya posisi dari merk yang tidak efisien bila dibandingkan dengan merk yang efisien tersebut.
Pada tabel 2 tercantum bahwa Enfamil mempunyai rekan terdekat yang efisien sebanyak 4 merk yaitu Lactogen 1, NAN 1, SGM 1,dan Vitalac 1.  Bila dibandingakn dengan Lactogen 1 maka Enfamil hanya sebesar   65 % saja dari Lactogen 1.  Jadi seharusnya input bagi Enfamil yaitu harga jual yang efisien adalah 65 % dari harga Lactogen 1.  Demikian juga dengan output / kandungan vitamin dan mineral Enfamil.  Sebagai contoh, Enfamil akan efisien bila  Natrium  (Na)–Enfamil jumlahnya sebesar 65 % dari Na-Lactogen 1.   Dengan cara perhitungan yang sama seperti ini maka jumlah output yang lainnya juga dapat dihitung.
Perhitungan yang sama juga bisa dilakukan dengan peers Enfamil yang lain seperti NAN 1, SGM 1, dan Vitalac 1, yaitu bahwa Enfamil dapat mencapai efisiensi 100% bila input dan output Enfamil adalah sebesar 8,8 % dari NAN 1, atau sebesar 70,1 % dari SGM 1, arau sebesar 11,5 % dari Vitalac 1.
Sumber ketidakefisienan Enfamil dapat dilihat pada kolom ke-5 dan ke-6 (keterangan efisiensi). Dalam tabel tersebut terlihat bahwa dari seluruh output dan input yang diteliti, hanya 4 output yang efisien (100 %), yaitu Ferrum (Fe),  Mangan (Mn), Asam Alpha Linoleat, dan Taurin. Keempat output ini juga memberikan sumbangan efisiensi terbesar untuk Enfamil seperti terlihat pada kolom   ke-7 tabel 2 tentang sumber efisiensi terbesar. Sedangkan input dan output lainnya tidak ada yang efisien. 


   Tabel 2. Hasil Analisis Susu Bubuk Yang Tidak Efisien

Merk Susu Bubuk
Sumber efisiensi terbesar
Tingkat Efisiensi
Peers + Posisi
Keterangan efisiensi

Input
output
Enfamil
Fe (41,4 %), A.A.Lino. (6,94 %), Mn (6,34 %), Taurin (8,91 %)
62,58 %
Lactogen 1 (65 %), NAN 1(8,8 %), SGM 1 (70,1 %), Vitalac 1 (11,5 %) 
Tidak Efisien
4 efisien
L L M
Na (54,84  %), K (18,78 %)
73,62 %
Lactogen 1 (42,7 %), SGM 1 (50,8 %),
Tidak Efisien
2 efisien
S 26
Vit. E (89,07 %)
89,07 %
SGM 1 (24,9 %)
Tidak Efisien
1 efisien
Nutrilon Premium
B.Karoten (23,91 %), A.Folat (59,75 %)
91,87 %
SGM 1 (46,5 %), Lactogen 1 (15 %), Nutrilon LA (100 %)
Tidak Efisien
2 efisien
Bebelac EC
Vit.E (52,5 %), DHA(22,8%), A.A.Lino(8,82 %), Taurin(8,91 %)
94,03 %
Bebelac 1 (100 %)
Tidak Efisien
Semua efisien
Promil
Cu (44,41 %)
44,41 %
SGM 2 (133,3 %)
Tidak Efisien
1 efisien
Nutrilon Follow On
K(14,21 %),A. Lino.(43,19 %),B.Karoten(20,73 %)
78,13 %
Bebelac 2 (18,1 % ), Nutrima (77,8 %), SGM2 (20,1 %)
Tidak Efisien
3 efisien
Nutrilon Soya +
I(35,9 %), Vit. B12 (10,22 %), B.Karoten (34,32%)
80,44 %
Bebelac 2 (90 %), Lactogen 2 (17,4 % ), SGm 2 (49,9 %)
Tidak Efisien
3 efisien
N A N 2
Cu (31,47 %), A. Folat (58, 79 %)
90,26 %
Lactogen 2 (30,8 %), SGM 2 (190 %)
Tidak Efisien
2 efsien
Nutrilon Step Up
K (28,34%), Biotin (29,63 %)
57,97 %
Bendera Eye Q (37,3 %), SGM3 (71,4 %)
Tidak Efisien
2 efisien
Enfagrow
VitB12(44,04 %), Vit. K(14,124), Taurin(12,64%), DHA(1,45%)
72,37 %
Bendera eye Q(17,3 % ), Dancow BM +1(34,7 %), SGM3 (44,1 %), Vitaplus (50%)
Tidak Efisien
4 efisien
Delilac
K (37,33 %), Biotin (39,02%).
76,35 %
Bendera Eye Q (37,3 %), SGM3  (71,4 %)
Tidak Efisien
2 efisien
Milkmaid
Vit. B2 (90,81%)
90,81 %
SGM 3 (80 %)
Tidak Efisien
1 efisien
Bebelac 3
K (17,90%), Vit. D (32,31 %), DHA (48,18 %)
98,84 %
Bendera Eye Q (8,7 %), SGM3 (53 %), Vita Plus (116,7 %)
Tidak Efisien
3 efisien
Andec Coklat
P (29,15%), Mg (13,11 %), Niacin (28,81%),  Vit C (18,93 %)
96,11 %
Andec Ins (63,5 %), Calcimex (10,3%), Nestle Cal + NF (0,2 %), Dancow  Coklat (7 %)
Tidak Efisien
5 efisien
Protifar
Cl (34,82%), Ca (61,09 %)
95,91 %
Andec 4 Vanila (30,4%) Sustagen School (120 %)
Tidak Efisien
2 efisien
Anlene Rendah Laktosa
Mg (60,17%), Vit.C (5,69 %), Zn (20,65 %)
86,70 %
Produgen (100 %)

Tidak Efisien
Semua efisien
Sumber : Hasil Penelitian ,2002 (diolah)

Khlor (Cl) yang terdapat pada Nutrilon Premium misalnya, hanya mampu mencapai efisiensi sebesar 59,6 % sehingga harus ditingkatkan lagi sebesar 67,8 % agar tercapai target sebesar 528,6 mg dari aktual sebesar       315 mg ( tabel 3 ).   Demikian  pula  dengan  jenis susu bubuk yang tidak efisien lainnya, semua input tidak ada yang efisien dan hanya satu sampai lima output yang efisien, kecuali untuk Bebelac EC dan Anlene Rendah Laktosa yang semua outputnya efisien dan hanya inputnya saja yang tidak / kurang efisien
Informasi lainnya yang dapat diperoleh dari analisis DEA adalah informasi tentang jumlah input dan output yang harus dicapai agar dapat memperoleh efisiensi 100 % dengan tanpa mengacu pada peers.  Informasi ini bisa diperoleh dalam table of target values   (tabel 3) yang mencantumkan data input dan output aktual dibandingkan dengan input dan output target (yang seharusnya dimiliki agar tercapai efisiensi 100 % ), persentase input dan output aktual, serta persentase peningkatan yang diperlukan untuk mencapai efisiensi 100 % .  Sebagai contoh dapat dilihat bahwa harga Nutrilon Premium aktual adalah Rp. 38.695,- padahal agar efisien maka Nutrilon Premium seharusnya hanya dijual pada tingkat harga Rp. 35.550,- atau harus diturunkan sebesar 8,1 % dari harga semula.  Demikian pula untuk outputnya, misalnya,  Na aktual yang berjumlah 140 mg harus ditingkatkan sebesar  92,5 % agar tercapai target sebesar 269,5 mg.  Dengan cara yang sama akan didapatkan jumlah output – output lainnya.  Dapat disimpulkan  bahwa sumber ketidakefisienan Nutrilon Premium terletak pada harga jual (input) yang terlalu mahal dan dari sebagian besar output yang terlampau sedikit kandungan gizinya.

Tabel 3  Target Untuk Nutrilon Premium

Input/Out
put
Actual
Target
To Gain
Achieved
Harga
38.695
35.549,5
8,1 %
91,9 %
Na
140
269,5
92,5 %
51,9 %
K
525
717,6
36,7 %
73,2 %
Cl
315
528,6
67,8 %
59,6 %
Ca
420
685,7
63,3 %
61,2 %
Sumber : Hasil penelitian, 2002 diolah (sebagian)

Tabel 4.   Bobot Bebelac 1

Input/Output

Persentase
Bobot
Harga
100 %
0,00003
vitamin E
1,54 %
0,00187
Mn
1,54 %
0,00025
DHA
52,38 %
0,01496
Taurin
1,54 %
0,00050
Sumber : Hasil penelitian, 2002 diolah (sebagian)

Bebelac 1 yang efisiensinya 100 % bila dilihat pada tabel 4 ternyata memberi bobot paling besar pada output DHA yaitu sebesar 52,38 %  sedang output lainnya rata – rata diberi bobot 1,54 % .  Penekanan bobot pada DHA, bisa dipahami karena DHA merupakan karakteristik khas yang tidak semua jenis susu bubuk memilikinya.  Demikian juga dengan susu bubuk Merk lainnya rata – rata  memberi penekanan bobot pada output yang menjadi karakteristik khas produk tersebut, atau pada output hanya yang dimiliki oleh sebagian kecil merk saja.
Untuk memenuhi tujuan penelitian yang ke – 2 yaitu untuk menentukan susu bubuk yang dapat dijadikan benchmarking, secara umum dapat dilihat bahwa untuk jenis susu bubuk yang efisiensinya 100 % bisa dijadikan patok duga (benchmarking). Bagi yang efisiensinya masih dibawah 100 %, selain bisa mengacu ke merk yang efisiensinya 100 % juga bisa memilih benchmarking dengan melihat kepada peers masing – masing, tetapi bila mengacu ke peers, maka berarti sebagian besar ada penurunan baik harga maupun kandungan output yang cukup banyak sehingga bisa menurunkan image bagi produk itu sendiri.  Kecuali kalau penurunan itu hanya sedikit seperti Bebelac EC yang dapat menjadikan Bebelac 1 sebagai benchmarkingnya, karena Bebelac EC hanya perlu menurunkan harga dari Rp. 32.235,- menjadi Rp. 30.310,-.  Cara lain adalah dengan melihat pada jumlah output yang dimiliki oleh masing – masing susu bubuk yang efisien. Ternyata untuk kategori umur 0-6 bulan output terbanyak dimiliki oleh Morinaga BMG, sehingga merk ini bisa dijadikan sebagai benchmarking dengan alasan selain efisiensinya 100 % , Morinaga BMG juga memberikan jumlah output (vitamin dan mineral) yang paling banyak jenisnya yaitu 34 macam dibandingkan dengan merk efisien lainnya yang hanya memberikan output antara 29 sampai 32 jenis.  Jadi sesuai dengan konsep DEA yaitu membandingkan sekumpulan unit yang diteliti dengan unit yang paling baik diantara unit – unit tersebut.  Bila Morinaga BMG sanggup untuk memberikan 34 jenis output, logikanya merk lain juga harus sanggup melakukan hal ini, tapi ternyata merk lain tidak memberikan hal ini kepada konsumen, hanya Morinaga BMG yang melakukannya,  sehingga wajar  bila  Morinaga


Tabel 5.  Benchmarking Untuk Setiap Kategori susu bubuk

NO

Kategori Susu Bubuk

Jumlah Output
Benchmarking
1.
Umur 0 – 6 Bulan
34
Morinaga BMG
2.
Umur 6 – 12 Bulan
31
Sobee Plus
3.
Umur 1-3 th. + Nutrisi Otak
35
Vita Plus
4.
Umur 1-3 th., Rendah Kalsium, Tinggi Protein, dan Rendah Lemak
27
Susu Bendera Madu
5.
Umur 3th keatas, Tinggi Kalsium, Tinggi Protein, dan Rendah Lemak
26
26
Sustagen Kid & Sustagen School
6.
Umur 3 tahun keatas
29
Susu Bendera 456
7.
Dewasa / 19 th Keatas
25
Sustacal
8.
Ibu Hamil dan Menyusui
23
Prenagen
                          Sumber : Hasil Penelitian, 2002 (diolah )


BMG dijadikan benchmarking. Hasil selengkapnya  mengenai  benchmarking  dapat
dilihat pada tabel 5.
Pada tabel 5 nampak bahwa ada 2 benchmarking untuk kategori umur 3 tahun keatas, tinggi kalsium, tinggi protein, dan rendah lemak, yaitu  Sustagen Kid dan Sustagen School. Keduanya sama - sama memiliki 26 jenis output.  Tetapi ke -2 merk susu bubuk ini sebenarnya berbeda konsumennya.  Sustagen Kid untuk usia 3 tahun sampai 6 tahun, sedangkan Sustagen School untuk usia 6 tahun keatas.  Tetapi bila Sustagen School dikeluarkan dari  kategori  ini
maka hanya ada 2 merk susu bubuk yang ditujukan bagi usia 6 tahun keatas yaitu Sustagen School dan Dancow 6 + yang berbeda kategorinya, yaitu bukan kategori tinggi kalsium, rendah lemak dan tinggi protein.  Sehingga praktis hanya ada satu merk saja kalau Sustagen School dikeluarkan dari kategori ini.  Dengan demikian maka kedua merk tersebut bisa dijadikan benchmarking.   Untuk kategori usia 3 tahun sampai 6 tahun benchmarkingnya Sustagen Kid sedang untuk usia 6 tahun keatas benchmarkingnya Sustagen School

 Analisis Hasil Pengujian Hipotesis

Tabel 6 menunjukkan hasil pengukuran koefisien korelasi antara variabel harga dengan variabel tingkat efisiensi, yang dihitung dengan bantuan software SPSS versi 10.0. Pada tabel 6 terlihat bahwa koefisien korelasi (r) adalah sebesar -0,301 dan significant pada α = 5 % maupun 1 % .  Angka ini menunjukkan bahwa antara harga jual dengan tingkat efisiensi terdapat korelasi dengan arah yang berlawanan.  Artinya harga jual akan menurun bersamaan dengan meningkatnya    tingkat    efisiensi.    Besarnya korelasi sebesar -0,301 menunjukkan bahwa korelasi antara kedua variabel ini tidak begitu kuat sebab besarnya masih cukup jauh dibawah  -1, karena semakin mendekati  -1  maka tingkat korelasinya akan semakin kuat.

Tabel 6 Korelasi antara Harga dengan Tingkat Efisiensi

Harga
Efisiensi
Harga :    Pearson      Correlation               Sig.(1-tailed)                           N
1,000
-0,301**
0,004
75
Efisiensi : Pearson    Correlation
             Sig.(1-tailed)
                N
-,301**
0,004
75
1,000
**  =  Significant pada level 0,01

Setelah mendapatkan besarnya koefisien korelasi tersebut, maka t hitung dapat dicari dengan menggunakan rumus seperti yang telah dicantumkan dimuka.  Hasil perhitungan menunjukkan bahwa  harga mutlak t hitung adalah sebesar 8,516 dan angka ini jauh diatas t tabel  yang sebesar  1,67 untuk tingkat α  5 %  dan  2,39  untuk  tingkat  α 1 %.  Dengan demikian, karena t hitung  lebih besar dari  t tabel  maka Hipotesa  nol (Ho) ditolak dan H1 diterima.  Jadi dapat disimpulkan bahwa ada korelasi antara harga jual dengan tingkat efisiensi, yang besarnya 0,3 dan berlawanan arah.

Implikasi Hasil Penelitian
 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi produsen ataupun pemasar susu bubuk, bagi konsumen, dan bagi peneliti lainnya yang berniat melakukan penelitian secara lebih mendalam tentang efisiensi dengan metode DEA.
Bagi produsen maupun pemasar susu bubuk, dengan mengetahui tingkat efisiensi produk tersebut maka akan lebih mudah dalam menentukan langkah - langkah pemasaran yang akan digunakan dalam menjual produk terutama yang berkaitan dengan penentuan positioning harga.
Beberapa Implikasi yang terkait langsung dengan hasil penelitian ini : pertama,  bahwa hasil penelitian dapat digunakan untuk penentuan posisi (positioning) yang dihubungkan dengan harga produk.  Sebagai contoh, Morinaga BMG yang dijadikan benchmarking dalam kategori untuk usia 0 sampai 6 bulan, pemasar bisa memanfaatkan situasi ini dengan mengkomunikasikan kepada konsumen melalui promosi atau iklan bahwa Morinaga BMG adalah merupakan benchmarking dalam hal harga dan kualitas, karena selain terbukti efisien (dalam arti output yang diberikan kepada konsumen sebanding dengan harga yang dibayar oleh konsumen), Morinaga juga merupakan satu - satunya yang memberikan vitamin dan mineral yang paling banyak jenisnya dibanding merk lain. Jadi Morinaga BMG bisa memposisikan diri sebagai “Benchmarker of Price and Quality“ untuk kategori umur 0 sampai 6 bulan.
Bagi susu bubuk yang tidak menjadi benchmarking tapi sudah mencapai tingkat efisiensi 100 % bisa memposisikan diri sesuai dengan kelebihan yang dimiliki.  Misalnya SGM 1, yang memilki harga jual terendah bisa memposisikan diri sebagai “Leader of the Price“ untuk susu yang efisien.  Dalam promosinya SGM 1 bisa memberikan kalimat yang misalnya berbunyi : “ Kalau tidak ada yang lebih efisien dari SGM 1 buat apa melakukan pemborosan “.  Boleh dikatakan serupa dengan Hit yang mempromosikan  “ Kalau tak ada yang lebih baik dari Hit, buat apa beli yang lebih mahal “
Positioning berikutnya yang bisa digunakan adalah positioning berdasarkan atribut (atribute positioning) yaitu dengan jalan mengkomunikasikan satu atau beberapa atribut yang dimiliki oleh suatu merk tapi tidak dipunyai oleh merk lain atau yang menjadi karakteristik khas merk tersebut.  Contohnya adalah Similac maupun Similak Advance.  Ke - dua merk tersebut bisa memposisikan dirinya sebagai satu - satunya susu bubuk efisien yang mengandung Nukleotida, sodium, dan potasium, tentunya dengan keharusan untuk menjelaskan apa fungsi utama dari bahan - bahan tersebut melalui komunikasi yang tepat agar konsumen dapat memahami manfaat dari karakteristik khas yang dimiliki oleh merk tersebut.
Demikian juga untuk susu bubuk yang belum efisien, bila karena satu dan lain hal tidak memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi, maka bisa memposisikan diri dengan melihat keunggulan output yang dipunyai (atribute positioning).  Misalnya Bebelac EC yang walaupun tidak efisien tapi memiliki DHA yang tidak dipunyai oleh merk susu bubuk lainnya, sehingga baik Bebelac EC maupun Bebelac 1 bisa memposisikan diri sebagai “Susu bubuk yang sangat memperhatikan perkembangan otak bayi “, sebab merupakan satu - satunya susu bubuk dalam kategori ini yang mengandung DHA.
Kedua, bagi produsen yang efisiensi harga produk susu bubuknya kurang dari 100 % , bisa meningkatkan efisiensinya agar mencapai 100 %  dengan jalan menyesuaikan input dan output yang belum efisien dengan mengacu kepada table of target values (contohnya seperti dalam tabel 3).  Kalau tidak memungkinkan untuk menyesuaikan seluruh input dan output tersebut, maka bisa menyesuaikan beberapa output saja yang merupakan sumber efisiensi terbesar baik bagi merk sendiri maupun merk lain.  Sebagai contoh LLM yang efisiensinya hanya 73,62 % dan tidak memiliki keunggulan tersendiri, bisa menambahkan kandungan output  Na  dan  K  yang merupakan sumber efisiensi terbesar paada LLM.  Karena penambahan sedikit saja pada ke dua output tersebut bisa menyebabkan peningkatan efisiensi yang cukup besar.  Selain itu bisa juga dengan menambahkan output baru seperti DHA yang belum banyak dimiliki oleh merk - merk lain dan terbukti memberi kontribusi efisiensi sebesar 52,38 % untuk Bebelac 1 ,  atau bisa juga dengan menambahkan Sodium yang kontribusi efisiensinya mencapai 69,9 % untuk Similac.  Dengan demikian diharapkan tingkat efisiensi LLM bisa meningkat dengan cukup berarti tanpa harus banyak merubah outputnya.  Selain itu tambahan output tersebut bisa dimanfaatkan sebagi pertimbangan dalam penentuan positioning.
Ketiga, dengan mengetahui bahwa efisiensi yang dicapai suatu produk ternyata masih dibawah 100 % , maka pihak manajemen perusahaan bisa mengoreksi diri dengan mempertanyakan mengapa  merk lain mampu memberi lebih banyak jenis maupun kandungan output dengan harga yang relatif lebih murah.  Pertanyaan ini mengharuskan pihak manajemen untuk meneliti dan mengevaluasi biaya - biaya yang telah dikeluarkan dalam rangka memproduksi produk tersebut.  Bila ternyata penyebabnya adalah karena adanya pemborosan dalam biaya produksi maka perlu diadakan perbaikan - perbaikan yang mengarah pada penghematan biaya agar dapat berproduksi dengan biaya lebih rendah dengan hasil sama atau lebih baik.  Kalau ternyata pemborosan itu terjadi karena belum tercapainya skala produksi yang ekonomis, maka setelah produk tersebut ditingkatkan efisiensinya (termasuk kemungkinan mengganti tekhnologi yang ada) selanjutnya menjadi tugas bagian marketing agar mampu meningkatkan omzet penjualan supaya mampu menacapai skala ekonomis yang dimaksud.
Selain itu bagi produsen yang ingin mengeluarkan susu bubuk merk baru, bisa mengacu kepada peringkat efisiensi hasil DEA ini.  Produsen dapat memilih positioning merk baru tersebut. Misalnya sama dengan benchmarking, diatas benchmarking, atau dibawah benchmarking.
Implikasi berikutnya yang walaupun tidak secara langsung terkait dengan hasil penelitian ini adalah perlunya bagi pemasar untuk melakukan dukungan melalui strategi promosi.  Karena betapapun berkualitasnya suatu produk bila konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk tersebut akan berguna maka konsumen tidak akan pernah membelinya.  Hal ini sesuai dengan hakekat dari promosi yang merupakan suatu bentuk komunikasi pemasaran yang bertujuan untuk menyebarkan informasi, membujuk / mempengaruhi, dan atau mengingatkan pasar sasaran agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan (Tjiptono, 1998).
Untuk produk susu bubuk yang mempunyai konsumen dalam jumlah besar dan tersebar luas maka strategi promosi yang paling tepat adalah dengan menggunakan strategi mass selling yaitu menyampaikan informasi melalui media komunikasi terutama menggunakan iklan, baik berupa iklan cetak maupun siaran seperti radio dan televisi.  Karena analisis DEA merupakan analisis efisiensi secara relatif maka isi dari iklan tersebut lebih tepat bila mengkomunikasikan positioning tentang kelebihan / keunggulan suatu produk dibandingkan dengan produk pesaing (comparative advertising).  Dengan demikian dapat diharapkan bahwa positioning yang diinginkan semakin tertancap dibenak konsumen.
Bagi produk yang belum mencapai efisiensi 100 % yang disebabkan oleh karena adanya biaya – biaya yang terlalu tinggi, maka bila dapat mengatasi hal ini (mampu menekan jumlah biaya – biaya tersebut) hingga berhasil mencapai efisiensi 100 %, bisa memilih alternatif untuk tidak menurunkan harga jualnya tetapi menggunakan kelebihan dana tersebut dengan menerapkan strategi promosi penjualan seperti pemberian hadiah langsung atau undian.  Strategi  ini digunakan sebagai tambahan strategi yang mendampingi strategi iklan seperti tersebut sebelumnya.  Tujuannya adalah agar  dapat menarik minat konsumen sehingga bersedia berpindah merk sebagai langkah awal menuju timbulnya loyalitas konsumen.
Implikasi dari hasil pengujian hipotesa adalah, bahwa walaupun sudah dibuktikan dengan pengujian hipotesa tentang adanya korelasi berlawanan arah antara harga jual dengan tingkat efisiensi, yang berarti bahwa setiap peningkatan efisiensi akan terjadi bersamaan dengan menurunnya harga jual, akan tetapi karena besarnya hanya  -0,3  cukup jauh dibawah  -1  maka hal ini menunjukkan  indikasi bahwa memang ada produsen yang menggunakan strategi harga prestige pricing, strategi harga ekonomis palsu, strategi harga terlalu mahal, atau bahkan strategi harga penipuan.  Sebab seandainya produsen menggunakan strategi harga yang sesuai dengan kualitas yang tercermin dari tingkat efiseinsi harga yang mencapai 100 % maka koefisien korelasi akan mendekati nilai -1 (misalnya  -0,9).  Hal ini terbukti dengan banyaknya jumlah susu bubuk yang tidak efisien yang mencapai 17 merk dari 75 merk yang diteliti ( 22,7 % ).  Sehingga konsumen perlu berhati – hati dalam memilih susu bubuk yang akan dibeli agar tidak keliru memilih yang tidak efisien atau terkena perangkap strategi harga yang tidak sesuai dengan kualitas produk yang didapatkan.
Dengan memanfaatkan implikasi hasil penelitian ini maka konsumen akan mendapat informasi yang sangat membantu dalam menentukan pilihan susu bubuk yang akan dibeli, sebab penelitian ini merekomendasikan agar susu bubuk yang menjadi benchmarking yang sebaiknya dibeli konsumen karena merk tersebut memberikan harga yang sesuai dengan output yang didapat oleh konsumen. Kecuali bila konsumen menginginkan jenis output tertentu yang ternyata hanya terdapat disalah satu merk susu bubuk saja. Misalnya, untuk kategori 0 sampai 6 bulan, konsumen menginginkan yang mengandung DHA, karena hanya ada 2 merk yang mengandung DHA, yaitu Bebelac 1 dengan efisiensi 100 % dan Bebelac EC dengan efisiensi 94,03 % , maka konsumen bisa memilih Bebelac EC yang walaupun bukan benchmarking  tetapi tingkat efisiensinya telah mencapai 100 % .          Pemberian informasi tentang tingkat efisiensi berbagai merk susu bubuk ini sangat bermanfaat sekali bagi konsumen mengingat hasil penelitian Irianto (1997) menyebutkan bahwa 80 % responden mengaku bahwa sebelum melakukan pembelian untuk pertama kali, responden membandingkan susu formula dari berbagai merk dengan jumlah yang dibandingkan berkisar 2 sampai 4 merk.  Sedang komponen yang dibandingkan adalah kandungan gizi, vitamin, rasa susu dan harga susu.  Dengan demikian bila informasi tentang tingkat efisiensi sudah disediakan maka konsumen tentunya akan sangat terbantu dalam memilih susu bubuk yang akan dibeli.


KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan beberapa hal pokok sebagai berikut :
1.   Susu bubuk yang dievaluasi ada 75 jenis yang terbagi dalam 8 kategori.  Hasil analisis efisiensi relatif dengan metode DEA membuktikan bahwa tidak semua merk susu yang beredar mempunyai eisiensi 100 % karena ternyata terdapat 17 merk atau 22,67 % yang tidak efisien.
2.   Susu bubuk yang dapat dijadikan benchmarking untuk setiap kategori adalah sebagai berikut :Morinaga BMG, Sobee Plus, Vita Plus, Susu Bendera Madu, Sustagen Kid dan Sustagen School, Susu Bendera 456, Sustacal, dan Prenagen.
3.     Dari uji hipotesis terbukti bahwa ada    korelasi antara harga dengan tingkat efisiensi walaupun tidak terlalu kuat, yaitu hanya sebesar -0,3, yang mengindikasikan adanya penggunaan strategi harga oleh produsen yang tidak sesuai dengan kualitas yang diberikan kepada konsumen.

Saran-saran
1.   Bagi produsen atau pemasar bisa menggunakan hasil analisis efisiensi untuk menentukan positioning harga produk susu bubuk maupun untuk produk - produk lainnya yang dievaluasi dengan metode DEA.
2.   Disarankan juga bagi produsen yang menghasilkan produk susu bubuk yang belum efisien untuk merubah input dan output produk tersebut dengan mengacu pada hasil analisis DEA untuk meningkatkan efisiensi dipadukan dengan strategi promosi yang tepat.
3.   Saran bagi konsumen adalah agar memilih susu bubuk yang menjadi benchmarking, karena produk tersebut memberikan jenis vitamin dan mineral yang terbanyak dengan harga yang efisien.
4.   Bagi peneliti berikutnya disarankan untuk mengambil wilayah penelitian yang berupa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau kota besar lainnya sehingga jumlah susu bubuk yang diteliti bisa lebih banyak dan bisa dianggap mewakili populasi seluruh Indonesia sehingga tingkat efisiensi hasil analisa akan berlaku nasional. 


DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Tim, A Data Envelopment Analysis (DEA) Home Page, DEA WWW page.Ali Emrouznejad’s DEA Home Page
Charnes, A., Cooper, W.W., and Rhodes, E,  1978.  Measuring the Efficiency of Decision Making Units, European Journal of Operational research, Vol. 2, 429 – 444. Dalam Nugroho, Sahid Susilo, 1995.  Analisis DEA dan Pengukuran Efisiensi Merk, Jurnal Kelola / 8 /  IV , 43 – 52, Yogyakarta
Dyson,R.G.,Thanassoulis,E., and Boussofiane, A., 1990.  A DEA (Data Envelopment Analysis) Tutorial ,  http: // www. deazone.Com / books / indeks. htm.
Emrouznejad, Ali and Thanassoulis, Emmanuel, 1996.  Warwick Windows DEA User’s Guide, Warwick Business School University of Warwick, United Kingdom
Kotler, Philip, 1998.  Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol,  Edisi 9,  PT. Prenhallindo, Jakarta.
Liu, Wen Bin, 1998. Data Envelopment Analysis, HomePage,mailto:mankin@free.fr?subject=DEA
Malhotra, Naresh K., 1996.  Marketing Research – An Applied Orientation, 2nd Ed., Prentice-Hall, Inc.,  New Jersey.
Mingo, D. Edward, 1988.  The Fine Art of Positioning.  Journal of Business Strategy, Maret / April, hal. 34.  Dalam Cravens, David W., 1999.  Pemasaran Strategis.  Edisi ke-4 , jilid 1 hal. 274.  Erlangga, Jakarta.
Nugroho, Sahid Susilo, 1995.  Analisis DEA dan Pengukuran Efisiensi Merk, Jurnal Kelola / 8 /  IV , 43 – 52, Yogyakarta.
Nugroho, Sahid Susilo, 1997. Efisiensi Merk dan Uji Konsep Mobil Nasional Timor, Jurnal Kelola No 15 / VI ,  38 –55, Yogjakarta.
Trick, Michael A, 1996. Data Envelopment Analysis for Consultants, dea.htm Mon Nov 11 15:33:53 EST





1 komentar:

  1. Olah Data Envelopment Analysis (DEA) Dengan DEAP 2.1 Dan Warwick DEA (WDEA)
    Salah satu metode evaluasi yang paling popular untuk mengukur kriteria efisiensi adalah DEA atau data envelopment analysis.
    Data Envelopment Analysis (DEA) sebagai Metode Pengukuran Efisiensi
    Terima Olah Data Envelopment Analysis (DEA) Menggunakan
    WINDEAP (DEAP 2.1 For Windows) Dan WDEA (Warwick DEA)
    Olah Data Semarang (Timbul Widodo)
    WhatsApp : 085227746673
    PIN BB : D04EBECB
    IG : @olahdatasemarang

    BalasHapus

 

Blogger news

Blogroll