Selasa, 22 Mei 2012

Lirik Lagu “Ekonom Rabbani”

Ini adalah lagu yang menjadi penyemangat bagi para aktivis pejuang ekonomi islam. semoga bisa menyemangati yang lainnya juga untuk mendukung pergerakan dakwah ekonomi islam, hingga ia tidak hanya sekedar menjadi alternatif, tetapi menjadi mainstream ekonomi dunia.




    Ekonom Rabbani by Spirit Rabbani
    Ekonom muda hei ekonom rabbani
    tempa dirimu ‘tuk bangun bangsa madani
    ekonom cerdas hei ekonom rabbani
    mari mandiri kembangkan potensi

    Chorus:
    Bergerak jangan mengeluh
    meski tubuhmu berpeluh
    karena kemiskinan semakin membunuh
    Bertransaksi adil
    tinggalkanlah tipu daya
    yakinlah ekonomi Islam kan jaya (2x)
    Reff:
    Bangkitlah bangkitlah pemuda mulia
    bersatu padu lintasi khatulistiwa
    Majulah hei ekonom rabbani bisa
    mari sembuhkan ekonomi dunia
    Bridge:
    Berbagi sesama
    ketuk nuraninya
    yakin ekonomi Islam ‘kan jaya (2x)
    Haha…hahaha…hahaha…hahaha…

Selasa, 15 Mei 2012

Hipotik dan Hak Tanggungan


Kelompok 2:
1.      Eko Waluyo               102323047
2.      Alfa Riska N.L          102323055
3.      Lifi Putri .A               102323062
4.      Afriyanti                    102323067
5.      Sri Atun Chasanah   102323087

I.                   Pengertian Hipotik
Salah satu hak kebendaan sebagai jaminan pelunasan hutang adalah hipotik. Hipotik di atur dalam buku II KUH Perdata Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan 1232. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) mak Hipotik atas tanah dan segala benda-benda uang berkaitan dengan benda dengan tanah itu menjadi tidak berlaku lagi. Namun diluar itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan, Hipotik masih berlaku dan dapat dijaminkan atas kapal terbang dan helicopter. Demikian juga berdasarkan Pasal 314 ayat (3) KUH Dagang dan Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran, Kapal Laut dengan bobot 20m3 ke atas  dapat dijadikan jaminan Hipotik. Oleh karena itu di dalam tulisan ini Hipotik yang bersumber dari KUH Perdata Barat sengaja disinggung sekedaernya saja hanya sebagai latar belakang atau pebanding dengan Hak Tanggungan menurut UUHT.
Di dalam pasal 1162 KUH Perdata Hipotik diartikan sebagai :
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.Pasal 1168 KUH Perdata menyatakan lebih lanjut sebagai berikut :
Hipotik tidak bisa diletakkan selain oleh siapa yang berkuasa memindah tagankan benda yang di bebani. Sedangkan pasal 1171 KUH Perdata mengatakan : Hipotik hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik, kecuali dengan hal-hal yang dengan tegas ditunjuk oleh Undang-Undang. Kemudian Pasal 1175 sebagai berikut : Hipotik hanya dapat diletakkan atas benda-benda yang sudah ada. Hiopotik atas benda-benda yang akan ada di kemudian hari adalh batal. Selanjutnya Pasal 1176 KUH Perdata dinyatakan sebagai berikut: Suatu Hipotik hanyallah sah, sekedar jumlah uang untuk mana ia telah diberikan, adalah tentu dan ditetapkan di dalam akta.
Berdasarkan bunyi-bunyi pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari jaminan hipotik adalah sebagai berikut:
a.       Harus ada benda yang dijaminkan .
  1. bendanya adalah benda tidak bergerak.
  2. dilakukan oleh orang yang memang berhak memindahtagankan benda jaminan.
  3. ad jumlah uang tertentu dalam perjanjian pokok dan yag ditetapkan dalam suatu akta.
  4. diberikan dengan suatu akta otentik.
  5. bukan untuk dinikmati atau dimiliki, namun hanya sebagai jaminan pelunasan hutang saja.
Namun jika hutangnya bersyarat ataupun jumlahnya tidak tertentu, maka pemberian Hipotik senantiasa adalah sah sampai jumlah harga takiran, yang para pihak diwajibkan menerangkan di dalam aktanya (Pasal 1176 ayat (2)) KUH Perdata.
Batasan Hipotik
Di dalam pasal 1162 KUH Perdata Hipotik diartikan sebagai : Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Beda dengan gadai untuk hipotik Undang-Undang tidak memberikan definisi secara terperinci. Bila hendak di perinci lebih lanjut, maka akan berbunyi sebagai berikut:
1.      Hak kebendaan yang di peroleh seorang berpiutang.
2.       Suatu barang tidak bergerak.
3.      Yang memberikan kekuasaan bagi si bberpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari hasil eksekusi barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut, (biaya mana harus didahulukan) biaya yang telah dikeluarakan untuk menyelamatkan barang tersebut dan utang-utang fiscal, biaya-biaya dan utang-utang mana yang harus didahulukan.
II.                HAK TANGGUNGAN
Dalam Pasal 1 ayat (1) UUHT dinyatakan bahwa Hak Tanggungan adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksuddalam Undang-Undang PokokAgraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,untukpelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.Beranjak dari definisi di atas, dapat ditarik unsur pokok dari hak tanggungan,sebagai berikut:
1.      Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang.
2.      Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA.
3.      Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah)saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.
4.      Utang yang dijamin adalah suatu utang tertentu.
5.      Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentuterhadap kreditor-kreditor lain.
Definisi mengenai hipotek sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1162 KUH Perdata Dalam Pasal 2:
“Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”.
Prinsip-prinsip Dasar hak Tanggungan Atas Tanah
a.       Pembebanan hak Tanggungan pada hak atas tanah harus dilakukan melalui akta yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT.
b.      Hak-hak atas tanah yang dapat diletakkan hak Tanggungan di atasnya adalah: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak milik atas satuan rumah susun.
c.       Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran Hak Tanggungan:
1.      surat pengantar dari PPAT.
2.      surat permohonan pendaftaran.
3.      identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan.
4.      sertifikat asli hak atas tanah.
5.      lembar ke-2 Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
6.      salinan APHT (untuk lampiran sertipikat Hak Tanggungan).
7.      Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) apabila dilakukan melalui kuasa.
d.      Hak Tanggungan dapat beralih atau dialihkan: karena adanya cessie, subrogasi, pewarisan, atau penggabungan serta peleburan perseroan.
e.       Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan Hak Tanggungan:
1.      sertipikat asli Hak Tanggungan.
2.      akta cessie atau akta otentik yang menyatakan adanya cessie.
3.      akta subrogasi atau akta otentik yang menyatakan adanya subrogasi.
4.      bukti pewarisan.
5.      bukti penggabungan atau peleburan perseroan.
6.      identitas pemohon.
Karakteristik Hak Tanggungan
a.       Tidak dapat dibagi-bagi kecuali diperjanjikan lain, maksudnya yaitu bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh objek Hak Tanggungan dan setiap bagian darinya.(pasal 2 ayat 1)
b.      Tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada, maksudnya walaupun objek Hak Tanggungan sudah berpindah tangan dan menjadi milik pihak lain.(pasal 7)
c.       Accessoir artinya merupakan ikutan dari perjanjian pokok, maksudnya bahwa perjanjian Hak Tanggungan tersebut ada apabila ada perjanjian pokoknya yang berupa perjanjian yang menimbulkan hubungan hutang piutang, sehingga akan terhapus dengan hapusnya perjanjian pokoknya.(pasal 10 ayat 1)
d.      Asas spesialitas,yaitu bahwa unsur-unsur dari Hak Tanggungan tersebut wajib ada untuk sahnya akta pemberian Hak Tanggungan, misalnya mengenai subyek,obyek, maupun hutang yang dijamin.(pasal 11 ayat 1) dan apabila tidak dicantumkan mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum.
e.       Asas publisitas, yaitu perlunya perbuatan yang berkaitan dengan Hak Tanggungan ini diketahui pula oleh pihak ketiga dan salah satu realisasinya yaitu dengan cara didaftarkanya pemberian Hak Tanggungan tersebut.(pasal 13 ayat 1)

III.             Perlindungan Nasabah
Lembaga perbankan adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian guna tetap mengekalkan kepercayaan masyarakat terhadap bank, pemerintah harus berusaha melindungi masyarakat dari tindakan lembaga, ataupun oknum pegawai bank yang tidak bertanggung jawab dan merusak sendi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan, maka hal tersebut merupakan suatu bencana bagi ekonomi negara secara keseluruhan dan keadaan tersebut sangat sulit untuk dipulihkan kembali.
Melihat begitu besarnya risiko yang dapat terjadi apabila kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan merosot, maka tidak berlebihan apabila usaha perlindungan konsumen jasa perbankan mendapat perhatian yang khusus. Dalam rangka usaha melindungi konsumen secara umum sekarang ini telah ada undang-undangnya yaitu UU no.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang tersebut dimksudkan untuk menjadi landasan hukum yang kuat untuk pemerintah maupun masyrakat itu sendiri secara swadaya untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen. Dalam rangka pemberdayaan konsumen, jasa perbankan, maka Bank Indonesia sebagai bank sentral yang bertanggung jawab sebagai pelaksana otoritas moneter sangat diharapkan sekali mempunyai kepedulianya.
Dengan berlakunya UU no8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan konsekuensi logis terhadap pelayanan jasa perbankan. Pelaku usaha jasa perbankan oleh karenanya dituntut untuk :
a.       Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b.      Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa yang diberikanya.
c.       Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
d.      Menjamin kegiatan usaha perbankanya berdasarkan ketentuan standar perbankan yang berlaku.
Tuntutan di atas merupakan hal yang wajar dalam rangka menjalankan kehati-hatian di bidang jasa perbankan, para pelaku usaha perbankan memang harus mempunyai integritas moral yang tinggi.

IV.             Perbedaan Hipotik dan Hak Tanggungan      

Dari sifat-sifat Hak Tanggungan seperti di atas, pada dasarnya hampir sama dengan sifat-sifat hipotik, tetapi ada pula ciri yang cukup berbeda seperti jangka waktu yang ketat dalam pemenuhan asas spesialitas dan publisitas dalam rangka mengikat pihak ketiga dan lebih memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan juga lebih mudahnya serta adanya kepastian pelaksanaan eksekuisinya.
            Beberapa ketentuan yang berbeda terutama di dalam hal tata cara pembebanan dan pendaftarannya, diantaranya:
1.      Adanya kepastian penetapan suatu batas maksimum pengajuan pendaftaran
2.      Pembatasan masa berlaku surat kuasa membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang hanya satu bulan dan harus dengan notaris
3.      Sanksi administratif kepada pejabat pembuat akta tanah yang terlambat mengirimkan akta pemberian Hak Tanggungan
4.      Untuk memudahkan dan menyederhanakan pelaksanaan bagi kepentingan pihak-pihak kepada ketua pengadilan Negeri
5.      dan ketentuan lainnya

Senin, 14 Mei 2012

Suara Hati

Cahayamu telah menerangi kegelapan pikiranku
Kasihmu bersemayam di dalam hatiku
Sinar matamu adalah jiwaku
Kekuasaanmu berada di balik setiap tindakanku

Kedamaianmu adalah ketenangan diriku
Kehadiranmu menuntun aku
Suaaramu terdengar jelas lewat kata yang ku ucapkan
Wajahmu terlihat jelas oleh wajahku

Di balik badan ini adalah jiwamu
Hidup ini adalah nafasmu
Oh,,.. suara hatiku
Diriku adalah dirimu

RINDU MUHAMMAD SAW

  • Wahai Tuhan ..... Alloh ta'ala
  • Hidupkan hati dengan cahanya
  • Cahanya nabi.... Nabi yang mulia
  • Nabi pemberi penuntun syurga
  • Ya Alloh .... wahai Tuhan hamba
  • Pandanglah dengan ridlo semata
  • Curahkan rahmat di alam dunia 
  • Agar bertemu nabi yang mulia
  • Di hari ini kami berdo'a
  • Mengucap nama nabi yang mulia
  • Bersihkan hati dari dosa
  • Jauhkan diri dari neraka
  • Sungguh engkau mulia
  • Bangai intan permata
  • Cahaya tiada tara, wahai bulan prnama
  • Nabi penyejuk jiwa 
  • Nabi umat manusia
  • Indah sungguh terasa, Wahai bulan prnama
  • Harum sunnguh terasa 
  • Sholawat yang ku baca
  • Bagi ada dimana, wahai bulan purnama
  • Kau taklukan hatiku, wahai  penyejuk jiwa
  • Tiada daya dan upaya, wahai bulan purnama
  • Menets air mta sungguh tidak terasa
  • Semua karena cinta, wahai bulan purnama
  • Sholawat yang terukir dari hati yang suci
  • Untukmu yang tercinta, wahai Nabi yang mulia

Sedikit Menilik Otoritas Jasa Keuangan Menurut UU No. 21 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

I. Pendahuluan
Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya UU ini selain pertimbangan Undang-Undang tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali dirubah, yakni ;
  • Sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional merupakan salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional.

  • Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.

  • Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan

  • Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.
Harapan penataan melalui UU No.21 Tentang Otoritas Jasa Keuangan :
  • Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.

  • Agar pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi
II. Asas-Asas OJK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan berlandaskan asas-asas sebagai berikut:
  1. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

  2. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;

  3. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;

  4. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

  5. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  6. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan

  7. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
III. Dewan Komisioner OJK
Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial, yang beranggotakan 9 (sembilan) orang. Kesembilan orang tersebut terdiri dari 7 (tujuh)  orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden, 1 (satu) ex-officio dari Bank Indonesia dan 1 (satu) ex-officio dari Kementerian Keuangan. Keberadaan Ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan
Tugas anggota Dewan Komisioner meliputi bidang tugas terkait kode etik, pengawasan internal melalui mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas, dan wewenang pengawasan untuk sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
IV. Tugas OJK
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
  1. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;

  2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan

  3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
  1. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi :
    • Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan

    • Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

    • Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank;

    • Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:  manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.
  1. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
    • Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

    • Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

    • Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK

    • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

    • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;

    • Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

    • Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
  1. Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
    • Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

    • Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;

    • Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

    • Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;

    • Melakukan penunjukan pengelola statuter;

    • Menetapkan penggunaan pengelola statuter;

    • Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan

    • Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.
V. Hubungan Kelembagaan OJK dengan Bank Indonesia dan LPS.
Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain: kewajiban pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya, penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank dan data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.
Dalam hal Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK, akan tetapi tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank dan laporan hasil pemeriksaan tersebut disampaikan kepada OJK paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya hasil pemeriksaan.
Jika OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia
OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.
Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK.
OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.
VI. Hubungan Kelembagaan OJK dengan DPR RI
Dewan Komisioner menyusun dan menetapkan rencana kerja dan anggaran OJK yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Penetapan anggaran OJK terlebih dahulu meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
OJK wajib menyampaikan laporan kegiatan triwulanan dan tahunan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat.
Dalam hal persetujuan perjanjian internasional di sektor jasa keuangan menyangkut masalah hukum dan berdampak pada sistem keuangan nasional, OJK wajib mendapatkan konfirmasi dari Dewan Perwakilan Rakyat


http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/05/03/sedikit-menilik-otoritas-jasa-keuangan-menurut-uu-no-21-tentang-otoritas-jasa-keuangan/

BISNIS DAN PERBANKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Posted: 24/01/2011 in Fiqh Muamalah
Tag:, , ,
1
BISNIS DAN PERBANKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

I.  LATAR BELAKANG
Sudah cukup lama umat Islam secara umum dan tak lepas darinya. Indonesia mengalami suatu penyakit dualisme ekonomi-syariat yang cukup kronis. Dualisme ini muncul sebagai akibat dari ketidakmampuan umat untuk menggabungkan dua disiplin ilmu ekonomi dan syariat yang seharusnya saling mengisi dan menyempurnakan. Di satu pihak kita mendapatkan para ekonom, bankir dan bussinesmen yang aktif dalam menggerakkan roda pembangunan ekonomi tetapi lupa membawa pelita agama karena tidak menguasai syariat terlebih lagi fiqh muamlah secara mendalam. Di pihak lain kita menemukan para Kiai dan Ulama yang menguasai secara mendalam konsep-konsep fiqh, ushul fiqh, ulumul qur’an dan disiplin ilmu lainnya tetapi mereka kurang menguasai dan memantau tentang fenomena ekonomi dan gejolak bisnis yang terjadi disekelilingnya. Akibatnya ada semacam tendensi da kulla umariddunya lil qaisar wa fawwidh kulla umuril akhirah lil baba (biarlah kami mengatur urusan akhirat dan mereka untuk urusan dunia; padahal Islam adalah risalah untuk dunia dan akherat.[1]
Akibat langsung dari hal tersebut di atas, Islam senantiasa menjadi penonton dalam segenap percaturan ekonomi dan bisnis yang terjadi. Hal ini wajar saja karena konsep-konsepnya hanya tersimpan dalam kitab-kitab sertta tidak ada proses pemulihan, ekonomi ini akan berlangsung lamban dengan tingkat pertumbuhan 2 %.
Pertumbuhan global 2% ini dimungkinkan karena kondisi perekonomian yang lebih baik di Eropa Timur dan bekas Uni Sovyet yakni minus 3,5 % . ini juga didukung oleh pertumbuhan 5% di negara-negara berkembang terutama Asia. Membaiknya pertumbuhan di negara-negara industri sekitar 6-7% juga akan membantu proses perbaikan meskipun tidak diimbangi penurunan tingkat pengangguran 7,3%.
Pada tahun 1992, perekonomian dunia secara global hanya tumbuh 0,4% ini merupakan kombinasi dari pertumbuhan 1,5% di negara-negara Industri,  4,5% di negara-negara berkembang serta minus 18,4% di negara-negara Eropa Timur dan republik-republik bekas Uni Sovyet yang kini tengah melakukan transisi ekonomi.[2]
Dari perkembangan ekonomi dunia yang sangat kecil inilah lalu lahir pemikiran-pemikiran mengenai konsep Islam dalam dunia bisnis dan perbankan. Yang akan menjadi bahasan penulis. Sehingga kita sebagai umat Islam tahu bahwa kita punya suatu sistem yang dinamakan sistem ekonomi Islam.

II. POKOK MASALAH
Setelah pemaparan dari latar belakang diatas maka pokok-pokok masalah yang akan penulis bahas dalam esai ini adalah
  1. Bagaimana pandangan Islam terhadap Bisnis dan Ekonomi?
  2. Bagaimana prinsip operasional dan produk perbankan Islam dalam jaman modern sekarang ini?
  3. Bagaimana perkembangan Bank Syariat pada masa sekarang?


III.  ANALISIS
A.  Lembaga Keuangan Islam; Dari Teori Ke Praktek
Kerangka kegiatan muamalat secara garis besar dapat dibagi dalam tiga bagian besar; politik, sosial, ekonomi.
Dari ekonomi dapat diambil tiga turunan lagi yaitu konsumsi, simpanan, dan investasi. Berbeda dengan sistem lainnya, Islam mengajarkan pola konsumsi yang moderat, tidak berlebihan tidak juga keterlaluan. Lebih jauh, dengan lugas Al-Qur’an melarang terjadinya perbuatan tabdzir.[3]
Doktrin Al-Qur’an ini secara ekonomi dapat diartikan mendorong terpupuknya surplus konsumsi dalam bentuk simpanan, untuk dihimpun, kemudian dipergunakan dalam membiayai investasi, baik untuk perdagangan, produk dan jasa.
Dalam konteks inilah kehadiran lembaga keuangan mutlak adanya (dharurah), karena ia bertindak sebagai intermediate antara unit supply dengan unit demand.[4]

B.  Operasional Sistem Syariat, Dalam Sebuah Lembaga Keuangan.
Tampaklah jelas bahwa keberadaan lembaga keuangan dalamIslam adalah vital karena kegiatan bisnis dari roda ekonomi tidak akan berjalan tanpanya.
Untuk mendapatkan persepsi yang jelas tentang konsep Islam alam Lembaga Keuangan, khususnya Bank, berikut ini adalah uraian tentang prinsip operasional dan produk perbankan Islam.

Prinsip Operasional
Bank Islam dalam menjalankan usahanya minimal mempunyai 5 prisip operasioanl yang terdiri dari (1) sistem simpanan, (2) bagi hasi, (3) margin keuangan, (4) sewa, (5) fee.[5]

1.  Prinsip Simpanan Murni
Prinsip Simpanan Murni merupakan fasilitas yang diberikanoleh Bank Islam untuk memberikan kesempatab kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al Wadi’ah. Fasilitas al Wadiah biasa diberikan untuk tujuan keamanan dan pemindahbukuan dan bukan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional al Wadiah identik dengan giro.

2.  Bagi Hasil
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelolaan dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk berdsarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar, baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, manakala musyarakah hanya untuk pembiayaan.

3.  Prinsip Jula Beli dan Margin Keuntungan
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tat cara jualbeli, dimana bank akan membeli erlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebgai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah dengan keuntungan (margin/ mark-up).
4.  Prinsip Sewa
Prisip ini secara garis besar terbagi kepada 2 jenis;
  • Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alatalat lainnya (operating lease).
  • Bai al Takjiri, sewa beli, di mana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (finance lease).


5.  Prinsip Fee (Jasa)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan nonpembiayaan yang diberikan bank. Bentuk prosuk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa Transfer dan lain-lain.

Produk Bank Syariat dan BPR Syariat
Pada sistem operasi Bank Syariat, pemilim dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya sebagai modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.

1.  Produk Pengerahan Dana[6]
a.  Giro Wadi’ah
dana nasabah yang dititipkan di bank. Setiap saat nasabah berhak mengambilnya dan mendapatkan bonus dari keuntungan pemanfaatan dana giro oleh bank. Besarnya bonus tidak ditetapkan dimuka tetapi benar-benar merupakan kebijaksanaan bank. Sungguhpun demikian nominalnya diupayakan sedemikian rupa untuk senantiasa kompetitif.
b.  Tabungan Mudharabah
dana yang disimpan nasabah akan dikelola bank, untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan akan diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan bersama. Dalam produk ini dapat dilakukan mutasi, sehingga perlu perhitungan saldo rata-rata.
c.  Deposito Investasi Mudharabah
dana yang disimpan nasabah hanya bisa ditarik berdasarkan  jangka waktu yang telah ditentukan, dengan bagi hasil keuntungan berdasarkan kesepakatan bersama.
d.  Tabungan haji Mudharabah
simpanan pihak ketiga yang penarikannya dilakukan pada saat nasabah akan menunaikan ibadah haji, atau pada kondisi-kondisi tertentu sesuai dengan perjanjian nasabah. Merupakan simpanan dengan memperoleh imbalan bagi hasil. (Mudharabah).
e.  Tabungan Kurban
simpanan pihak ketiga yang dihimpun untuk ibadah kurban dengan penarikan dilakukan pada saat nasabah akan melaksanakan ibadah Kuraban atau atas kesepakatan antara pihak bank dan nasabah. Juga merupakan simpanan yang akan memperoleh imbalan bagi hasil (Mudharabah).

2.  Produk Penyaluran Dana
a.  Mudharabah
bank dapat menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja, hingga 100%, sedangkan nasabah menyediakan usaha dan manajemennya. Bagi hasil keuntungan melalui perjanjian yang sesuai dengan proporsinya.
b.  Murabahah
pembiayaan pemeblian barang lokal maupun internasional. Pembiayaan ini mirip dengan kredit modal kerja dari bank konvensional, karena itu jangka waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun. Bank medapat keuntungan dari haraga barang yang dinaikan.
c.  Bai Bitsaman ’Ajil
pembiayaan pembelia barang dengan cicilan. Pembiayaan ini dicicil mirip dengan kredit investasi daribank konvensional, karena itu jangka waktu pembiayaan bisa lebih dari satu tahun. Bank mendapat keuntungan dan harga barang yang dinaikkan.
d.  Al Qardhul Hasan
pinjaman lunak bagi pengusaha yang benar-benar kekurangan modal. Nasabah tidak perlu membagi keuntungan kepada bank, tetapi hanya membayar biaya administrasi saja.

C.  Pengembangan Bank Syariat di Tanah Air
Salah satu batasan Bank Indonesia bagi bank-bank yang baru berdiri adalah tidak dapat membuka cabang selama dua tahun pertama. Jika setelah dua tahun, bank dalam keadaan sehat barulah dapat diizinkan membuka cabang.[7]
Batasan ini pula berlaku bagi bank syariat, padahal konsep bank syariat ini harus secepatnya dimasyarakatkan, disamping masyarakat sendiri menantinya. Salah satu cara mengatasinya adalah denganmendirikan BPR-BPR Syariat.
Inilah satu peran penting Bank Syariat menjadikan masyarakat Indonesia lebih bank minded atau tepatnya lebih Islamic Bank Minded. Pada tahap praoperasi, Bank Muamalat dalam memberikan bantuan teknis berupa legalitas usaha, sistem operasi, pelatihan, organisasi, dan saran. Pada tahap operasi, Bank Syariat dapat memberikan bantuan teknis berupa adanya Bank Syariat Desk yang berfungsi sebagai Liason Officer, pendamping manajemen BPR Syariat, dan pelaksana harian impelmentasi sistem operasi BPR Syariat, pengelolaan dan pengawas portofolio Bank Syariat, advisory on business planning and control untuk Bank Syariat, melakukan penelitian dan pengembangan usaha pada daerahyang bersangkutan untuk kepentingan BPR Syariat dan Bank Syariat.[8]
Perjanjian kerja sama pembiayaan juga dapat dilakukan antara lain[9]
a.  handling dan disbursing agent yang berfungsi antara lain :
1)      agen penyalur dana
2)      administrasi pembiayaan
3)      monitoring hubungan pembiayaan dengan nasabah
b.  cofinancing / sindikasi
c.  Bai al dayn ( reciprocal)
d. mudharabah placement (reciprocal)

Perjanjian kerja sama korespondensi bank dapat dilakukan antara lain[10]
  1. paying bank
  2. collecting bank
  3. agen penjualan saham
  4. pusat informasi trade finance

Dengan jaringan kerja ini terciptalah sinergi usaha (business sinergism), baik produk pendanaan (tabungan bersama bank syariat), maupun pembiayaannya.

















III.  KESIMPULAN
1.      Berbicara mengenai bisnis dan ekonomi dalam Islam, Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan amanah dari Allah swt. Kepada manusia sebagai khalifah di bumi ini, untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan umat manusia. Untuk mencapai tujuan yang suci ini Allah tidak meninggalkan manusia sendirian tetapi diberikan petunjuknya melalui para Rasul-Nya. Dalam petunjuk ini Allah berikan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik akidah ahlak  maupun syariat. Dua komponen yang pertama akidah dan ahlak sifatnya konstan dan tak mengalami perubahan dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun komponen yang terakhir syariat senantiasa diubah sesuai kebutuhan dan taraf peradaban umat, dimana seorabg Rasul diutus. Melihat kenyataan ini syariat Islam sebagai suatu syariat yang dibaw oleh Rasul terakhir punya keunikan tersendiri, ia bukan saja komprehensif tetapi juga universal. Komprehensif berarti ia merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Universal bermakna ia dpat diterpkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari akhir nanti Sifat-sifat istimewa ini mutlak diperlukan sebab tidak ada syariat lain yang datang untuk menyempurnakannya.
2.      Bank Islam dalam menjalankan usahanya minimal mempunyai 5 prisip operasioanl yang terdiri dari (1) sistem simpanan, (2) bagi hasi, (3) margin keuangan, (4) sewa, (5) fee.  produk perbankan Islam dalam jaman modern sekarang ini terbagi menjadi dua yakni
1.        Produk Pengerahan Dana : a.  Giro Wadi’ah; b.  Tabungan Mudharabah; c.  Deposito Investasi Mudharabah; d.  Tabungan haji Mudharabah; e.  Tabungan Kurban
2. Produk Penyaluran Dana : a.  Mudharabah; b.  Murabahah; c.  Bai Bitsaman ’Ajil; d.  Al Qardhul Hasan
3.      Perkembangan Bank Syariat pada masa sekarang belum berkembang pesat karena masih terdapat beberapa kendala yakni orang Islam yang masih lebih suka menabung di bank konvensional daripada bank Islam, masalah sulitnya perijinan pendirian Bank Syariat  oleh Bank Indonesia, dll.
DAFTAR PUSTAKA

1) Ali Fikri, 1997. Hakekat Islam : Suatu Perbandingan Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
2)      Ali Fikri. 1997. Karakteristik-Karakteristik Umum Ajaran Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
3)      Muhammad Anis Matta. 1997. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
4)      Ali Fikri. 1997. Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
5)      Ahmad Muflih Saefuddin. 1997. Deskripsi Ekonomi Ribawi dan Islami Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
6)      Muhammad Syafi’i Antonio. 1997. Potensi dan Pesanan Sistem Ekonomi Islam Dalam Upaya Pembangunan Umat Nasional dan Global Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
7)      Ahmad Muflih Saefuddin. 1997.  Sosialisasi dan Inestitusionalisasi Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
8)      Muhammad Syafi’i Antonio. 1997. Bisnis dan Perbankan Dalam Perspektif Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
9)      Muhammad Syafi’i Antonio. 1997. Perbankan Syariat Dalam Perspektif Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
10)  Ali Fikri. 1997. Tinjauan Tentang Konsep Baitul mal Dalam Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.


[1] Ali Fikri. Hakekat Islam : Suatu Perbandingan Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi.( Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. 1997). Hlm.42

[2] Ahmad Muflih Saefuddin. 1997. Deskripsi Ekonomi Ribawi dan Islami Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

[3] Muhammad Anis Matta.. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. 1997). Hlm. 105.
[4] Ahmad Muflih Saefuddin. 1997.  Sosialisasi dan Inestitusionalisasi Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

[5] Muhammad Syafi’i Antonio. 1997. Bisnis dan Perbankan Dalam Perspektif Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

[6] Muhammad Syafi’i Antonio. 1997. Perbankan Syariat Dalam Perspektif Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

[7] Ali Fikri. 1997. Karakteristik-Karakteristik Umum Ajaran Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

[8] Ali Fikri. 1997. Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
[9] Muhammad Syafi’i Antonio. 1997. Potensi dan Pesanan Sistem Ekonomi Islam Dalam Upaya Pembangunan Umat Nasional dan Global Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
[10] Ali Fikri. 1997. Tinjauan Tentang Konsep Baitul mal Dalam Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

 

Blogger news

Blogroll