PERAN STAKEHOLDER
DALAM PERBANKAN SYARIA’AH
Guna
Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata
Manajemen Dana Bank Syariah
Dosen
Pengampu Slamet
Eko
Waluyo 102323047
SYARIA’AH
/ EKONOMI ISLAM / V EI b
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI PURWOKERTO
STAIN
PURWOKERTO
2013
PENDAHULUAN
Harmonisasi Peran Stake Holder Perbankan Syariah (Pemerintah, Ulama
Dan Bank Syariah) : Sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Bank Syariah Di
Indonesia." Sejarah perkembangan bank syariah di Indonesia diawali
dengan berdirinya Bank Muammalat Indonesia (BMI) pada November 1991, yang
akhirnya diikuti oleh keluarnya peraturan tentang perbankan yaitu, UU No 7
tahun 1992 yang membolehkan operasional bank dengan sistem bagi hasil di
Indonesia.
Namun setelah muncul nya UU No 10 tahun 1998, yang mengatur tentang
dual banking-system yaitu peraturan yang membolehkan setiap bank konvensional
membuka sistem pelayanan syariah di cabangnya membuat perkembangan bank syariah
berjalan sangat cepat, perkembangan selanjutnya adalah terbitnya UU No 23 tahun
1999 mengenai proses pendirian dan jaringan bank umum syariah (BUS), pengaturan
kelembagaan bank umum konvensional (BUK) yang membuka Unit Usaha Syariah (UUS),
pendirian Kantor Cabang Syariah (KCS), dan pendirian Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS). Perkembangan selanjutnya adalah keluarnya fatwa tentang haram
nya bunga bank yang dikeluarkan oleh MUI pada tahun 2003, keluarnya fatwa ini
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap laju pertumbuhan industri
perbankan syariah. Hal ini terlihat dengan terjadinya over likuiditas perbankan
syariah yang mencapai 300 miliar rupiah pada saat itu. Pertumbuhan industri
perbankan syariah yang saat ini dapat dilihat dengan munculnya 3 bank umum
syariah dan 22 unit usaha syariah di beberapa bank konvensional di Indonesia.
Perkembangan ini dapat dilihat dengan tumbuhnya 3 bank umum syariah yaitu Bank
Muammalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Syariah Mega Indonesia
serta terdapat 22 unit usaha syariah di beberapa bank konvensional di
Indonesia. ( Statistik Perbankan Syariah-Bank Indonesia).
Berbagai produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah antara lain:
(1) produk pengumpulan dana, terdiri dari: giro wadi’ah, tabungan mudharabah,
dan deposito mudharabah; (2) produk pembiayaan: murabahah, bai’ as salam, bai
istishna’, ijarah, musyarakah, mudharabah. (3) produk jasa; al-wakalah,
al-hawalah, kafalah, dll
PEMBAHASAN
POTENSI BANK SYARIAH DALAM PEREKONOMIAN
Bank syariah mempunyai peluang yang sangat besar untuk
memberdayakan perekonomian ummat, karena tingkat rasio penyaluran dana pihak
ketiga (FDR) kepada nasabah pada bank syariah sangat besar, yaitu sebesar
105,70 persen, lebih tinggi daripada LDR pada perbankan nasional yang
rata-ratanya hanya sebesar 64 persen, dengan tinginya tingkat FDR bank syariah
mencerminkan bahwa fungsi intermediasi bank syariah dapat tercapai dengan
optimal. Selain itu apabila dilihat dari prosentase pembiayaan berdasarkan
golongan pembiayaan, sektor UMKM merupakan fokus pembiayaan bank syariah dengan
prosentase pembiayaan mencapai 70 persen dari seluruh total pembiayaan Rp23,23
triliun, lebih tinggi daripada sektor korporasi yang hanya mencapai 30 persen.
Bank syariah lebih mencerminkan prinsip keadilan melalui mekanisme
pembiayaan bagi hasil dengan skema distribusi pendapatan yang merata karena
lebih fokus pada pemberdayaan UMKM. Hal ini terjadi karena jumlah populasi UKM
pada 2006 mencapai 48,9 juta unit usaha atau sekitar 99,98 persen terhadap
total unit usaha di Indonesia, sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 85,4
juta orang atau 96,18 persen terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia atau
sebanyak 46,28 persen dari jumlah total penduduk Indonesia. Selain itu sektor
UMKM memiliki potensi yang sangat luar biasa, yaitu sekitar 57 persen kebutuhan
barang dan jasa serta sekitar 19 persen produk ekspor merupakan hasil produksi
UMKM dan mampu memberikan kontribusi 2-4 persen pertumbuhan nasional. Menurut
Menteri Negara Koperasi dan UKM (Menegkop & UKM), sektor UKM menyumbang
53,3 persen atau sebesar Rp1.778,7 triliun dari total Produk Domestik Bruto
(PDB) tahun 2006 yang mencapai Rp3.338,2 triliun.
Menurut Siti Ch. Fadjriah (2007), Pembiayaan dengan menggunakan
sistem syariah lebih cocok diterapkan dalam membiayai sektor Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) karena lebih memberikan kepastian dan tidak terbebani akibat
kenaikan suku bunga karena skema pembiayaan pada bank syariah tidak mengacu
pada system bunga yang dapat mengakibatkan terjadinya kemungkinan negative
spread. Selain itu bank syariah mempunyai risiko yang lebih kecil dari pada
bank konvensional yang terkait dengan risiko bunga (Hilmy, 2005), diantaranya:
Risiko negative spread, terjadi karena kemungkinan kenaikan tingkat
suku bunga yang sangat tinggi yang dapat mengakibatkan kemungkinan terjadinya
kredit macet. Risiko praktik “bank dalam bank” (BDB). Praktik BDB adalah
praktik “bank gelap” yang dilakukan oleh penguasa bank (oknum) tetapi dilakukan
di dalam bank yang legal. Ketika BDB berjalan lancar, maka keuntungannya
diambil cukong. Tetapi, apabila BDB bermasalah, misal non performing loan (NPL,
pinjaman bermasalah), bank harus menanggung masalah likuiditasnya, yaitu oknum
perbankan menghindar dan risikonya dapat dialihkan ke bank.
Risiko kompetisi bunga dan hadiah. Pada bank sistem bunga, bank
lebih mudah menarik DPK, dengan menawarkan kenaikan suku bunga atau hadiah.
Bunga dan hadiah adalah janji pasti (fixed income) sehingga sangat menarik bagi
DPK. Semua Bank dengan system bunga akan terlibat dalam persaingan menaikkan
tingkat suku bunga dan pemberian hadiah. Bila ada Bank yang tidak ikut, maka
bank itu ditinggalkan nasabah dan bank terancam kegiatan operasionalnya.
Sehingga memaksa hampir semua bank dengan operasi system bunga untuk ikut
berkompetisi dalam persaingan penjaringan DPK walaupun dengan beban bunga itu
dirasakan beban berat.
Risiko spekulasi. Spekulasi yang biasa dilakukan pada bank dengan
system bunga di antaranya ialah dalam jual beli valas.
KELEMAHAN DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH
Dalam Perkembangannya bank syariah mengalami beberapa kendala
diantaranya adalah rendahnya market share perbankan syariah yang total asset
nya baru mencapai 1,66 persen dari seluruh total asset bank di perbankan
nasional sehingga menyebabkan peran bank syariah dalam memberdayakan
perekonomian ummat menjadi kurang optimal. Kondisi saat ini pertumbuhan asset
perbankan syariah terkesan melambat, sehingga perkembangan laju pertumbuhannya
tidak begitu pesat seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena
perbankan syariah terkesan mengerem penerimaan dana pihak ketiga (DPK) karena
bank syariah tidak bisa melakukan pembiayaan secara menyeluruh kepada pengusaha
karena terkait asas prudential banking dan prospek usaha yang kurang bagus (
Tempo, 21 Oktober 2007).
Statistik Perbankan Syariah Terhadap Total Bank Posisi Agustus 2007
(Triliun rupiah)
|
Islamic
Bank
|
Total
Banks
|
|
Total
|
Share
|
||
Total Asset
|
30,145
|
1.66%
|
1 ,820,388
|
Depoosit Fund
|
23,309
|
1.67%
|
1 ,392,668
|
Credit/Financing
Extended
|
24,638
|
2.76%
|
893,497
|
FDR/LDR
|
105.70 %
|
|
64.16 %
|
Padahal Bank syariah mempunyai peluang yang sangat besar untuk
menggerakkan ekonomi ummat, karena tingkat rasio penyaluran dana pihak ketiga
(FDR) kepada nasabah pada bank syariah sangat besar, yaitu sebesar 105,70
persen lebih tinggi daripada bank konvensional rata-rata hanya sebesar 64
persen. Dengan tingginya tingkat FDR tersebut, bank syariah mempunyai peluang
yang besar untuk menumbuhkan iklim investasi dan jiwa entrepreneurship nasabah
yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengangguran di
masyarakat. Minimnya total asset bank syariah disebabkan oleh faktor-faktor
antata lain yaitu:
1.
Kurangnya
sosialisasi dan pengetahuan masyarakat tentang produk-produk bank syariah,
sehingga banyak masyarakat yang belum menggunakan jasa layanan keuangan bank
syariah.
2.
Terbatasnya
pakar dan SDM yang ahli dalam perbankan syariah.
3.
Kurang
inovatif dan minimnya produk yang dapat mengakomodir kebutuhan nasabah.
4.
Sistem
regulasi atau perundang-undangan yang belum memadai.
5.
Dukungan
Pemerintah dinilai masih kurang dalam upaya pengembangan bank syariah. Hal ini
dilihat dari dari sisi alokasi dana yang dikeluarkan untuk edukasi, sosialisasi
dan promosi tentang bank syariah masih sangat minim.
6.
Kurangnya
instrumen moneter yang berbasis syariah untuk membantu kebutuhan likuiditas dan
instrumen investasi bank syariah. Ketujuh, terjadi pajak ganda dalam
suatu transaksi produk pembiayaan di bank syariah (murabahah), sehingga
menyebabkan produk tersebut kurang kompetitif.
Selain masalah tersebut bank syariah juga kurang memberikan
kontribusi yang signifikan dalam upaya memberdayakan ekonomi ummat, hal ini
terlihat dari portofolio pembiayaannya yang masih didominasi oleh pembiayaan
non-bagi hasil, yaitu pembiayaan murabahah dan ijarah. Hal ini terlihat dalam
statistik pembiayaan bank syariah, bahwa tingkat pembiayaaan murabahah hampir
mencapai 60 persen, sedangkan pembiayaan bagi hasil (musyarakah dan mudharabah)
hanya mencapai sekitar 35 persen.
Dengan kondisi tersebut sungguh ironis, karena berdasarkan prinsip
dasar produk tersebut, bank syariah sesungguhnya memiliki core product
pembiayaan bagi hasil, yang dikembangkan dalam produk pembiayaan musyarakah dan
mudharabah (Muhammad, 2005). Hal ini berarti keberadaan bank syariah harus
mampu memberikan kontribusi yang meningkatkan pertumbuhan sektor riil. Fungsi
tersebut akan terwujud bila bank syariah menggunakan akad profit and loss
sharing (mudharabah dan musyarakah) sebagai core productnya (Beik, 2005) dalam
(Muhammad, 2005).
Menurut (Beik, 2007) tingginya pembiayaan non-bagi hasil dapat
menyebabkan kemungkinan terjadinya inflasi, dimana harga komoditas barang
cenderung meningkat selain itu, skema murabahah tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap peningkatan produktivitas barang dan jasa. Tingginya
pembiayaan non-bagi hasil tidak hanya menimbulkan masalah bagi dunia usaha,
tetapi juga mengakibatkan rendahnya perolehan pendapatan bank syariah itu
sendiri, karena walaupun dengan risiko yang lebih tinggi produk pembiayaan bagi
hasil dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar daripada produk pembiayaan
non-bagi hasil, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan bank syariah itu
sendiri. Selain itu menurut (Agustianto, 2007) Pembiayaan non bagi hasil sesungguhnya
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangkan sektor riel, karena
bentuknya dominan konsumtif Dengan tingginya pembiayaan non bagi hasil,
mengindikasikan bank syariah terkesan sangat menghindari risiko .
SOLUSI PERMASALAHAN
Upaya pengembangan kinerja dan daya saing industri perbankan
syariah membutuhkan peran serta dan komitmen yang kuat dari stake holder
perbankan syariah, yaitu pemerintah, ulama, perbankan syariah maupun masyarakat
umum. Sehingga perlu di lakukan sinergisitas peran masing-masing pemegang
kepentingan untuk saling bekerja sama mengembangkan industri perbankan syariah.
Peran Pemerintah
Keberpihakan pemerintah sebagai regulator sangat diperlukan, yaitu
dalam mendukung perkembangan perbankan syariah, yang dapat direalisasikan
dengan pengeluaran kebijakan-kebijakan yang mendukung. Ironisnya peran tersebut
belum terlihat nyata, hal ini terlihat dari belum keluarnya UU khusus tentang
perbankan syariah yang mengatur kegiatan operasional bank dan adanya pajak
ganda dalam suatu transaksi bank syariah, selain itu penyediaan instrumen
moneter yang sesuai prinsip syariah masih kurang sehingga dapat menghambat
perkembangan likuiditas perbankan syariah karena bank syariah terkesan menahan
laju pertumbuhan DPK karena mengalami kendala dalam penyaluran dana karena
tidak cukupnya instrumen syariah yang digunakan untuk melakukan investasi,
kondisi ini sangat berbeda dengan bank konvensional yang diuntungkan dengan
adanya SBI sehingga mampu menarik DPK dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu
kontribusi dari pihak pemerintah sebagai regulator yang paling diharapkan saat
ini dalam pengembangan industri perbankan syariah adalah :
Pertama, mengeluarkan
UU khusus yang mengatur tentang perbankan syariah, sehingga dalam kegiatan
operasionalnya bank syariah dapat bergerak dengan optimal, serta mampu menarik
investor asing untuk ikut serta mengembangkan bank syariah karena ada kejelasan
hukum dan perundang-undangan yang mengaturnya.
Kedua, menerbitkan
Undang-undang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), dengan terbitnya UU SBSN
maka penerintah dapat menarik dana yang melimpah dari investor timur tengah
yang sedang menikmati untung besar akibat lonjakan harga minyak dunia, namun
yang lebih penting dengan adanya SBSN, pemerintah dapat menerbitkan sukuk
negara yang menjadi produk investasi alternatif bagi bank syariah dalam
menyalurkan DPK nasabah dan menjadi media pengelolaan likuiditas, dimana bank
syariah dapat menginvestasikan dana seoptimal mungkin, tetapi juga dapat
dicairkan sewaktu-waktu bila bank syariah membutuhkan dana untuk memenuhi
kebutuhan likuiditasnya. Dengan adanya sukuk negara diharapkan bank syariah
dapat menarik DPK dengan jumlah yang besar tanpa ada kesulitan untuk
menyalurkan nya ke sektor yang produktif .
Ketiga, menghapus
pajak ganda atas transaksi keuangan bank syariah, dalam transaksi pembiayaan
bank syariah (murabahah) dikenai pajak ganda, sehingga produk ini menjadi
kurang kompetitif dan dapat menjadikan ekonomi biaya tinggi karena dapat
bersifat inflatoar, sehingga dengan dihapuskan nya pajak ganda dalam transaksi
ini diharapkan produk pembiayaan ini ini lebih diminati oleh nasabah.
Keempat, meningkatkan
simpanan dana pemerintah di bank syariah, dengan adanya simpanan dana dari
pemerintah, menyebabkan struktur DPK bank syariah menjadi kuat sehingga bank
syariah dapat mengelola dana yang murah dan mampu mengambil pilihan investasi
yang beragam yang mampu memberikan tingkat keuntungan yang di harapkan sehingga
mampu memberikan imbal hasil yang kompetitif kepada nasabah. Contoh riil dari
upaya ini dapat dilakukan melalui institusi Departemen Agama (Depag) yang
mengeluarkan kebijakan pengelolaan dana haji oleh industri perbankan syariah.
Kelima, melakukan
edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang produk-produk perbankan
syariah. Hal ini sudah terlihat dengan adanya pencantuman logo IB (Islamic
Banking) di situs maupun publikasi Bank Indonesia ataupun program “AYO KE
BANK”.
Keenam, mengeluarkan
serangkaian kebijakan yang mendung perkembangan industri keuangan syairah, di
antaranya dapat di lakukan melalui pelatihan SDM atau kegiatan lain yang dapat
meningkatkan kualitas SDM industri perbankan syariah, keringanan biaya dalam
pembukaan office channeling untuk meningkatkan kualitas dan akses pelayanan
nasabah maupun meningkatkan kinerja industri perbankan syariah
Ketujuh, menaikkan bagi
hasil instrumen uang bank syariah, yaitu SWBI minimal mendekati dengan
perolehan bunga SBI bank konvensional, sehingga bank syariah dapat menempatkan
dananya untuk sementara di SWBI sebelum diinvestasikan ke sektor produktif.
Menurut Riawan Amin (2007) dengan dinaikkannya bagi hasil SWBI yang mendekati
SBI bank konvensional dapat tercipta iklim persaingan yang seimbang diperbankan
nasional.
Namun dalam penyimpanan dana bank syariah di SWBI sebaiknya
dibatasi baik jumlah maupun batas waktunya, karena dengan naiknya bagi hasil
SWBI mendekati instrumen SBI pada bank konvensional, dikhawatirkan perilaku
bankir syariah akan menjadi sama dengan bank konvensional, yaitu terkesan
menghindari risiko sehingga menempatkan dana DPK dalam jumlah besar ke
instrumen SWBI yang akhirnya peran perbankan syariah sebagai lembaga intermediasi
dalam pembangunan masyarakat yang berkeadilan tidak berjalan dengan optimal.
Peran Ulama
Ulama mempunyai kedudukan yang sangat vital dikalangan masyarakat,
terutama masyarakat religius. Ulama ditempatkan sebagai penerus para nabi
sebagai pembawa risalah kebenaran, sehingga keteladanannya sangat diharapkan
dalam pengembangan bank syariah kedepan. Peran ulama bukan hanya pada aspek
ibadah mahdhah saja, seperti yang terlihat pada materi bahasan dakwah para
ustadz di masjid melalui khutbah jum’at, majelis ta’lim yaitu mengenai aspek
ibadah saja, tetapi juga mencakup berbagai bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya, pendidikan, dan sebagainya untuk kesejahteraan hidup ummat manusia.
Menurut (Agustianto, 2007) ulama mempunyai peran yang sangat penting dalam memasyarakatkan
perbankan syariah di kalangan masyarakat, karena ulama mempunyai figur
penggerak, motivator dan dinamisator masyarakat menuju perubahan yang lebih
baik melalui ucapan dan perilaku ulama yang dapat dijadikan teladan dan panutan
oleh masyarakat. Sehingga nanti diharapkan dalam melakukan kegiatan dakwahnya,
cakupan bahasan mengenai aspek muamalah yaitu mengenai perbankan syariah maupun
lembaga keuangan syariah lainnya hendaknya disampaikan ke kalangan masyarakat.
Selain itu, penggunaan masjid sebagai sarana sosialisasi, edukasi
dan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang produk-produk lembaga keuangan
syariah sangat menentukan keberhasilan dalam pengembangan bank syariah
Peran Bank Syariah
Upaya yang dilakukan bank syariah merupakan faktor yang terpenting
dan paling utama bagi pengembangan bank syariah ke depan untuk memberdayakan
perekonomian ummat, karena bank syariah sendiri yang menjadi subjek dan motor
penggerak dalam pembangunan masyarakat. Oleh karena itu dalam setiap
pengambilan kebijakan dan keputusan diharapkan mendukung perkembangan bank
syariah itu sendiri. Namun saat ini perbankan syariah mengalami masalah-masalah
yang cukup kompleks dalam upaya pembangunan ekonomi masyarakat. Sehingga dalam
upaya pengembangan ke depan, bank syariah harus mensinkronkan fungsi dan tujuan
bank syariah, artinya dalam pengembangan ke depan bank syariah harus
menyesuaikan sesuai fungsinya sebagai lembaga intermediasi yang ikut berperan
serta dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, dengan tetap memperhatikan tujuan
bank syariah tersebut yaitu meningkatkan pertumbuhan market share baik deposit
fund maupun financing fund untuk meningkatkan peran perbankan syariah dalam
pembangunan ekonomi masyarakat yang berkeadilan.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh bank syariah untuk
meningkatkan peran dan fungsinya dalam memberdayakan ummat adalah sebagai
berikut :
Pertama, Meningkatkan
kualitas SDI bank syairah, peningkatan SDI bank syariah sangat penting karena
berkaitan erat dengan kualitas produk-produk yang dikeluarkan oleh bank
syariah. Menurut (Ramzi Zuhdi, 2007), keterbatasan SDI yang andal pada bank
syariah menyebabkan bank syariah terkesan mengerem laju pertumbuhan DPK bank
syariah. Hal ini terjadi karena SDI di perbankan syariah masih terfokus pada
sektor jasa dan perdagangan sehingga sektor-sektor lain yang lebih produktif
seperti industri pertambangan dan pembangkit tenaga listrik belum bisa dikelola
dengan optimal.
Kedua, Inovasi
produk-produk yang sesuai syariah, kebutuhan inovasi terhadap produk syariah merupakan
suatu kebutuhan yang mendesak karena untuk meningkatkan market share dan daya
saing bank syariah secara berkelanjutan dibutuhkan inovasi produk untuk
menghasilkan produk baru yang menawarkan kemudahan bertransaksi dan mampu
memenuhi kebutuhan nasabah yang semakin kompleks terhadap suatu produk syariah.
Menurut (Agustianto, 2007) Keberhasilan sistem perbankan syari’ah di masa depan
akan banyak tergantung kepada kemampuan bank-bank syari’ah menyajikan
produk-produk yang menarik, kompetitif, sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
tetapi tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah. Langkah yang mudah untuk
digunakan saat ini adalah dengan mengadopsi produk-produk perbankan syariah
diluar negeri yang sudah maju perkembangan bank syariahnya dan melakukan rekayasa
finansial, misalnya menerbitkan produk tabungan dengan berbagai macam fasilitas
transaksi yang sesuai dengan prinsip syariah untuk diterapkan di Indonesia.
Ketiga, Kepatuhan
terhadap prinsip syariah, kepatuhan terhadap prinsip syairah merupakan syarat
yang sangat penting untuk meningkatkan image bank syariah terhadap nasabah,
karena dengan adanya kepatuhan terhadap prinsip syariah bank syariah mampu
menghasilkan produk dan sistem operasional yang sesuai dengan prinsip syariah.
Kepatuhan terhadap prinsip syariah dapat menjadi ciri khas yang melekat dan
membedakannya dengan bank konvensional, contohnya dalam pembiayaan profit and
loss sharing yang seharusnya tanpa adanya jaminan (collateral), dengan prinsip
trust financing pembiayaan bagi hasil dapat menjadi produk inti bank syariah
untuk menarik nasabah, sehingga dengan produk ini diharapkan adanya anggapan
bahwa bank syariah sama saja dengan bank konvensional dapat dihilangkan karena
dapat menghambat pertumbuhan bank syariah itu sendiri. Kepatuhan terhadap
prinsip syariah dapat ditingkatkan melalui optimalisasi peran DPS di bank
syariah, sehingga produk dan operasional industri perbankan syariah tidak
keluar dari koridor syariah.
Keempat, Optimalisasi
pembiayaan profit and loss sharing (musyarakah dan mudharabah). Pembiayaan bagi
hasil merupakan produk inti bank syariah yang membedakannya dengan sistem
fixed-rate return dalam sistem bunga bank konvensional dan optimalnya
pembiayaan profit and loss sharing sangat menentukan kualitas pembiayaan bank
syariah itu sendiri, selain itu pembiayaan bagi hasil lebih mencerminkan
prinsip keadilan karena terdapat prinsip saling berbagi hasil dan risiko antara
kedua belah pihak terhadap usaha yang dibiayai. Oleh karena itu bank syariah
mempunyai peluang yang sangat besar dalam membangun perekonomian ummat yang
berkeadilan melalui optimalisasi pembiayaan bagi hasil karena rasio dana pihak
ketiga yang disalurkan ke nasabah (FDR) bank syariah mencapai 105,70 persen,
lebih tinggi daripada bank konvensional yang rata-rata sebesar 60 persen.
Selain itu pambiayaan bagi hasil berpotensi menghasilkan return yang lebih
tinggi daripada pambiayaan non bagi hasil apabila dijalankan dengan
memperhatikan prinsip prudential banking dengan mengantisipasi risiko yang akan
muncul terhadap jenis usaha yang akan dibiayai.
Kelima, Meningkatkan
kualitas pelayanan dan jasa perbankan syariah, untuk meningkatkan daya saing
perbankan syariah maka peningkatan kualitas pelayanan dan jasa merupakan suatu
kebutuhan yang sangat mendesak. Hal ini terjadi karena pertumbuhan jumlah
nasabah bank syariah yang kompleks. Nasabah tidak hanya membutuhkan bank
sebagai tempat transaksi keuangan yang sesuai syariah, tetapi juga membutuhkan
suatu produk yang memberikan jasa pelayanan kebutuhan lain yang dapat memberikan
fasilitas dan kemudahan kepada nasabah. Alternatif ini dapat di tempuh dengan
melakukan kerjasama dengan bank maupun lembaga lain dalam hal produk, layanan,
dan jaringan untuk memenuhi kebutuhan nasabah.
Keenam, meningkatkan
akses pelayanan dan sistem teknologi informasi bank syariah. Peningkatan
teknologi informasi dan akses pelayanan bertujuan untuk menciptakan kepuasan
pelanggan melalui penciptaan produk baru dan kualitas pelayanan. Menurut Ani
Sulasiah (2007), kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan
kinerja atau hasil yang dirasakan. Apabila pelayanan yang diterima nasabah
sesuai dengan harapan pelanggan maka pelanggan akan merasa puas, sebaliknya
apabila pelayanan yang diberikan kepada nasabah tidak sesuai dengan harapan
pelanggan maka pelanggan akan merasa tidak puas.
Kepuasan pelanggan sangat erat kaitannya dengan service excellence,
yaitu suatu bentuk pelayanan dimana kualitasnya lebih baik dari yang
dijanjikan, lebih baik dari yang diperkirakan pelanggan, dan rata-rata yang lebih
baik daripada kualitas layanan perusahaan pesaing. Ada beberapa unsur pokok
dalam service excellence dalam Fandy Tjiptono (2002) dalam Ani Sulaisiah
(2007), yaitu antara lain;
Kecepatan
Pelayanan. Pelayanan uang cepat dan akurat dapat tercapai melalui ketersedian
teknologi dan sarana yang memadai serta ketersediaan tenaga yang terampil dalam
system pengoperasianya.
Kenyamanan
dalam pelayanan. Kenyamanan dalam pelayanan bagi perusahaan jasa adalah
merupakan bagian dari produk yang ditawarkan oleh karena itu, tingkat
kenyamanan dalam pelayanan akan menentukan tingkat kepuasan pelanggan.
Keramahan
pelayanan. Keramahan dalam pelayanan kadang dapat mentralisir kekurangan –
kekurangan yang lain. Keramahan dalam pelayanan hendaklah diberikan secara
ikhlas dan efektif.
Kebenaran
Pelayanan. Kebenaran di dalam pelayanan dipengaruhi oleh ketelitian petugas,
tersedianya sarana pendukung, ada tidaknya kerja sama yang baik antar unit atau
antar sesama karyawan.
Langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatn kualitas dan akses
pelayanan adalah dengan melakukan Office Channeling di cabang bank-bank
konvensional untuk membuka layanan syariah. Penerapan kebijakan Office
Channeling ini bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap jasa dan
layanan keuangan syariah serta dapat menghemat biaya untuk penyediaan teknologi
informasi dengan pemanfaatan fasilitas dan teknologi informasi pada bank
konvensional. Selain itu upaya peningkatan kualitas dan akses pelayanan dapat
dilakukan adalah menjalin aliansi dengan mitra strategis seperti bank syariah,
lembaga keuangan syariah lain, maupun instansi-instansi lain. Kerjasama aliansi
diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan syariah untuk
melakukan simpanan ataupun penarikan tunai tanpa harus datang langsung ke bank
yang dituju.
Ketujuh, Meningkatkan
edukasi dan sosialisasi ke masyarakat tentang manfaat produk-produk bank
syariah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat umum, sehingga peningkatan
akses layanan syariah dipengaruhi oleh sisi permintaan masyarakat dengan mau
menggunakan jasa layanan bank syariah. Peningkatan edukasi dan sosialisasi
kepada masyarakat harus secara berkelanjutan yang bertujuan untuk:
Memperluas
cakupan wilayah edukasi melalui kerjasama dengan media massa baik media cetak
maupun elektronik untuk meningkatkan awareness masyarakat terhadap kelembagaan,
produk dan jasa layanan industri perbankan syariah.
Memperluas
dan mengintensifkan program edukasi masyarakat, melalui integrasi program
edukasi dengan materi kurikulum sekolah dengan memberikan materi tentang system
keuangan, perbankan maupun ekonomi yang sesuai prinsip syariah di lingkungan
sekolah baik.
Meningkatkan
cakupan program, sasaran dan wilayah edukasi melalui kerjasama dengan
pihak-pihak terkait baik formal maupun non formal untuk meningkatkan permintaan
masyarakat terhadap jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.
Meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap fungsi, peranan dan kelembagaan perbankan
syariah dalam mendukung perekonomian nasional, sehingga tercipta brand
awareness di benak nasabah.
Kedelapan, Fokus terhadap
potensi tipe nasabah yang rasionalis . Sebuah keadaan yang memprihatinkan
dimana lebih dari 80 persen penduduk di indonesia adalah muslim, tapi tidak
memberikan manfaat yang berarti bagi perkembangan bank syariah itu sendiri
karena market share nya baru sekitar 1,66 persen. Hal ini menggambarkan bahwa
sebagian besar masyarakat muslim di Indonesia adalah tipe nasabah rasionalis
yang mengharapkan nilai tambah dan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi,
sehingga diharapkan dalam melakukan pendekatan ke masyarakat bank syariah dapat
menawarkan nilai tambah yang lebih tinggi dari bank konvensional. Karena
kondisi saat ini sangat memungkinkan terjadinya migrasi nasabah bertipe
rasionalis menjadi nasabah bank syariah, karena pada saat ini terjadi
kecenderungan bahwa tingkat SBI berada pada tingkat yang rendah yaitu 8,25
persen dan dimungkinkan lagi dapat turun pada level yang lebih rendah,
menyebabkan nasabah yang bertipe rasionalis pindah menjadi nasabah bank syariah
yang berpotensi mampu memberikan imbal bagi hasil yang lebih tinggi daripada
bank konvensional.
Kesembilan, lebih berpihak
pada pengembangan Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM). Upaya pemberdayaan
ummat yang berkeadilan dapat tercapai apabila bank syariah lebih berpihak
kepada UMKM, karena UMKM mempunyai potensi yang sangat besar yaitu mampu
menyerap lebih dari 98 persen tenaga kerja dan jumlahnya mencapai lebih dari 90
persen sektor usaha di Indonesia. Sehingga memungkinkan terjadinya pemerataan
pendapatan dan dapat mengurangi pengangguran secara signifikan.
Kesepuluh, menawarkan
imbal bagi hasil yang kompetitif, langkah ini digunakan untuk menarik nasabah
yang bertipe rasionalis yang menginginkan bagi hasil yang lebih tinggi dari
pada return tingkat suku bunga pada bank konvensional. Strategi ini dapat
dilakukan dengan efisiensi dan pengelolaan DPK yang dilakukan oleh menajer
investasi yang andal dengan menggunakan prinsip manajemen risiko pada
pembiayaan kreditnya, sehingga sektor usaha yang dibiayai oleh bank syariah
dapat menghasilkan tingkat keuntungan yang tinggi yang pada akhirnya imbal bagi
hasil kepada nasabah dapat menjadi kompetitif.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Peningkatan daya saing bank syariah tidak hanya dilihat dari jumlah
total asset saja, tetapi lebih dilihat dari kemampuan untuk memberikan manfaat
dan nilai tambah kepada nasabah serta mampu memberdayakan perekonomian ummat
secara umum. Sehingga upaya pengembangan bank syariah diharapkan dapat
menyelaraskan pertumbuhan market share dan permodalan yang kuat dengan tetap
memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian ummat yang sesuai prinsip
syariah melalui pembiayaan yang berkualitas yang mampu memberikan manfaat
kepada ummat.
Upaya pengembangan kinerja dan daya saing industri perbankan
syariah membutuhkan peran serta dan komitmen yang kuat dari stake holder
perbankan syariah, yaitu pemerintah, ulama, perbankan syariah maupun masyarakat
umum. Sehingga perlu di lakukan sinergisitas peran masing-masing pemegang
kepentingan untuk saling bekerja sama mengembangkan industri perbankan syariah.
SARAN
Dalam upaya pengembangan industri perbankan syariah di perlukan
kerjasama dengan pihak-pihak yang pemegang kepentingan dalam perkembangan
industri perbankan syariah di masa yang akan datang. Para stake holder
perbankan syariah mempunyai peran dan fungsi yng berbeda-beda sesuai dengan
karakteristik tugas dan wewenangnya masing-masing, yang dapat di integrasikan
secara bersama-sama untuk kemajuan perkembangan industri perbankan syariah.
Bentuk harmonisasi peran dan fungsi stake holder perbankan syariah
dapat di implementasikan melalui komunikasi yang efektif dan dalam setiap
pengambilan keputusan dan kebijakan masing-masing pihak yang saling mendukung
pihak lain untuk pengembangan industri perbankan syariah di masa yang akan
datang.
Muhammad.
2005. Permasalahan Agency Dalam Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Syariah di
Indonesia. Disertasi. Yogyakarta: UII Yogyakarta
Bank
Indonesia. 2007. Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Bulan September 2007.
Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah: Bank Indonesia.
Beik,
Irfan Syauqi. 2007. Bank Syariah dan Pengembangan Sektor Riil. Jakarta:
pesantrenvirtual.com.
Zuhdi,
Ramzi. 2007. Berebut Triliunan Rupiah di Syariah. Jakarta: Tempo hal 88, edisi
21 Oktober 2007
Agustianto.
2007. Peranan Ulama dalam Sosialisasi Perbankan Syariah. Jakarta:
pesantrenvirtual.com
Amin,
Riawan. 2007. Berebut Triliunan Rupiah di Syariah. Jakarta: Tempo hal 88, edisi
21 Oktober 2007
Republika.co.id.
2007. Situs resmi harian umum republika.
Agustianto.
2003. Sepuluh Pilar Pengembangan Bank Syariah. Jakarta: Pelita.or.id. Harian
Umum Pelita.
Fadjriah,
Siti Ch. 2005. Sistem syariah lebih cocok untuk pembiayaan UKM.
Zuhdi,
Ramzi. 2007. Berebut Triliunan Rupiah di Syariah. Jakarta: Tempo hal 88, edisi
21 Oktober 2007.
Suliasih,
Ani. 2007. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah Tabungan Pada
Bank Muamalat Indonesia Kediri. Skripsi. Malang : Universitas Brawijaya Malang.
S.E.,
Hilmy. 2005. Risiko Bank Syariah lebih Kecil. Jakarta : Harian umum Republika
edisi 06 Juni 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar