BAB I
Pendahuluan
Kebanyakan
 dari Mahasiswa saat ini lebih mengenal Adam Smith dan para tokoh 
ekonomi lainnya yang berasal dari barat, akan tetapi kita belum tentu 
mengetauhi bahwa Islampun memiliki para tokoh ekonomi awal (klasik), 
seperti al-ghazali, abu Ubaid dan lain-lain. Oleh karenanya menarik 
untuk dibicarakan satu tokoh ekonomi Islam yang brillian di masanya, 
yaitu Abu Yusuf, yang terkenal dengan kitab Kharaj-nya (Manual on Land 
Tax) yang hidup pada masa daulah Abbassiah yaitu pada masa Khalifah 
Harun al-Rasyid.
Selain
 itu ekonomi Islam yang telah hadir kembali saat ini, bukanlah suatu hal
 yang tiba-tiba datang begitu saja. Karena yang sudah kita ketauhi dari 
paragraph diatas tadi, bahwa terdapat tokoh-tokoh ekonomi Islam, yang 
mana konsep ekonomi mereka berakar pada hukum Islam yang bersumber dari 
Al Qur’an dan Hadis Nabi saw. Sebagaiman tokoh yang akan dibahas dalam 
makaah ini yaitu Abu Yusuf, beliau telah memberikan kontribusi pemikiran
 ekonomi. Beliau merupakan seorang tokoh muslim pertama yang menyinggung
 masalah mekanisme pasar. makalah ini akan berusaha mengangkat tentang 
bagaimanakah pemikiran ekonomi beliau.
Adapun
 pembahasan dalam makalah ini akan diawali dengan Sekilas tentang Abu 
Yusuf, Kitab al-Kharaj,  Latar Belakang Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf, 
Mekanisme Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf, Sistem Ekonomi Abu Yusuf, Tujuan 
Kebijakan ekonomi Abu Yusuf. 
BAB II
PEMIKIRAN EKONOMI ABU YUSUF
Sekilas Tentang Abu Yusuf
Abu
 Yusuf (113-182 H/731-798 M) merupakan seorang fukaha yang sesunggunya 
lahir di masa Ummayyah, namun mulai berkarya dengan kualitas yang diakui
 di masa abassiyah[1].
Adapun
 nama panjang dari Abu yusuf adalah Imam Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim 
bin Habib al-anshari al-jalbi al-Kufi al-Baghdadi. Di panggil al-anshari
 karena ibunya masih keturunan dari salah seorang sahabat Rasulullah 
Saw., Sa`ad Al-Anshari. Beliau
 dilahirkan di kota Kufa. Pada masa kecilnya, Imam Abu Yusuf  memiliki 
ketertarikan yang kuat pada ilmu pengetahuan, terutama pada ilmu hadis. 
Abu Yusuf menimba berbagai ilmu kepada banyak ulama besar, seperti Abu 
Muhammad atho bin as-Saib Al-kufi, Pendidikannya dimulai dari belajar 
hadits dari bebearapa tokoh. Ia juga ahli dalam bidang fiqh, beliau 
belajar dari seorang guru yang bernama Muhammad Ibnu abdur Rohman bin 
Abi laila yang lebih di kenal dengan nama Ibn Abi Laila.selam tujuh 
belas tahun Abu Yusuf tiada henti-hentinya belajar kepada Abu hanifa, 
iapun terkenal sebagai salah satu murid terkemuka Abu Hanifa.
 Adapun buku-buku yang pernah ditulis Abu Yusuf seperti:
1.      kitab al-Atsar
2.      kitab ikhtilaf Ibni Abi Hanifa wa Laila
3.      Kitab ar-Radd ala al-Siyar Auza`i
4.      Kitab al-Kharaj.
 Buku ini merupakan buku yang paling popular dari kepopuleran 
buku-bukunya yang lain. Dengan buku ini dia dianugerahi sebagai Ulan 
fikih dan ahli ekonomi klasik muslim[2].
Kitab al-Kharaj
Pemikiran
 ekonomi Abu Yusuf tertuang pada karangan terbesarnya yakni kitab 
al-Kharaj. Kitab ini ditulis untuk merespon permintaan khalifah harun 
al-Rasyid tentang ketentuan-ketentuan agama Islam yang membahas masalah 
perpajakan, pengelolaan pendapatan dan pembelanjaan public. Abu Yusuf 
menuliskan bahwa Amir al-Mu’minin telah memintanya untuk mempersiapkan 
sebuah buku yang komprehensif yang dapat digunakan sebagai petunjuk 
pengumpulan pajak yang sah, yang dirancang untuk menghindari penindasan 
terhadap rakyat. Al-Kharaj merupakan kitab pertama yang 
menghimpun semua pemasukan daulah islamiyah dan pos-pos pengeluaran 
berdasarkan kitabullah dan sunnah rasul saw. Dalam kitab ini dijelaskan 
bagaimana seharusnya sikap penguasa dalam menghimpun pemasukan dari 
rakyat sehingga diharapkan paling tidak dalam proses penghimpunan 
pemasukan bebas dari kecacatan sehingga hasil optimal dapat 
direalisasikan bagi kemaslahatan warga Negara. Kitab ini dapat 
digolongkan sebagai fublic finance dalam pengertian ekonomi modern. 
Pendekatan yang dipakai dalam kitab al-Kharaj sangat pragmatis dan 
bercorak fiqh. Kitab ini berupaya membangun sebuah system keuangan 
public yang mudak dilaksanakan yang sesuai dengan hokum islam yang 
sesuai dengan persyaratan ekonomi. Abu Yusuf dalam kitab ini sering 
menggunakan ayat-ayat Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw serta praktek dari 
para penguasa saleh terdahulu sebagai acuannya sehingga membuat 
gagasan-gagasannya relevan dan mantap[3].
 Misalnya Abu yusuf dalam kitabnya al-Kharaj mengomentari perbuatan 
khalifah Umar dengan mengatakan: pendapat Umar ra yang menolak pembagian
 tanah kepada penakluknya tersebut, adalah sesuai dengan keterangan 
al-Qur`an yang di ilhamkan Allah kepadanya dan merupakan taufiq dari 
Allah kepadanya dalam tindakan yang diambilnya dalam keputusan ini 
dinyatakan bahwa kekayaan tersebut adalah untuk seluruh umat Islam. 
Sedangkan pendapatnya yg menegaskan bahwa penghasilan tanah tersebut 
harus di kumpulkan kemudian dibagi kepada kaum muslimin, juga membawa 
manfaat yang luas bagi mereka semua[4]. 
Prinsip-prinsip
 yang ditekankan Abu Yusuf  dalam perekonomian, dapat disimpulkkan bahwa
 pemikiran ekonomi Abu Yusuf sebenarnya tersimpul dalam al-Kharaj yang 
dapat disebut sebagai bentuk pemikiran ekonomi kenegaraan, mengupas 
tentang kebijakan fiscal, pendapat negara dan pengeluaran[5].
Penamaan
 al-Kharaj terhadap kitab ini, dikarenakan memuat beberapa persoalan 
pajak, jiz'ah Kaum non muslim wajib membayar jizyah, namun jika mereka 
meninggalmaka jizyah tersebut tidak boleh dibayar oleh ahli warisnya. 
Jizyah dalam terminology konvensional disebut dengan pajak perlindungan,
 yakni jasa keamanan yang diberikan Negara islam kepada kaum non muslim.
 Bagi kaum non muslim yang ikut berperang , maka bagi mereka tidak 
dibebankan untuk membayar jizyah. Berdasarkan
 klasifikasi strata masyarakat maka jizyah bagi golongan kaya sebesar 4 
dinar, golongan menengah 2 dinar dan kelas miskin 1 dinar. Tentang 
mereka yang enggan membayar jizyah, beliau menyatakan bahwa dalam 
menarik jizyah dari orang-orang non muslim tidak perlu dengan cara 
kekerasan tetapi dengan cara yang kekeluargaan yakni memberlakukan 
mereka layaknya teman, karena hal ini dapat member pengaruh positif 
yaitu bertambah simpatinya kaum non muslim terhadap Islam., serta 
masalah-masalah pemerintahan.
Kitab al-Kharaj mencakup berbagai bidang, antara lain :
- Tentang pemerintahan, seorang khalifah adalah wakil Allah di bumi untuk melaksanakan perintah-Nya. Dalam hubungan hak dan tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat. Kaidah yang terkenal adalah Tasharaf al-imam manuthum bi al-Maslahah.
- Tentang keuangan; uang negara bukan milik khalifah tetapi amanat Allah dan rakyatnya yang harus dijaga dan penuh tanggung jawab.
- Tentang pertanahan; tanah yang diperoleh dari pemberian dapat ditarik kembali jika tidak digarap selama tiga tahun dan diberikan kepada yang lain.
- Tentang perpajakan ; pajak hanya ditetapkan pada harta yang melebihi kebutuhan rakyat yang ditetapkan berdasarkan pada kerelaan mereka.
- Tentang peradilan; hukum tidak dibenarkan berdasarkan hal yang yang subhat. Kesalahan dalam mengampuni lebih baik dari pada kesalahan dalam menghukum. Jabatan tidak boleh menjadi bahan pertimbangan dalam persoalan keadilan.
Latar Belakang Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf
Latar belakang pemikirannya tentang ekonomi, setidaknya dipengaruhi beberapa faktor, baik intern maupun ekstern. Faktor
 intern muncul dari latar belakang pendidikannya yang dipengaruhi dari 
beberapa gurunya. Hal ini nampak dari, setting social dalam penetapan 
kebijakan yang dikeluarkannya, tidak keluar dari konteksnya. Ia berupaya
 melepaskan belenggu pemikiran yang telah digariskan para pendahulu, 
dengan cara mengedepankan rasionalitas dengan tidak bertaqlid. Faktor 
ekstern, adanya system pemerintahan yang absolute dan terjadinya 
pemberontakan masyarakat terhadap kebijakan khalifah yang sering 
menindas rakyat. Ia tumbuh dalam keadaan politik dan ekonomi kenegaraan 
yang tidak stabil, karena antara penguasa dan tokoh agama sulit untuk 
dipertemukan. Dengan setting social seperti itulah Abu Yusuf tampil 
dengan pemikiran ekonomi al-Kharaj[6].
 Penekanan terhadap tanggung jawab penguasa merupakan tema pemikiran 
ekonomi Islam yang selalu dikaji sejak awal. Tema ini pula yang 
ditekankan Abu Yusuf dalam surat panjang yang dikirimkannya kepada 
penguasa Dinasti Abbasiyah, Khalifa Harun Al-Rasyid. Di kemudian hari, 
surat yang membahas tentang pertanian dan perpajakan tersebut dikenal 
sebagai kitab al-Kharaj.
Abu
 Yusuf cenderung menyetujui negara mengambil bagian dari hasil pertanian
 dari para penggarap daripada menarik sewa dari lahan pertanian. Dalam 
pandangannya, cara ini lebih adil dan tampaknya akan memberikan hasil 
produksi yang lebih besar dengan memberikan kemudahan dalam memperluas 
tanah garapan. Dalam hal pajak, ia telah meletakan prinsip-prinsip yang 
jelas yang berabad-abad kemudian dikenal oleh para ahli ekonomi sebagai 
canons of taxation. Kesanggupan membayar, pemberian waktu yang longgar 
bagi pembayar pajak dan sentralisasi pembuatan keputusan dalam 
administrasi pajak adalah beberapa prinsip yang ditekankannya[7].
 Misalnya abu Yusuf juga mengangkat kisah khalifah Umar ibn Khattab yang
 menghadapi kaum nasrani bani Tlaghlab. Mereka hádala orang arab yang 
anti pajak. Maka jangan sekali-kali kamu engkau jadikan mereka sebagai 
musuh (karena tidak mau membayar pajak), maka ambillah dari mereka pajak
 dengan atas nama sedekah. Karena mereka Sejak dulu mau membayar sedekah
 dengan berlipat ganda asa tidak bernama pajak. Mendengar hal itu pada 
mulanya khalifah Umar menolak usulan ini, tetapi kemudian hari justru 
menyetujuinya, sebab di dalamnya terdapat unsur mengais manfaat dan 
mencegah mudharat[8]. Sebagai contoh dalam sentralisasi pembuatan keputusan dalam administrasi pajak.
Dalam bukunya kitab al-Kharaj, Abu Yusuf menguraikan kondisi-kondisi untuk perpajakan, yaitu:
- charging a justifiable minimum (harga minimum yang dapat dibenarkan)
- no oppression of tax-payers (tidak menindas para pembayar pajak)
- maintenance of a healthy treasury, (pemeliharaan harta benda yang sehat)
- benefiting both government and tax-payers (manfaat yang diperoleh bagi pemerintah dan para pembayar pajak)
- in choosing between alternative policies having the same effects on treasury, preferring the one that benefits tax-payers (pada pilihan antara beberapa alternatif peraturan yang memeliki dampak yang sama pada harta benda, yang melebihi salah satu manfaat bagi para pembayar pajak[9]
Abu
 Yusuf dengan keras menentang pajak pertanian. Ia menyarankan agar 
petugas pajak diberi gaji dan perilaku mereka harus diawasi untuk 
mencegah korupsi dan praktek penindasan. Dan mengusulkan penggantian 
system pajak tetap (lump sum system) atas tanah menjadi pajak 
proporsional atas hasil pertanian. Sistem proporsional ini lebih 
mencerminkan rasa keadilan serta mampu menjadi automatic stabilizer bagi perekonomian sehingga dalam jangka panjang perekonomian tidak akan berfluktuasi terlalu tajam[10].
 Bagi Abu Yusuf metode pajak secara proporsional dapat meningkatkan 
pemasukan negara dari pajak tanah dari sisi lain mendorong para penanam 
untuk meningkatkan produksinya. Abu Yusuf menyatakan:
Dalam
 pandangan saya, system perpajakan terbaik untuk menghasilkan pemasukan 
lebih banyak bagi keuangan negara dan yang paling tepat untuk 
menghindari kezaliman terhadap pembayar pajak oleh para pengumpul pajak 
adalah pajak pertanian yang proporsional. System ini akan menghalau kezaliman terhadap para pembayar pajak dan menguntungkan keuangan negara.[11]
Sistem
 pajak ini didasarkan pada hasil pertanian yang sudah diketahui dan 
dinilai, system tersebut mensyaratkan penetapan pajak berdasarkan 
produksi keseluruhan, sehingga system ini akan mendorong para petani 
untuk memanfaatkan tanah tandus dan amati agar mnemperoleh bagian 
tambahan. Dalam menetapkan angka. Abu
 Yusuf menganggap system irigasi sebagai landasannya, perbedaan angka 
yang diajukannya adalah sebagai berikut:
- 40 % dari produksi yang diairi oleh hujan alamiah
- 30 % dari produksi yang diairi secara artificial 1/3 dari produksi tanaman (pohon palm, kebun buah-buahan dan sebagainya) ¼ dari produksi tanaman musim panas.
Dari
 tingkatan angka di atas dapat dilihat bahwa Abu Yusuf menggunakan 
sistem irigasi sebagai kriteria untuk menentukan kemampuan tanah 
membayar pajak, beliau menganjurkan menetapkan angka berdasarkan kerja 
dan modal yang digunakan dalam menanam tanaman[12].
Abu
 Yusuf  wrote too that all persons had the right to use water from the 
great rivers. But if the canal excavated passed through land belonging 
to others, then those who benefited from this canal might have to pay 
compensation like a monthly charge
 (Abu Yusuf juga menjeaskan bahwa semua manua memiiki hak untuk 
menggunakan air dari sungai besar tetapi jika kanal (parit kecil) digali
 yang melalui lahan milik orang lain, kemudian ini  dimanfaat dari kanal
 tersebut harus membayar kopensasi seperti membayar iuran setiap bulan)[13].
Hal
 kontroversial dalam analisis ekonomi Abu Yusuf  ialah pada masalah 
pengendalian harga (tas`ir). Ia menentang penguasa yang menetapkan 
harga. Argumennya 
didasarkan pada sunnah Rasul. Dalam hal ini beliau mengutip hadis-hadis 
rasulullah saw yang menyatakan bahwa “tinggi dan rendahnya barang 
merupakan bagian dari keterkaitan dengan keberadaan allah, dan kita 
tidak bias mencampuri terlalu jauh bagian dari ketetapan tersebut ” 
(Riwayat Abdu a-Rahman bin Abi Laila dari Hikam bin ‘Utaibah) dan hadis 
yang menyatakan “Sesungguhnya urusan tinggi dan rendahnya harga suatu 
barang punya kaitan erat dengan kekuasaan allah swt. Aku berharap dapat 
bertemu dengan Tuhanku di mana salah seorang diantara kalian tidak akan 
menuntutku karena kezhaliman” (Hadis Tsabit Abu Hamzah al-Yamani dari 
Salim bin Abi Ja’ad) dan “…Allah itu sesungguhnya adalah penentu harga, 
penahan, pencurah serta pemberi rizki. Aku mengharapkan dapat menemui 
Tuhanku dimana salah seorang di antara kalian tidak menuntutku karena 
kezhaliman dalam hal darah dan harta” (Riwayat Sufyan bin Uyainah, dari 
Ayub dari Hasan). Abu yusuf menyatakan bahwa hasil panen yang berlimpah 
bukan bukan alasan Untuk menurunkan harga panen dan, sebaliknya., 
kelangkaan tidak mengakibatkan harganya melambung. Pendapat abu Yusuf 
ini merupakan hasi observasi. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa ada 
kemungkinan kelebihan hasil dapat berdampingan dengan harga yang tinggi 
dan kelangkaan dengan harga yang rendah. Namun disisi lain, abu Yusuf 
juga tidak menolak peranan permintaan dan penawaran dalam penentuan 
harga[14]
 . tapi kelihatannya Abu Yusuf ingin mengatakan bahwa kenyataannya Abu 
Yusuf ingin mengatakan bahwa pada kenyataannya harga tidak hanya 
bergantung pada kekuatan penawaran tetapi juga permintaan. Karena itu 
peningkatan atau penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan 
penurunan atau peningkatan dalam produksi. Secara tegas ia mengatakan 
ada beberapa variabel-variabel lain yang mempengaruhi, namun beliau 
tidak menjelaskan secara rinci, variabel-variabel apa saja itu.[15]
Tapi
 bias dari variabel itu adalah pergeseran dalam permintaan atau jumlah 
uang yang beredar di suatu Negara, atau penimbunan dan penahanan barang,
 atau semua hal tersebut. Menurut Siddiqi sebagaimana yang telah dikutip
 oleh Adiwarman bahwa ucapan Abu yusuf harus diterima sebagai pernyataan
 dari hasil pengamatan pada saat itu, yakni keberadaan yang bersamaan 
antara melimpahnya barang dan tingginya harga serta kelangkaan barang 
dan harga rendah.
Dapat
 dilihat bahwa pemikiran Abu Yusuf menggambarkan adanya batasan-batasan 
tertentu bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan harga. Abu Yusuf 
lebih banyak mengedepankan ra’yu dengan menggunakan perangkat analisis 
qiyas dalam upaya mencapai kemaslahatan ‘ammah sebagai tujuan akhir 
hukum[16].
Penting
 diketahui, para penguasa pada periode itu umumnya memecahkan masalah 
kenaikan harga dengan menambah suplai bahan makana dan mereka 
menghindari kntrol harga. Kecendrungan yang ada daam pemikiran ekonomi 
adalah membersihkan pasar dari praktek penimbunan, monopoli, dan pratek 
korup lainnya dan kemudian membiarkan penentuan harga kepada kekuatan 
permintaan dan penawaran. Abu Yusuf tidak dikecualikan dalam hal 
kecenderungan ini[17].
Mekanisme Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf
Adapun
 yang menjadi kekuatan utama pemikiran abu yusuf adalah dalam masalah 
keuangan publik. Dengan daya observasi dan analisisnya, abu yusuf 
menguraikan masalah keuangan dan menunjukkan beberapa kebijakan yang 
harus diadobsi bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. beliau
 melihat bahwa sektor Negara sebagai satu mekanisme yang memungkinkan 
warga Negara melakukan campur tangan atas proses ekonomi. Bagaimana 
mekanisme pengaturan tersebut dalam menentukan : Tingkat pajak yang 
sesuai dan seimbang dalam upaya menghindari perekonomian Negara dari 
ancaman resesi. Sebuah arahan yang jelas tentang pengeluaran pemerintah 
untuk tujuan yang diinginkan oleh kebijaksanaan umum. Untuk dapat 
mewujudkan keadaan tersebut Abu Yusuf meletakkan beberapa macam 
mekanisme, yakni: 
- Menggantikan system wazifah dengan system muqosomah.
Wazifah dan muqosomah merupakan istilah dalam membahasakan system pemungutan pajak. Wazifah
 memberikan arti bahwa system pemungutan yang ditentukan berdasarkan 
nilai tetap, tanpa membedakan ukuran tingkat kemampuan wajib pajak atau 
mungkin dapat dibahasakan dengan pajak yang dipungut dengan ketentuan 
jumlah yang sama secara keseluruhan, sedangkan Muqosomah merupakan 
system pemungutan pajak yang diberlakukan berdasarkan nilai yang tidak 
tetap (berubah) dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan dan persentase
 penghasilan atau pajak proporsional, sehingga pajak diambil dengan cara
 yang tidak membebani kepada masyarakat[18]. Berkaitan dengan ini Abu Yusuf mengatakan;
Saya
 mendapat pertanyaan mengenai pajak dan pengumpulannya di Sawad. Saya 
mengumpulkan pendapat orang-orang di lapangan dan mendiskusikan 
permasalahan tersebut bersama mereka, dan tak satupun yang gagal dalam 
pelaksanaanya, kemudian saya menanyakan tentang kharaj yang ditetapkan 
(tauzif) oleh umar bin Khatab, dan tentang kapasitas tanah yang dikenai 
pajak (wazifah) mereka (orang-orang yang dikumpulkan untuk 
bermusyawarah) tersebut mengungkapkan, bahwa belakangan ini tanah-tanah 
subur lebih banyak dibandingkan dengan tanah-tanah yang tidak subur, dan
 mereka juga mengungkapkan banyaknya tanah sisa yang tidak dikerjakan 
(nonproduktif) dan sedikitnya tanah garapan yang digunakan sebagai 
subyek kharaj. Menurut pandangan mereka , jika tanah yang tidak digarap 
yang kami miliki akan dikenakan kharaj seperti halnya tanah garapan yang
 subur, maka kami tidak akan bisa mengerjakan tanah atau lahan-lahan 
yang ada sekarang, lantaran ketidakmampuan kami untuk membayar kharaj 
terhadap tanah yang non-produktif tersebut, dan jika tanah tersebut 
tidak dikelola dalam waktu seratus tahun, maka ia tetap akan menjadi 
subyek kharaj atau tetap tidak akan pernah digarap selamanya, dan jika 
memang demikian halnya maka bagi orang-orang yang menggarap tanah ini 
untuk keperluan sehari-hari tidak bisa dikenai kharaj. Konsekuensinya, 
saya menyadari bahwa biaya yang tetap dalam[19].
Abu
 Yusuf dalam membenahi system perekonomian, ia membenahi mekanisme 
ekonomi dengan jalan membuka jurang pemisah antara kaya dan miskin.
- Membangun fleksibilitas social
Problematika
 muslim dan non-muslim juga tidak lepas dari pembahasan Abu Yusuf, yaitu
 tentang kewajiban warga negara non-Muslim untuk membayar pajak. Abu 
Yusuf memandang bahwa warga Negara sama dihadapan hukum, sekalipun 
beragama non-Islam. Dalam hal ini Abu Yusuf membagi tiga golongan orang 
yang tidak memiliki kapasitas hukum secara penuh, yaitu Harbi, 
Musta’min, dan Dzimmi. Kelompok Musta’min dan Dzimmi adalah kelompok 
asing yang berada di wilayah kekuasaan Islam dan membutuhkan 
perlindungan keamanan dari pemerintah Islam, serta tunduk dengan segala 
aturan hukum yang berlaku. Perhatian ini diberikan Abu Yusuf dalam 
rangka memberi pemahaman keseimbangan dan persamaan hak dan juga 
mekanisme penetapam pajak jiz’ah. 
Pembayaran
 jiz’ah oleh non-muslim, bukanlah sebagai hukuman atas ketidakpercayaan 
mereka terhadap Islam, sebab hal iti bertentangan dengan al-Qur’an (2): 
256 ; tidak ada paksaan dalam agama. Jiz’ah tidak diberlakukan bagi 
perempuan, anak-anak, orang miskin dan kalangan tidak mampu. Bagi yang 
tidak mampu membayar, mereka juga wajib dilindungi dan disantuni. 
Berkaitan
 dengan jiz’ah ini, Abu Yusuf secara khusus membahasnya yang ditujukan 
kepada Harun al-Rasyid. Beliau mengatakan “siapa saja yang memaksa warga
 yang bukan muslim, atau meminta pajak kepada mereka di luar 
kemampuannya, maka aku termasuk golongannya. Jiz’ah, jika dihadapkan 
pada konteks realitas social ekonomi masyarakat, maka pertimbangan 
persentase berdasarkan pendapat Abu Yusuf di atas kiranya lebih mengarah
 pada tingkat keseimbangan dan nilai-nilai keadilan yang manusiawi,. Hal
 ini dilakukan sebagai ukuran material dan kemampuan masyarakat dalam 
menunaikan kewajibannya sebagai warga Negara. Pemahaman fleksibilitas 
yang dibangun Abu yusuf juga terlihat dari sikapnya yang toleran pada 
non-Muslim dalam memberi izin melakukan transaksi perdagangan di wilayah
 kekuasaan Islam. Hal lain, yang dilakukan Abu Yusuf adalah menolak 
pendapat yang melarang pedagang Islam untuk berdagang di wilayah Dar 
al_harbi. Hal ini dilakukan guna membuka peluang untuk kontribusi bagi 
pembangunan dan penyebaran tekhik perdagangan ke seluruh dunia, seperti 
Cina, Afrika, Asia Tengah, Asia Tenggara dan Turki. Dari
 sikap Abu Yusuf di atas, terlihat bahwa ia memperhatikan hubungan baik 
antar Negara, pengembangan ekonomi perdagangan, serta
upaya mensikapi perekonomian masyarakat sebagai antisipasi jika terjadi krisis
- Membangun system politik dan ekonomi yang transparan.
Menurut
 Abu Yusuf pembangunan system ekonomi dan politik, mutlak dilaksanakan 
secara transparan, karena asas transparan dalam ekonomi merupakan bagian
 yang paling penting guna mencapai perwujudan ekonomi yang adil dan 
manusiawi[21].
- Menciptakan system ekonomi yang otonom
Abu
 Yusuf menciptakan system ekonomi yang otonom (tidak terikat dari 
intervensi pemerintah). Perwujudannya nampak dalam pengaturan harga yang
 bertentangan dengan
hukum supply and demand.
Selain
 itu semua Abu Yusuf juga memberikan beberapa saran tentang cara-cara 
memperoleh sumber pembelanjaan untuk jangka panjang, seperti membangun 
jembatan dan bendungan serta menggali saluran-saluran besar dan kecil. 
Ketika berbicara tentang pengadaan fasilitas infrasstruktur, Abu Yusuf 
menyatakan bahwa negara bertanggung jawab untuk memenuhinya agar dapat 
meningkatkan produktivitas tanah, kemakmuran rakyat serta pertumbuhan 
ekonomi. Ia berpendapat bahwa semua biaya yang dibutuhkan bagi pengadaan
 proyek Publik. Selain di biadang keuangan Publik, abu Yusuf juga 
memberikan pandangannya tentang mekanisme pasar dan harga[22], seperti yang dijelaskan pada paragraph sebelumnya . 
Sistem Ekonomi Abu Yusuf
Sistem
 ekonomi yang dikehendaki oleh Abu yusuf adalah satu upaya untuk 
mencapai kemaslahatan ummat. Kemaslahatan ini didasarkan pada al-Qur’an,
 al- Hadits, maupun landasan-landasan lainnya. Hal
 inilah yang nampak dalam pembahasannya kitab al-Kharaj. Kemaslahatan 
yang dimaksud oleh Abu Yusuf adalah, yang dalam termiologi fiqh disebut 
dengan Maslahah/ kesejahteraan, baik sifatnya individu (mikro) maupun 
(makro) kelompok. Secara mikro juga diharapkan bahwa manusia dapat 
menikmati hidup dalam kedamaian dan ketenangan dalam hubungan interaksi 
sosial antar sesama, dan diatur dengan tatanan masyarakat yang saling 
menghargai antar masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. 
Ukuran maslahah, menurut Abu Yusuf dapat diukur dari beberapa aspek, 
yaitu keseimbangan, (tawazun), kehendak bebas (al-Ikhtiar), tanggung 
jawab/keadilan (al-‘adalah/accountability), dan berbuat baik 
(al-Ikhsan). Jika konsepsi maslahah yang dipakai oleh Abu yusuf adalah 
konsepsi As-Syatibi, maka teori analalisis ekonominya dikategorikan 
sebagai bentuk dari al_maslahah al-Mu’tabarah[23].
Selain itu Konsep
 maslahah ummat seperti ini jika dikembangkan dalam wacana ekonomi masa 
sekarang dan mendatang adalah sangat memungkinkan. Hal ini nampak, 
selain dari struktur bangunan pemikirannya yang berangkat pada 
pengembangan moral etis agamis, juga terlihat dari filterisasi 
at-Tawazun, alikhtiyar, al-‘adalah, al-Ikhsan, yang memungkinkan etika 
ekonomi bergerak lebih leluasa dan ideal dalam dinamika sosio cultural 
masyarakat tanpa harus meninggalkan bagian normatifitas transendental 
ajaran agama[24]. 
Dalam
 hal yang berhubungan pemerintahan Abu Yusuf menyusun sebuah kaidah fiqh
 yang sangat populer, yaitu Tasrruf al-Imam `ala Ra`iyyah Manutun bi 
al-Mashlaha (setiap tindakan pemerintah yang bertkaitan dengan rakyat 
senantiasa terkait dengan kemaslahatan mereka).ia menekankan pentingnya 
sifat amanah dalam mengelola uang negara, uang negara bukan milik 
khalifah, tetapi amanat allah dan rakyatnya yang harus dijaga dengan 
penuh tanggungjawab[25]. 
Dengan
 melihat dari bagaimana kebijakan Abu yusuf dalam hal ekonomi, 
menunjukkan bahwa perkembangan pemikiran ekonomi dalam islam telah 
memberikan suatu pencerahan. Melihat dari bagaimana pendapat Abu yusuf 
tentang fluktuasi harga memberikan kesimpulan bahwa system ekonomi yang 
ada belum tentu bias diterima, tergantung pada keadaan dan situasi yang 
terjadi pada suatu tenpat.
Dengan
 pemikiran ekonomi Abu Yusuf  ini hendaklah dapat mendorong kita untuk 
menjadi umat yang menghubungkan antara agama dan ekonomi, karena hal 
yang berhubungan dengan kegiatan manusia tersebut telah di jelaskan 
hukumnya didalam Al-Qur`an dan Hadis. Selain mendapat kesejahteraan di 
dunia, kita juga akan mendapat kesejahteraan di akhirat juga. 
Kesejahteraan (mashlahah itu terbagi dalm dua komponen yaitu; manfaat 
dan berkah. Yang mana berkah tersebut dapat diperoleh dengan menerapkan 
prinsip dan nilai Islam dalam kegiataan ekonominya.
BAB III
Kesimpulan
Abu
 Yusuf (113-182 H/731-798 M) merupakan seorang fukaha yang sesunggunya 
lahir di masa Ummayyah, namun mulai berkarya dengan kualitas yang diakui
 di masa abassiyah. Adapun nama panjang dari Abu yusuf adalah Imam Abu 
Yusuf Ya’qub bin Ibrahim bin Habib al-anshari al-jalbi al-Kufi 
al-Baghdadi. 
Pemikiran
 ekonomi Abu Yusuf tertuang pada karangan terbesarnya yakni kitab 
al-Kharaj. Al-Kharaj merupakan kitab pertama yang menghimpun semua 
pemasukan daulah islamiyah dan pos-pos pengeluaran berdasarkan 
kitabullah dan sunnah rasul saw. Dalam kitab ini dijelaskan bagaimana 
seharusnya sikap penguasa dalam menghimpun pemasukan dari rakyat 
sehingga diharapkan paling tidak dalam proses penghimpunan pemasukan 
bebas dari kecacatan sehingga hasil optimal dapat direalisasikan bagi 
kemaslahatan warga Negara. 
Kitab al-Kharaj mencakup berbagai bidang, antara lain :
·         Tentang pemerintahan
·         Tentang keuangan
·         Tentang pertanahan
·         Tentang 
·         Tentang peradilan
Latar
 belakang pemikirannya tentang ekonomi, setidaknya dipengaruhi beberapa 
faktor, baik intern maupun ekstern. Faktor intern muncul dari latar 
belakang pendidikannya yang dipengaruhi dari beberapa gurunya. Faktor 
ekstern, adanya system pemerintahan yang absolute dan terjadinya 
pemberontakan masyarakat terhadap kebijakan khalifah yang sering 
menindas rakyat.  
Adapun yang menjadi kekuatan utama pemikiran abu yusuf adalah dalam masalah keuangan publik. 
Abu
 Yusuf dalam membenahi system perekonomian, ia membenahi mekanisme 
ekonomi dengan jalan membuka jurang pemisah antara kaya dan miskin.
Sistem
 ekonomi yang dikehendaki oleh Abu yusuf adalah satu upaya untuk 
mencapai kemaslahatan ummat. Kemaslahatan ini didasarkan pada al-Qur’an,
 al- Hadits, maupun landasan-landasan lainnya. Hal inilah yang nampak 
dalam pembahasannya kitab al-Kharaj. Kemaslahatan yang dimaksud oleh Abu
 Yusuf adalah, yang dalam termiologi fiqh disebut dengan Maslahah/ 
kesejahteraan, baik sifatnya individu (mikro) maupun (makro) kelompok
Tujuan
 kebijakan ekonomi Abu Yusuf adalah untuk mencapai maslahah ‘ammah. 
Maslahah adalah kesejahteraan yang sifatnya individu (mikro) maupun 
golongan (makro). 
Model
 pemikiran Abu Yusuf adalah berbentuk pemikiran ekonomi kenegaraan, 
mengupas tentang kebijakan fiskal, yang berkenaan dengan pendapatan 
negara.
Daftar Pustaka
Al-Qardhawi, Yusuf. Karakteristik Islam. Jakarta : Rabbani Press, 1997.
Al-Qardhawi, Yusuf. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian. Jakarta : Rabbani Press, 1997.
Azhari Akmal Tarigan dkk.,Pergumulan Ekonomi Syariah di Indonesia. Bandung: Cipta Pustaka Media, 2007.
Azhari Akmal Tarigan dkk., Dasar-Dasar Ekonomi Islam. Bandung: Cipta Pustaka Media, 2006.
http://www.hermaninbissmillah.blogspot .com/2009/11/pemikiran ekonomi abu yusuf. Html.
http://www.islamic economic abu yusuf, business, and finance.com (23 februari 2010).
Karim, Adiwarman Azhar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Ed. Ke-2. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.
Mustafa Edwin dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Pendana Media Group, 2007. 
Naili
 Rahmawati, pemikiran ekonomi islami abu yusuf, makalah disajikan pada 
situs pemikiran ekonomi abu yusuf, 03 rabiul awal 1431 H, mataram.
P3EI UII Yogyakarta. Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008.
[1] Mustafa Edwin, pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: KPMG, 2007), h. 185
[3]  http://www.hermaninbissmillah.blogspot .com/2009/11/pemikiran ekonomi abu yusuf. html
[6]  Naili
 Rahmawati, pemikiran ekonomi islami abu yusuf, makalah disajikan pada 
situs pemikiran ekonomi abu yusuf, 03 rabiul awal 1431 H, mataram, h. 
1-2 
[7] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: RGP: 2004), h.14-15
[8]  Yusuf al-Qardhawi, Karakteristik Islam (Jakarta: Rabbani press: tthn), h. 296
[9] http://www.islamic-world.net/economics/al_kharaj.htm
[12]  http://www.hermaninbissmillah.blogspot .com/2009/11/pemikiran ekonomi abu yusuf. html
[13]  http://www.islamic-world.net/economics/al_kharaj.htm
[14]  Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: RGP: 2004), h.15
[15] Mustafa Edwin, pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: KPMG, 2007), h. 186
[16] http://www.hermaninbissmillah.blogspot .com/2009/11/pemikiran ekonomi abu yusuf. html
[17]  Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: RGP: 2004), h.15
[18]  ibid
[19]  Naili
 Rahmawati, pemikiran ekonomi islami abu yusuf, makalah disajikan pada 
situs pemikiran ekonomi abu yusuf, 03 rabiul awal 1431 H, mataram, h. 15
[20]  ibid, h. 6-7
[21]  ibid
[22]  Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: RGP: 2004), ed 3, h.235-236
[23]  Naili
 Rahmawati, pemikiran ekonomi islami abu yusuf, makalah disajikan pada 
situs pemikiran ekonomi abu yusuf, 03 rabiul awal 1431 H, mataram, h. 
2-3