Sabtu, 30 Juni 2012

history PMII


Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu elemen mahasiswa yang terus bercita-cita mewujudkan Indonesia ke depan menjadi lebih baik. PMII berdiri tanggal 17 April 1960 dengan latar belakang situasi politik tahun 1960-an yang mengharuskan mahasiswa turut andil dalam mewarnai kehidupan sosial politik di Indonesia. Pendirian PMII dimotori oleh kalangan muda NU (meskipun di kemudian hari dengan dicetuskannya Deklarasi Murnajati 14 Juli 1972, PMII menyatakan sikap independen dari lembaga NU). Di antara pendirinya adalah Mahbub Djunaidi dan Subhan ZE (seorang jurnalis sekaligus politikus legendaris).

Latar belakang pembentukan PMII

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII:
  1. Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
  2. Tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
  3. Pisahnya NU dari Masyumi.
  4. Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang tergabung di HMI karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
  5. Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang nota bene HMI adalah underbouw-nya.
Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahsiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Organisasi-organisasi pendahulu

Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto.Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.
Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma'il Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.

Konferensi Besar IPNU

Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:
  1. A. Khalid Mawardi (Jakarta)
  2. M. Said Budairy (Jakarta)
  3. M. Sobich Ubaid (Jakarta)
  4. Makmun Syukri (Bandung)
  5. Hilman (Bandung)
  6. Ismail Makki (Yogyakarta)
  7. Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
  8. Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
  9. Laily Mansyur (Surakarta)
  10. Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
  11. Hizbulloh Huda (Surabaya)
  12. M. Kholid Narbuko (Malang)
  13. Ahmad Hussein (Makassar)
Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.

Deklarasi

Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang,Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat tu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf "P" merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.

Independensi PMII

Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai induknya, NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.
Namun, betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain.
Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya susah untuk direnggangkan.

Ideologi PMII



Membandingkan ideologi & NDP dalam ranah ke-PMII-an

Manusia pada hakikatnya yang nyata adalah makhluk sosial. Semenjak lahir sampai matipun keberadaanya saling membutuhkan antara satu dan yang lainnya. Dalam kehidupannya banyak cara dilakukan untuk mengukuhkan keberadaanya sebagai makhluk sosial (bersosialisasi), salah satunya adalah dengan cara berorganisasi. Dalam kesehariannya (bersosialisasi dan berorganisasi) tentunya dibutuhkan landasan berpijak/berfikir atau yang biasa disebut keberadaannya sebagai ideologi, guna melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan dan sebagai dasar dari setiap pemikiran, arah gerakan, juga sebagai landasan tentang kebenaran.
Ideologi dikumandangkan pertama kali oleh Antoine Destutt de Tracy (seorang revolusioner Perancis (1754-1836)). Beliau melihat bahwa ketika revolusi berlangsung, banyak ide atau pemikiran telah menginspirasi ribuan orang untuk menguji kekuatan ide-ide tersebut dalam kancah pertarungan politik dan mereka mau mengorbankan hidup demi ide-ide yang diyakini tersebut (bahkan sampai sekarang). Latar belakang inilah yang mendorong de Tracy (dan saya sekarang) untuk mengkaji tentang ideologi. Terlebih perdebatan tentang ideologi masih memiliki ruangnya sendiri (dalam PMII atau institusi lainnya) tentang keberadaanya yang masih menuai kritik dan evaluasi terhadapnya.
Ideologi secara etimologis (dalam pengertian kalangan santri disebut definisi lugothan (definisi secara bahasa)) berasal dari kata idea (ide/gagasan) dan ology/logos (ilmu). Namun, definisi lugothan ini tidak dapat dijadikan pijakan untuk memahami ideologi lebih mendalam. Oleh karena itu bila ada definisi secara lugothan/bahasa (dikalangan santri) ada pengertian secara istilahan (definisi secara lebih mendalam dan terarah). Secara istilahan ideologi didefinisikan sebagai kumpulan ide/gagasan/aqidah aqliyyah (akidah (keyakinan yang mendasar) yang sampai melalui proses berfikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan. Oleh sebab itu ideologi juga dianggap sebagai landasan kebenaran yang fundamental (mendasar). Dan karenanya pula tidak terlalu salah juga bila ideologi disebut sebagai sumber kebenaran dan keberadaannya adalah sebagai ruh dari operasi praktis kehidupan (organisasi).
Peranan ideologi adalah sebagai wadah/tempat bagi kebenaran atau bahkan sebagai sumber kebenaran itu sendiri yang disatu sisi dinilai sebagai pencerah umat, akan tetapi disisi lain juga dijadikan sebagai alat hegemoni (pengunggul) umat. Ideologi juga kadang menjadi tameng pembenaran umat/golongan tertentu atau bahkan individu-individu yang berkepentingan, dan digunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak selayaknya. Karena dalam prosesnya kemudian ideologi ada tidak bebas dari kepentingan prinsip peng-ada-an. Suatu materi diciptakan/diadakan (contohnya organisasi) pasti punya maksud dan tujuan. Ironisnya kepentingan/tujuan yang pada awalnya untuk kebaikan sesama tanpa adanya pengistimewaan/pengklarifikasian kemudian berubah menjadi milik segolongan tertentu. Dalam organisasi ideologi lebih diperankan sebagai identitas dari organisasi tersebut dan di biasanya gunakan sebagai pendoktrin untuk membentuk paradigma keorganisasian.*
Karena alasan-alasan seperti yang tersebut diatas itulah keberadaan ideologi dalam organisasi sangat dibutuhkan sebagai identitas dan landasan berfikir yang sangat fundamental dalam setiap gerakan juga menjadi kerangka yang sistematis agar keberadaa organisasi tidak melenceng dari konsep dan tujuan awal pendiriannya.
Dibawa kedalam ranah PMII, ideologi PMII atau yang biasa di sebut sebagai identitas PMII yang digali dari sumber-sumbernya yaitu ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an dalam pemahaman ke-ASWAJA-an, telah tersublimasi keberadaannya menjadi rumusan materi yang terkandung dalam NDP PMII (Nilai Dasar Pergerakan PMII), semacam Qonun azasi di-PMII atau itu yang di sebut ideologi. ASWAJA sendiri yang pada awal pendirian PMII ingin di perankan sebagai ideologi di-PMII, kini peranannya lebih difokuskan sebagai manhaj al-Fiqr (landasan pemikiran semata/sebagai pengontrol arah pergerakan) dan manhaj at-Taghayyur al-Ijtima’i (perubahan sosial).
Tapi, sebagaimana yang kita tahu/dengar dikalangan warga pergerakan PMII sendiri bahwa NDP PMII tidak dapat dikatakan sebagai ideologi PMII karena telah mengalami pemahaman yang berbeda, meluas, mendalam, juga terumuskan secara rapi dan tersusun. Karena rumusan NDP PMII (seperti yang tersebut diatas) adalah sublimasi dari ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an yang berhaluan Ahlussunnah wal-Jama’ah, yang berisikan tentang ke-Tauhid-an, pengyakinan kita terhadap Tuhan yang maha esa. Dan bentuk pengyakinan itu terletak pada pola relasi/hubungan antara komponen-komponen yang ada di-alam dengan Tuhan. Pola relasi itu yang menjadi rumusan dasar dalam NDP PMII dan di bagi kedalam 4 bagian yakni :
1-Ke-Tauhid-an ;
2-Hubungan antara manusia dengan Tuhan ;
3-Hubungan antara manusia dengan manusia ; dan
4-Hubungan antara manusia dengan alam.
Juga keberadaannya sebagai penyelaras antara vertical line (rumusan ke-1 dan ke-2) juga horizontal line (rumusan ke-3 dan ke-4). Dengan begitu kita tahu bahwa ideologi tidak dapat disamakan keberadaannya dengan NDP PMII, karena selain telah mengalami perbedaan pemahaman yang meluas juga mendalam tentang keberadaanya. NDP PMII sendiri juga sudah berbeda serta lebih tinggi (karena di dalamnya sudah tertanam peranan ideologi) dan terarah kedudukan serta fungsinya dari pada ideologi. Ideologi yang kedudukannya sebagai identitas organisasi dan berfungsi sebagai landasan berfikir serta berpijak untuk suatu tujuan yang idealist. Sedangkan NDP PMII berkedudukan sebagai :
a) sumber kekuatan ideal moral dari aktifis pergerakan ; dan
b) pusat argumentasi dan pengikat kebenaran dari kebebasan berfikir, berucap, dan bertindak dalam aktifitas pergerakan.
Dan juga berfungsi sebagai :
a) kerangka refleksi (landasan dalam berfikir) ;
b) kerangka aksi (landasan berpijak) ;
c) kerangka idelogis (sumber motivasi).**
Akhirnya, karena alasan-alasan diatas itulah kalangan warga pergerakan tidak meg-iya-kan bila NDP PMII di sebut sebagai ideologi.
Dan setelah kita memahami sedikit tulisan saya tentang pemahaman ideologi dan bagaimana cara PMII memandang dan menempatkannya, juga memahami sekilas tentang dasar rumusan NDP PMII, barulah kita dapat sedikit tahu apa dan kemana arah/tujuan pergerakan serta keberadaan kita sebagai kader di-PMII.
Oleh :
ABDUL ROSYID
(PMII-INISA)


AKHIRNYA SAYA UCAPKAN TERIMAH KASIH
SALAM PERGERAKAN…!
Tangan terkepal dan maju kemuka…!!!

Sabtu, 23 Juni 2012

BULAN SYA'BAN

Sya'ban adalah istilah bahasa Arab yang berasal dari kata syi'ab yang artinya jalan di atas gunung. Islam kemudian memanfaatkan bulan Sya’ban sebagai waktu untuk menemukan banyak jalan, demi mencapai kebaikan.

Karena bulan Sya’ban terletak di antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan, karena diapit oleh dua bulan mulia ini, maka Sya’ban seringkali dilupakan. Padahal semestinya tidaklah demikian. Dalam bulan Sya’ban terdapat berbagai keutamaan yang menyangkut peningkatan kualitas kehidupan umat Islam, baik sebagai individu maupun dalam lingkup kemasyarakatan.

Karena letaknya yang mendekati bulan Ramadhan, bulan Sya’ban memiliki berbagai hal yang dapat memperkuat keimanan. Umat Islam dapat mulai mempersiapkan diri menjemput datangnya bulan termulia dengan penuh suka cita dan pengharapan anugerah dari Allah SWT karena telah mulai merasakan suasana kemuliaan Ramadhan.

Rasulullah SAW bersabda,


ذاكَ شهر تغفل الناس فِيه عنه ، بين رجب ورمضان ، وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين، وأحب أن يرفع عملي وأنا صائم -- حديث صحيح رواه أبو داود النسائي

Bulan Sya'ban adalah bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadan. Bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal. Karenanya, aku menginginkan pada saat diangkatnya amalku, aku dalam keadaan sedang berpuasa.” (HR Abu Dawud dan Nasa'i)

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pengakuan Aisyah, bahwa Rasulullah SAW tidak pernah berpuasa (sunnah) lebih banyak daripada ketika bulan Sya’ban. Periwayatan ini kemudian mendasari kemuliaan bulan Sya’ban di antar bulan Rajab dan Ramadhan.

Karenanya, pada bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak berdzikir dan meminta ampunan serta pertolongan dari Allah SWT. Pada bulan ini, sungguh Allah banyak sekali menurunkan kebaikan-kebaikan berupa syafaat (pertolongan), maghfirah (ampunan), dan itqun min adzabin naar (pembebasan dari siksaan api neraka).

Dari sinilah umat Islam, berusaha memuliakan bulan Sya’ban dengan mengadakan shodaqoh dan menjalin silaturrahim. Umat Islam di Nusantara biasanya menyambut keistimewaan bulan Sya’ban dengan mempererat silaturrahim melalui pengiriman oleh-oleh yang berupa makanan kepada para kerabat, sanak famili dan kolega kerja mereka. Sehingga terciptalah tradisi saling mengirim parcel di antara umat Islam.

Karena, di kalangan umat Islam Nusantara, bulan Sya’ban dinamakan sebagai bulan Ruwah, maka tradisi saling kirim parcel makanan ini dinamakan sebagai Ruwahan. Tradisi ini menyimbolkan persaudaraan dan mempererat ikatan silaturrahim kepada sesama Muslim.

Nishfu Sya’ban



Sya’ban adalah bulan kedelapan dalam penanggalan Hijriyah. Keistimewaan bulan ini terletak pada pertengahannya yang biasanya disebut sebagai Nishfu Sya'ban. Secara harfiyah istilah Nisfu Sya’ban berarti hari atau malam pertengahan bulan Sya'ban atau tanggal 15 Sya'ban.

Kaum Muslimin meyakini bahwa pada malam ini, dua malaikat pencatat amalan keseharian manusia, yakni Raqib dan Atid, menyerahkan catatan amalan manusia kepada Allah SWT, dan pada malam itu pula buku catatan-catatan amal yang digunakan setiap tahun diganti dengan yang baru.

Imam Ghazali mengistilahkan malam Nisfu Sya'ban sebagai malam yang penuh dengan syafaat (pertolongan). Menurut al-Ghazali, pada malam ke-13 bulan Sya'ban Allah SWT memberikan seperti tiga syafaat kepada hambanya. Sedangkan pada malam ke-14, seluruh syafaat itu diberikan secara penuh. Dengan demikian, pada malam ke-15, umat Islam dapat memiliki banyak sekali kebaikan sebagai penutup catatan amalnya selama satu tahun. Karepa pada malam ke-15 bulan Sya’ban inilah, catatan perbuatan manusia penghuni bumi akan dinaikkan ke hadapan Allah SWT.

Para ulama menyatakan bahwa Nisfu Sya'ban juga dinamakan sebagai malam pengampunan atau malam maghfirah, karena pada malam itu Allah SWT menurunkan pengampunan kepada seluruh penduduk bumi, terutama kepada hamba-Nya yang saleh.

Dengan demikian, kita sebagai umat Islam semestinya tidak melupakan begitu saja, bahwa bulan sya’ban dalah bulan yang mulia. Sesungguhnya bulan Sya'ban merupakan bulan persiapan untuk memasuki bulan suci Ramadhan. Dari sini, umat Islam dapat mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan mempertebal keimanan dan memanjatkan doa dengan penuh kekhusyukan.


Syaifullah Amin
Pengurus Pusat Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU

Kamis, 21 Juni 2012

Seputih Melati

Melati tak pernah berdusta dengan apa yang ditampilkannya. Ia tak memiliki
warna dibalik warna putihnya. Ia juga tak pernah menyimpan warna lain untuk
berbagai keadaannya, apapun kondisinya, panas, hujan, terik ataupun badai
yang datang ia tetap putih. Kemanapun dan dimanapun ditemukan, melati selalu
putih. Putih, bersih, indah berseri di taman yang asri. Pada debu ia tak
marah, meski jutaan butir menghinggapinya. Pada angin ia menyapa, berharap
sepoinya membawa serta debu-debu itu agar ianya tetap putih berseri.
Karenanya, melati ikut bergoyang saat hembusan angin menerpa. Kekanan ia
ikut, ke kiri iapun ikut. Namun ia tetap teguh pada pendiriannya, karena
kemanapun ia mengikuti arah angin, ia akan segera kembali pada tangkainya.

Pada hujan ia menangis, agar tak terlihat matanya meneteskan air diantara
ribuan air yang menghujani tubuhnya. Agar siapapun tak pernah melihatnya
bersedih, karena saat hujan berhenti menyirami, bersamaan itu pula air dari
sudut matanya yang bening itu tak lagi menetes. Sesungguhnya, ia senantiasa
berharap hujan kan selalu datang, karena hanya hujan yang mau memahami
setiap tetes air matanya. Bersama hujan ia bisa menangis sekeras-kerasnya,
untuk mengadu, saling menumpahkan air mata dan merasakan setiap kegetiran.
Karena juga, hanya hujan yang selama ini berempati terhadap semua rasa dan
asanya. Tetapi, pada hujan juga ia mendapati keteduhan, dengan airnya yang
sejuk.

Pada tangkai ia bersandar, agar tetap meneguhkan kedudukannya, memeluk erat
setiap sayapnya, memberikan kekuatan dalam menjalani kewajibannya,
menserikan alam. Agar kelak, apapun cobaan yang datang, ia dengan sabar dan
suka cita merasai, bahkan menikmatinya sebagai bagian dari cinta dan kasih
Sang Pencipta. Bukankah tak ada cinta tanpa pengorbanan? Adakah kasih sayang
tanpa cobaan?

Pada dedaunan ia berkaca, semoga tak merubah warna hijaunya. Karena dengan
hijau daun itu, ia tetap sadar sebagai melati harus tetap berwarna putih.
Jika daun itu tak lagi hijau, atau luruh oleh waktu, kepada siapa ia harus
meminta koreksi atas cela dan noda yang seringkali membuatnya tak lagi
putih?

Pada bunga lain ia bersahabat. Bersama bahu membahu menserikan alam, tak ada
persaingan, tak ada perlombaan menjadi yang tercantik, karena masing-masing
memahami tugas dan peranannya. Tak pernah melati iri menjadi mawar, dahlia,
anggrek atau lili, begitu juga sebaliknya. Tak terpikir melati berkeinginan
menjadi merah, atau kuning, karena ia tahu semua fungsinya sebagai putih.

Pada matahari ia memohon, tetap berkunjung di setiap pagi mencurahkan
sinarnya yang menghangatkan. Agar hangatnya membaluri setiap sel tubuh yang
telah beku oleh pekatnya malam. Sinarnya yang menceriakan, bias hangatnya
yang memecah kebekuan, seolah membuat melati merekah dan segar di setiap
pagi. Terpaan sinar mentari, memantulkan cahaya kehidupan yang penuh gairah,
pertanda melati siap mengarungi hidup, setidaknya untuk satu hari ini hingga
menunggu mentari esok kembali bertandang.

Pada alam ia berbagi, menebar aroma semerbak mewangi nan menyejukkan setiap
jiwa yang bersamanya. Indah menghiasharumi semua taman yang disinggahinya,
melati tak pernah terlupakan untuk disertakan. Atas nama cinta dan keridhoan
Pemiliknya, ia senantiasa berharap tumbuhnya tunas-tunas melati baru, agar
kelak meneruskan perannya sebagai bunga yang putih. Yang tetap berseri
disemua suasana alam.

Pada unggas ia berteriak, terombang-ambing menghindari paruhnya agar tak
segera pupus. Mencari selamat dari cakar-cakar yang merusak keindahannya,
yang mungkin merobek layarnya dan juga menggores luka di putihnya.

Dan pada akhirnya, pada Sang Pemilik Alam ia meminta, agar dibimbing dan
dilindungi selama ia diberikan kesempatan untuk melakoni setiap perannya.
Agar dalam berperan menjadi putih, tetap diteguhkan pada warna aslinya,
tidak membiarkan apapun merubah warnanya hingga masanya
mempertanggungjawabkan semua waktu, peran, tugas dan tanggungjawabnya. Jika
pada masanya ia harus jatuh, luruh ke tanah, ia tetap sebagai melati,
seputih melati. Dan orang memandangnya juga seperti melati.

Dan kepada melatiku, tetaplah menjadi melati di tamanku. Karena, aku akan
menjadi angin, menjadi hujan, menjadi tangkai, menjadi matahari, menjadi
daun dan alam semesta. Tetapi takkan pernah menjadi debu atau unggas yang
hanya akan merusak keindahannya, lalu meninggalkan melati begitu saja. ...

SUARA HATI


Cahayamu telah menerangi kegelapan pikiranku
Kasihmu bersemayam di dalam hatiku
Sinar matamu adalah jiwaku
Kekuasaanmu berada di balik setiap tindakanku

Kedamaianmu adalah ketenangan diriku
Kehadiranmu menuntun aku
Suaaramu terdengar jelas lewat kata yang ku ucapkan
Wajahmu terlihat jelas oleh wajahku

Di balik badan ini adalah jiwamu
Hidup ini adalah nafasmu
Oh,,.. suara hatiku
Diriku adalah dirimu

Rabu, 20 Juni 2012

HUMOR GUS DUR

1. Cerita Gus Dur dan Duta Masyarakat

PAGI-PAGI sekali, Gus Dur mengundang santrinya. “Tolong, Kang, dibacakan lagi tulisanku. Bilang saja kalau ada kalimat yang tidak mudah dipahami atau ada tanda baca yang belum pas,” Gus Dur meminta.

Kang Santri menerima dua lembar tulisan Gus Dur dengan takdim. Lalu duduk di bawah sang guru. Dia langsung membacanya dengan jelas. Tapi, paragraf pertama belum habis dibaca, Gus Dur keluarkan perintah yang lain.

“Sampeyan duduk di sini dong,” minta Gus Dur sambil menepuk-nepuk kursi di sampingnya. Kang Santri berdiri, dan sambil mesam-mesem tidak jelas, duduk di kursi, di samping sang guru.

Sejurus kemudian Kang Santri membacakannya kembali.

Setelah beres, Gus Dur meminta Kang Santri mengirim tulisannya. “Tolong kirim tulisanku ke Duta Masyarakat. Pakai internet Sampeyan ya, Kang,” kata Gus Dur. Yang dimaksud Gus Dur internet adalah surat elektronik atau e-mail.

Namun Kang Santri tidak langsung pergi. Tampak ada yang ingin disampaikan. “Gus, ini tulisan bagus sekali. Jika dikirim di koran nasional pasti dimuat,” Kang Santri usul.

“Ah, Sampeyan ini ngerti apa? Biar Duta Masyarakat itu koran lokal, tapi yang baca kan orang NU. Kirim saja ke sana, biar dibaca jama’ah NU di desa-desa,” ujar Gus Dur memberi pengertian.

“ Tujuanya memang agar orang NU menikmati tulisan bagus,” lanjut Gus Dur sambil ketawa ringan. Kang Santri hanya mantuk-mantuk, lalu mencium tangan Gus Dur. Dan Kang Santri pun bergegas ke warung internet. (Hamzah Sahal)

2. Gus Dur dan Kewalian Mbah Liem
GUS DUR mengenalkan KH Muslim Rifa'i Imampuro atau yang lebih dikenal dengan Mbah Liem, sebagai Wali Allah. Di obrolan terbatas, di pengajian umum, Gus Dur bilang bahwa Mbah Liem itu wali. Kepada wartawan, Gus Dur juga bilang demikian. Ta syak, khalayak ramai percaya Mbah Liem Wali.

M. Said Budairy pernah bercerita pada saya. Suatu kesempatan, dirinya bertanya tentang kewalian Mbah Liem, langsung kepada Mbah Liem, waktu itu Gus Dur juga ada di tengah-tengah keduanya. Mereka ngobrol santai-santai selepas Magrib, di kantor PBNU.

“Mbah, di mana-mana Gus Dur bilang Sampean Wali. Bagaimana ceritanya?” tanya Budairy, mungkin iseng, mungkin juga serius.

“Hahaha... Sampean diapusi Gus Dur,” jawab Mbah Liem sambil terkekeh-kekeh.

“Lho, saya tanya serius Mbah. Saya juga pengen jadi wali,” desak Budairy. Tawa dia antara mereka makin keras, Gus Dur yang tadinya serius baca majalah pun ikut tertawa.

“Begini Mas Said. Gus Dur pancen jago mempromosikan sahabat-sahabatnya, termasuk mempromosikan saya yang pendek, kurus, ndeso, bahasa Indonesia ora lancar,” Mbah Liem menjelaskan.

“Maksudanya pripun, Mbah?” Budairy tidak paham.

“Maksudnya biar saya terkenal, terangkat derajatku, dilirik orang,” ujar Mbah Liem enteng.

“Kok Gus Dur endak promosiin saya sebagai wali ya?” tanya Budairy sambil tertawa dan melirik Gus Dur.

“Lho, Sampean kan sudah jadi orang. Tinggal di tengah kota, jurnalis senior, aktivis PBNU, koncone okeh,” tambah Mbah Liem kalem. Budairy mantuk-mantuk. Gus Dur masih baca majalah. (Hamzah Sahal)
3. Gus Dur: Jauhi Narkobar!
Suatu hari Ketua Umum PBNU, Gus Dur, kedatangan rombongan kyai dan aktivis NU dari Lampung. Agendanya silaturahim dan ngobrol sana sini, saling bercerita berkembangan, dan tentu saja berbagi humor.
Tapi sayang, di tengah hangatnya obrolan, seorang kyai yang sudah berumur batuk-batuk terus, hingga menjadi perhatian seisi ruangan.
“Obatnya diminum belum Kyai?” tanya seorang anakmuda.
“Sudah tadi pagi,” jawab kyai sambil batuk.
“Tidur saja kyai, istirahat di mushola,” saran seorang kyai yang duduk di sampingnya.
“Jauh-jauh dari Lampung ke PBNU, sepuluh jam perjalanan, bayarnya mahal, masa sampai sini tidur,” jawab kyai sambil menutup mulutnya dengan dengan.
Gus Dur yang duduk di tengah-tengah, akhirnya angkat bicara, ”Makanya Kyai, jauhi Narkobar!”
“Ah, Sampean itu ada-ada saja, Gus. Saya tahu saja tidak itu Narkoba,” jawab kyai.
“Lha itu di saku sampean ada apanya?” tanya Gus Dur enteng.
“Ini rokok, Gus, bukan Narkoba!” jawab kyai lagi.
“Lah iya, saya dari tadi bilang, jauhi Narkobar,” kata Gus Dur.
“Narkoba? ‘R’-nya apa, Gus?” tanya pemuda yang duduk di pojok.
“Rokok,” jawab Gus Dur disambut gelak tawa terbahak-bahak. (Hamzah Sahal)
4. Kyai dan Nasi Bungkus
Suatu hari, KH Wahab Chasbullah mengajak KH Bisri Syansuri bersilaturahim kepada beberapa kyai di Jawa Timur. Ditemani seorang sopir dan seorang santri, berangkatlah dua kyai besar itu.
Tujuan pertama ditetapkan ke Kediri, lalu Nganjuk, baru ke Surabaya dan sekitarnya.
Untuk sarapan, mereka tidak khawatir karena Kediri dan Nganjuk dekat, dan pasti tuan rumah akan menyiapkan makanan.

Dalam perjalanan pulang ke Jombang, Mbah Wahab menyuruh sopirnya berhenti di warung pinggir jalan.
Kemudian Mbah Wahab mengajak Mbah Bisri ke warung. Sudah pasti Mbah Bisri tidak mau, meskipun sebenarnya lapar. Mbah Wahab pun sebenarnya paham dengan sikap Mbah Bisri yang  wira’i. Hanya ingin menggoda saja.

Akhirnya Mbah Bisri tinggal di mobil sendirian. Sementara tiga orang pergi makan di warung. Tapi diam-diam Mbah Bisri pesan ke santrinya.

“Heh.. bungkusno siji yo…” pintanya.

“Inggih (iya) Mbah,” si santri pelan menjawab.

Ketika Mbah Wahab dan sopir makan, si santri diam-diam mengantar nasi untuk Mbah Bisri. Ia pun langsung makan.

Belum selesai Mbah Bisri makan, Mbah Wahab dan sopirnya sudah berdiri tegak di samping mobil.

“Lho… katanya nggak mau?” tanya Mbah Wahab sambil senyum-senyum.

“Aku kan nggak mau ke warungnya tapi mau nasi bungkusnya. Kyai kok nongkrong di warung?” timpal Mbah Bisri enteng. Mbah Wahab hanya tersenyum-senyum. (Miftah Farid MH)

5. Lolos PNS Gara-gara 'Abdurrahman'
Seorang santri yang baru menyabet gelar S2 bidang sastra, mencoba di sisi mana takdirnya berpihak. Ia patuhi segala prosedur yang memakan banyak berkas itu; daftar calon PNS. Ia mengisi calon dosen Filologi, menyesuaikan dengan bidangnya; Sastra.

Semuanya mulus dilalui tanpa lubang atau ganjalan hingga akhirnya sampai di tahap wawancara.

“Coba sebutkan tokoh Islam Nusantara yang menelurkan naskah klasik?” tanya penguji.

“Syekh Abdurrahman Sinkil, asal Aceh pak,” jawabnya yakin.

“Wah, gimana mau meneliti naskah kuno, menyebut nama tokoh saja kamu tidak akurat. ‘Abdurrauf Sinkil’ yang tepat,” tolak penguji.

“Lha, ‘Abdurrauf Sinkil’ itu sudah umum pak! ‘Abdurrahman’ ini temuan baru. Bapak bisa temukan pada naskah lain,” tandasnya percaya diri.

http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-lang,id-ids,8-t,humor-.phpx

Senin, 18 Juni 2012

MANAJEMEN KEUANGAN

 
Pengertian Manajemen Keuangan
Manajemen Keuangan adalah suatu kegiatan perencanaan, penganggaran, pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, pencarian dan penyimpanan dana yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan.
Penjelasan Singkat Masing-Masing Fungsi Manajemen Keuangan :
1.    Perencanaan Keuangan
Membuat rencana pemasukan dan pengeluaraan serta kegiatan-kegiatan lainnya untuk periode tertentu.
2.    Penganggaran Keuangan
Tindak lanjut dari perencanaan keuangan dengan membuat detail pengeluaran dan pemasukan.
3.    Pengelolaan Keuangan
Menggunakan dana perusahaan untuk memaksimalkan dana yang ada dengan berbagai cara.
4.    Pencarian Keuangan
Mencari dan mengeksploitasi sumber dana yang ada untuk operasional kegiatan perusahaan.
5.    Penyimpanan Keuangan
Mengumpulkan dana perusahaan serta menyimpan dana tersebut dengan aman.
6.    Pengendalian Keuangan
Melakukan evaluasi serta perbaikan atas keuangan dan sistem keuangan pada paerusahaan.
7.    Pemeriksaan Keuangan
Melakukan audit internal atas keuangan perusahaan yang ada agar tidak terjadi penyimpangan.

Fungsi Manajemen Keuangan

Manajemen keuangan dapat didefinisikan dari tugas dan tanggung jawab manajer keuangan. Tugas pokok manajemen keuangan antara lain meliputi keputusan tentang investasi, pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian deviden suatu perusahaan, dengan demikian tugas manajer keuangan adalah merencanakan untuk memaksimumkan nilai perusahaan.
Kegiatan penting lain yang harus dilakukan manajer keuangan menyangkut empat (4) aspek yaitu:
1.    Pertama, yaitu dalam perencanaan dan peramalan, dimana manajer keuangan harus bekerja sama dengan para manajer lain yang ikut bertanggung jawab atas perencanaan umum perusahaan.
2.    Kedua, manajer keuangan harus memusatkan perhatian pada berbagai keputusan investasi dan pembiayaan, serta segala hal yang berkaitan dengannya.
3.    Ketiga, manajer keuangan harus bekerja sama dengan para manajer lain di perusahaan agar perusahaan dapat beroperasi seefisien mungkin
4.    Keempat, menyangkut penggunaan pasar uang dan pasar modal, manajer keuangan menghubungkan perusahaan dengan pasar keuangan, di mana dana dapat diperoleh dan surat berharga perusahaan dapat diperdagangkan.

Dari ke empat aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa tugas pokok manajer keuangan berkaitan dengan keputusan investasi dan pembiayaannya. Dalam menjalankan fungsinya, tugas manajer keuangan berkaitan langsung dengan keputusan pokok perusahaan dan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.


Fungsi Utama Manajemen Keuangan

1.    Investment Decision : Keputusan terhadap aktiva apa yang akan dikelola perusahaan.
2.    Financing Decision : Keputusan berkaitan dengan penetapan sumber dana yang diperlukan dan penetapan perimbangan pembelanjaan yang terbaik (struktur modal yang optimal).
3.    Assets Management Decision: Keputusan berkaitan penggunaan dan pengelolaan aktiva (kata bijak: lebih mudah membangun daripada mengelola).

Tugas Pokok Manejemen Keuangan

Tugas-tugas dasar yang diemban oleh seorang menejer keuangan secara umum adalah :
1.    Mendapatkan Dana Perusahaan
2.    Menggunakan Dana Perusahaan
3.    Membagi Keuntugan / Laba Perusahaan

Tujuan Manajemen Keuangan

Tujuan dengan adanya manajer keuangan untuk mengeloka dana perusahaan pada suatu perusahaan secara umum adalah untuk memaksimalisasi nilai perusahaan. Dengan demikian apabila suatu saat perusahaan dijual maka harganya dapat ditetapkan setinggi mungkin.

EVOLUSI TEORI KEUANGAN


    Perfect capital Market

Secara umum pasr modal sempurna memiliki karakteristik ; 1.) tidak ada biaya transaksi, 2) tidak ada pajak, 3) ada cukup banyak pembeli dan penjual, 4)  ada kemampuan akses yang sama ke pasar, 5) tidak ada biaya informasi, 6) setiap orang memiliki harapan yang sama, 7) tidak ada biaya yang berhubungan dengan hal kesulitan keuangan.

    Discounted Cash Flow

Teori ini dikembangkan oleh John Burr Williams dan Myron J. Gordon. Kosnsep dasar dari teori ini adalah pada nilai waktu uang.

    Capital Structur Theory

Teori ini dikembangankan oleh Franco Modiglani dan Merton Miller tahun 1958 atau sering dinamakan teori MM.  Teori yang dikembangkan bahwa nilai suatu perusahaan tergantung pada arus penghasilan dimasa depan ( future earning streams) dan oleh karena itu tidak tergantung pada struktur modal. Teori MM yang pertama ini mengasumsikan  pada pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, sehingga sering disebut model MM-Tanpa Pajak.

Sekitar tahun 1963 model ini disempurnakan dengan model MM-Dengan Pajak. Dengan adanya pajak penghasilan, hutang dapat menghemat pajak yang dibayar. Tetapi teori ini lupa bahwa hutang yang besar dapat menimbulkan financial distress. Karena ada kelemahan ini kemudian model ini diperbaiki yang sering disebut tax saving-financial cost trade off theory.


    Dividend Theory

Teori ini juga dikembangkan oleh Modiglani dan Miller, bahwa  kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan, karena setiap rupiah pembayaran dividen akan mengurangi laba ditahan yang digunakan untuk membeli aktiva baru.

    Teori Portfolio dan Capital Asset Pricing Model

Teori Portfolio moder dikembangkan oleh Harry Markowitz tahun 1990 dan mendapat hadiah nobel. Pelajaran utama dari teori ini adalah bahwa risiko dapat dikurangi dengan cara mengkombinasikan beberapa jenis aktiva berisiko daripada hanya memegang salah satu jenis aktiva saja.

Teori yang berkaitan dengan teori portfolio adalah Capital asset Pricing Model yang dikembangkan Sharpe, John Litner dan Jan Moissin yang secara terpisah menunjukkan bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan pada suatu aktiva berisiko merupakan fungsi dari tiga faktor:

1.    Tingkat keuntungan bebas risiko,
2.    Tingkat keuantungan yang disyaratkan pada portfolio dengan risiko rata-rata dan
3.    Volatilitas tingkat keuntungan aktiva berisiko tersebut.


    Option Pricing Theory

Option adalah hak untuk membeli atau menjual suatu aktiva pada harga yang telah ditentukan  pada waktu yang telah ditentukan pula. Teori ini secara formal dikembangkan oleh Fisher Black dan  Myron Scholes yang sering disebut Black-Ccholes Option Pricing  Model.

    Efficient Market Hyphothesis

Teori ini dikembangkan oleh Eugene F. Fama. Terminologi efisien dalam teori ini pada efisiens secara informasi. Teori ini mengatakan jika pasar efisien  maka harga merefleksikan seluruh informasi yang ada.

Menurut teori ini pasar efisien dibagi menjadi tiga:

1.    Pasar efisien bentuk lemah: jika harga sekuritas mengekspresikan seluruh informasi harga dimas lalu, sehingga upaya investeor untuk memperoleh excess return dengan memanfaatkan data harga di masa lalu adalah sia-sia (harga adalah Random wlak)
2.    Efisiensi bentuk setengah kuat : jika harga mencerminkan informasi harga historis plus informasi yang tersedia bagi publik.
3.    Efisiensi bentuk kuat: jika harga sekuritas mengekspresikan seluruh informasi yang ada, baik harga sekuritas masa lalu, informasi yang tersedia bagi publik, maupun informasi yang bersifat privat.

    Agency Theory

Teori ini dikembangkan oleh Michael C Jensen dan William H. Meckling. Teori ini muncul karena adanya keterpisahan antara pemilik dan manajemen. Agency relationship muncul ketika individu (majikan/principal) membayar individu lain (agent) untuk bertindak atas namanya, mendelegasikan kekuasaan untuk membuat keputusan kepada agen atau karyawannya.

    Asymetric Information Theory

Informasi asimetri adalah kondisi dimana satu pihak memiliki informasi lebih banyak dari pada pihak lain

KONSEP NILAI WAKTU UANG

    Pemahaman konsep nilai waktu uang diperlukan oleh manajer keuangan dalam mengambil keputusan ketika akan melakukan investasi pada suatu aktiva dan pengambilan  keputusan ketika akan menentukan sumber dana pinjaman yang akan dipilih.

    Suatu jumlah uang tertentu yang diterima waktu yang akan datang jika dinilai sekarang maka jumlah uang tersebut harus didiskon dengan tingkat bunga tertentu (discount factor).


    Suatu jumlah uang tertentu saat ini dinilai untuk waktu yang akan datang maka jumlah uang tersebut harus digandakan dengan tingkat bunga tertentu ( Compound factor)


FUTURE VALUE : nilai uang diwaktu akan datang dari sejumlah uang saat ini atau serangkaian pembayaran yang dievaluasi pada tingkat bunga yang berlaku.

a.    BUNGA SEDERHANA
Bunga yang dibayarkan hanya pada pinjaman atau tabungan atau investasi pokoknya saja.
FVn = Po [ 1 + (i) (n) ]

b.    BUNGA MAJEMUK

Bunga yang dibayarkan (dihasilkan) dari pinjaman (investasi) ditambahkan terhadap pinjaman pokok secara berkala.
FVn = Po ( 1 + i ) n
Dimana:
    FVn     = future value tahun ke-n
    Po    = pinjaman atau tabungan pokok
    i    = tingkat suku bunga/ keuntungan disyaratkan
    n    = jangka waktu

PRESENT VALUE : nilai saat ini dari jumlah uang di masa datang atau serangkaian pembayaran yang dinilai pada tingkat bunga yang ditentukan.

a.    Pvo = Po = FVn / ( 1 + i ) n    atau  Po  = FVn [1/(1 + i)n]

ANNUITY :  suatu rangkaian pembayaran uang dalam jumlah yang sama yang terjadi dalam periode waktu tertentu.

a.    Anuitas nilai sekarang adalah sebagai  nilai i anuitas majemuk saat ini dengan pembayaran atau penerimaan periodik dan n sebagai jangka waktu anuitas.
PVAn =  A1 [( (1+i) n ] = A1 [ 1 – {1/ (1+ i)n /i } ]
b.    Anuitas nilai masa datang adalah sebagai nilai anuaitas  majemuk masa depan dengan pembayaran atau penerimaan periodik dan n sebagai jangka waktu anuitas.
FVAn =  A1 [( (1+i) n – 1 ] / i
Dimana : A1     : Pembayaran atau penerimaan setiap periode :

Analisis Sumber Dana dan Penggunaannya

Analisis sumber dana atau analisis dana merupakan hal yang sangat penting bagi manajer keuangan. Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui bagaimana dana digunakan dan asal perolehan dana tersebut. Suatu laporan yang menggambarkan asal sumber dana dan penggunaan dana. Alat analisa yang bisa digunakan untuk mengetahui kondisi dan prestasi keuangan perusahaan adalah analisa rasio dan proporsional.
Langkah pertama dalam analisis sumber dan penggunaan dana adalah laporan perubahan yang disusun atas dasar dua neraca untuk dua waktu. Laporan tersebut menggambarkan perubahan dari masing-masing elemen tersebut yang mencerminkan adanya sumber atau penggunaan dana.
Pada umumnya rasio keuangan yang dihitung bisa dikelompokkan menjadi enam jenis yaitu :
1.    Rasio Likuiditas, rasio ini untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendeknya.
2.    Rasio Leverage, rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa banyak dana yang di-supply oleh pemilik perusahaan dalam proporsinya dengan dana yang diperoleh dari kreditur perusahaan.
3.    Rasio Aktivitas, rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas manajemen dalam menggunakan sumber dayanya. Semua rasio aktifitas melibatkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi pada berbagai jenis harta.
4.    Rasio Profitabilitas, rasio ini digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen yang dilihat dari laba yang dihasilkan terhadap penjualan dan investasi perusahaan.
5.    Rasio Pertumbuhan, rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya pertumbuhan ekonomi dan industri.
6.    Rasio Penilaian, rasio ini merupakan ukuran prestasi perusahaan yang paling lengkap oleh karena rasio tersebut mencemirkan kombinasi pengaruh dari rasio risiko dengan rasio hasil pengembalian.

Sumber :

http://organisasi.org/definisi-pengertian-manajemen-keuangan-tugas-pokok-dan-tujuan-manajer-keuangan-perusahaan
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=manajemen%20keuangan&source=web&cd=6&sqi=2&ved=0CE4QFjAF&url=http%3A%2F%2Fums.ac.id%2Fstaf%2Ftriyono%2Ffm%2FCourses%2FMANAJEMEN%2520KEUANGAN.doc&ei=ClAKT4zvNYS3rAfjwuXtDw&usg=AFQjCNHkC9XH_zEpv4yY-NWEgIpdoxt5EA&cad=rja
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_keuangan
http://prasasto.blogspot.com/2008/08/rangkuman-materi-manajemen-keuangan-i.html

MOTIVASI




Jangan mencari kawan yang membuat Anda merasa nyaman, tetapi carilah kawan yang memaksa Anda terus berkembang.

Bila Anda berpikir Anda bisa,maka Anda benar. Bila Anda berpikir Anda tidak bisa, Anda pun benar… karena itu ketika seseorang berpikir tidak bisa, maka sesungguhnya dia telah membuang kesempatan untuk menjadi bisa.

Konsentrasikan pikiran Anda pada sesuatu yang Anda lakukan Karena sinar matahari juga tidak dapat membakar sebelum difokuskan.

Manusia dibentuk dari keyakinannya. Apa yang ia yakini, itulah dia.

Bekerja lebih keras tidak lebih efektif dari bekerja lebih pintar.

Kebanyakan milyuner mendapat nilai B atau C di kampus. Mereka membangun kekayaan bukan dari IQ semata, melainkan kreativitas dan akal sehat.

Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan.

Jika Anda dapat memimpikannya, Anda dapat melakukannya.

Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada indahnya mimpi-mimpi mereka.

Cara terbaik meramalkan masa depan Anda adalah dengan menciptakan masa depan itu sendiri.

Kita harus menjadi perubahan yang ingin kita lihat di dunia.

Dalam setiap kisah sukses, Anda akan menemukan seseorang yang telah mengambil keputusan dengan berani.

Kesalahan terbesar adalah tidak pernah membuat keputusan. Setiap perawan tua sepakat dengan saya.

Tidak seorang pun akan mengikuti Anda jika Anda tidak tahu kemana harus melangkah.
 
Salah satu penemuan terbesar umat manusia adalah bahwa mereka bisa melakukan hal-hal yang sebelumnya mereka sangka tidak bisa dilakukan.
 
Apabila kita takut gagal, itu berarti kita telah membatasi kemampuan kita.
 
Biasakanlah untuk berpikir bahwa sukses hanya tinggal selangkah lagi dan pasti akan diraih, niscaya masa depan yang cerah akan ada di depan Anda.
 
Kegagalan terbesar adalah apabila kita tidak pernah mencoba.
 
Banyak orang yang sebenarnya sudah sangat dekat dengan sukses tapi sayangnya, mereka kemudian menyerah.
 
Anda harus memiliki tujuan jangka panjang agar tidak frustasi terhadap kegagalan jangka pendek.
 
Standar terbaik untuk mengukur keberhasilan Anda dalam kehidupan adalah dengan menghitung jumlah orang yang telah Anda buat bahagia.
 
Tidak ada jaminan kesuksesan, namun tidak mencobanya adalah jaminan kegagalan.
 
Anda takkan tahu apa yang tak dapat Anda lakukan, sampai Anda mencobanya.

Analisis Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi di Bursa Efek Indonesia



I.  PENDAHULUAN
Pengembangan perusahaan terus dilakukan oleh manajer perusahaan dalam rangka menghadapi persaingan dan kelangsungan usahanya. Pengembangan usaha ini dapat dilakukan melalui restrukturisasi perusahaan. Terdapat beberapa bentuk restrukturisasi.
perusahaan, yaitu dengan melakukan  merger, akuisisi, konsolidasi, divestasi,  going private,  leveraged buyout (LBO), dan  spin-off. Terdapat dua perspektif utama mengapa perusahaan melakukan restrukturisasi, yaitu untuk memaksimalkan nilai pasar yang dimiliki oleh pemegang saham yang ada dan kesejahteraan manajemen (Foster, 1986:461).   Dalam pelaksanaan  merger dan akuisisi terdapat suatu kondisi yang mendukung adanya tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi. Pada situasi perusahaan pengakuisisi ingin melakukan merger dan akuisisi dengan cara pembayaran lewat saham, pihak manajemen perusahaan pengakuisisi cenderung akan berusaha untuk meningkatkan nilai laba perusahaannya. Tujuannya adalah selain ingin menunjukkan  earnings power perusahaan agar dapat menarik minat perusahaan target untuk melakukan akuisisi juga untuk meningkatkan harga saham perusahaannya. Erikson dan Wang (1999) dalam Hastutik (2006) menyatakan bahwa kecenderungan adanya praktik manajemen laba menjelang merger dan akuisisi bertujuan untuk meningkatkan harga sahamnya sebelum  stock merger agar dapat mengurangi biaya pembelian perusahaan target. Keputusan manajemen perusahaan yang memilih untuk melakukan manajemen laba dengan cara  income increasing accrual akan membawa konsekuensi terhadap kinerja perusahaan yang akan mengalami suatu penurunan pada periode sesudahnya.
Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan adanya manajemen laba dalam beberapa kasus. Rahman dan Bakar (2002) seperti yang dikutip oleh Kusuma dan Udiana Sari (2003) telah membuktikan adanya manajemen laba melaui discretionary accrual pada perusahaan pengakuisisi sebelum merger dan akuisisi di Malaysia pada tahun sebelum akuisisi. Sementara Ericson dan Wang (1999) dalam Hastutik (2006) menunjukkan bahwa perusahaan pengakuisisi melakukan manajemen laba pada periode sebelum  merger dan mengidentifikasi bahwa tingkat  income incresing  earnings management berhubungan positif dengan ukuran merger.
Payamta (2000) menemukan tidak adanya perbedaan kinerja yang signifikan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi, baik dari segi rasio keuangan maupun harga saham. Selanjutnya Payamta menambahkan ada kemungkinan terjadi tindakan  window dressing atas pelaporan keuangan perusahaan pengakuisisi untuk tahun-tahun sebelum merger dan akuisisi dengan menunjukkan kekuatan perusahaan yang lebih baik sehingga menarik bagi perusahaan target. Secara teori, setelah merger dan akuisisi ukuran perusahaan dengan sendirinya bertambah besar karena aset, kewajiban, dan ekuitas perusahaan digabung bersama. Dasar logis dari pengukuran berdasarkan akuntansi adalah bahwa jika ukuran bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari aktivitas-aktivitas yang simultan, maka laba perusahaan juga akan semakin meningkat. Oleh karena itu, kinerja pasca  merger dan akuisisi seharusnya semakin baik dibandingkan dengan sebelum merger dan akuisisi.
Di Inggris, Meeks (1977) dan Kumar (1984) dalam Hadiningsih (2007) meneliti pengaruh  merger terhadap profitabilitas preusan yang melakukan merger. Penelitian itu membuktikan adanya penurunan profitabilitas yang signifikan setelah tiga tahun dan lima tahun dengan menggunakan laba operasi. Adanya perbedaan antara teori dengan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hal yang terjadi yang memicu terjadinya penurunan kinerja perusahaan. Penelitian ini membahas mengenai fenomena manajemen laba khususnya pada perusahaan-perusahaan yang  listing di pasar modal Indonesia (BEI) yang melakukan kegiatan merger dan akuisisi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat konsistensi dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang sebagian besar menyatakan telah terjadi tindakan manajemen laba pada perusahaan pengakuisisi sebelum perusahaan tersebut melaksanakan kegiatan  merger dan akuisisi. Melalui pengambilan sampel yang berbeda dari penelitian terdahulu, peneliti juga ingin melihat perbedaan kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi pada saat sebelum dan sesudah merger dan akuisisi.
Tujuan dalam penelitian ini adalah (1) membuktikan bahwa perusahaan pengakuisisi melakukan manajemen laba dengan cara menaikkan nilai akrual (income increasing accrual) sebelum merger dan akuisisi dengan tujuan untuk meningkatkan laba dan saham yang terjual sehingga biaya yang dikeluarkan untuk melakukan merger dan akuisisi menjadi lebih rendah, (2) dengan membandingkan kinerja, peneliti ingin membuktikan bahwa manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi sebelum melakukan merger dan akuisisi, telah memicu perbedaan kinerja keuangan perusahaan yang dinilai cenderung mengalami penurunan setelah melakukan kebijakan  merger dan akuisisi.
II.  KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Penelitian tentang manajemen laba ini dilandasi oleh  agency theory. Dalam hal ini hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak antara satu orang atau lebih (principal) yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada  agent tersebut (Jensen and Meckling, 1976) dalam Andriyani (2008:10).  Eisenhardt (1989) dalam Andriyani (2008:20) menyatakan ada tiga asumsi sifat manusia terkait dengan teori keagenan, yaitu (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan cenderung bertindak oportunis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi dan hal ini memicu terjadinya konflik keagenan. Teori ini memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara  principal dan  agent. Pihak agent termotivasi untuk memaksimalkan  fee kontraktual yang diterima sebagai sarana dalam pemenuhan kebutuhan ekonomis dan psikologisnya. Sebaliknya, pihak  principal termotivasi untuk mengadakan kontrak atau memaksimalkan  returns dari sumber daya untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Konflik kepentingan ini terus meningkat karena pihak principal tidak dapat memonitor aktivitas  agent sehari-hari untuk memastikan bahwa  agent bekerja sesuai dengan keinginan para pemegang saham. Sebaliknya,  agent sendiri memiliki lebih banyak informasi penting mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang memicu timbulnya ketidakseimbangan informasi antara  principal dan  agent. Kondisi ini dinamakan dengan asimetri informasi.  Menurut Watts dan Zimmerman (1986) dalam Susanta (2006:10), hubungan  principal dan  agent sering ditentukan dengan angka akuntansi. Hal ini memicu  agent untuk memikirkan bagaimana
akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya, di mana salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah manajemen laba.
Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui  Positive Accounting Theory  dan  Agency Theory. Watts dan Zimmerman (1986) dalam Halim dkk. (2005:119) mengusulkan tiga hipotesis yang dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba yaitu sebagai berikut. (1) Hipotesis Program Bonus (Bonus Plan Hypotesis). Hipotesis ini menyatakan bahwa manajer pada perusahaan yang menerapkan program bonus lebih cenderung untuk menggunakan metode atau prosedur-prosedur akuntansi yang akan menaikkan laba saat ini dengan memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan. (2) Hipotesis Perjanjian Utang (Debt Covenant Hypotesis). Hipotesis ini menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai rasio  debt to equity besar atau menghadapi kesulitan utang, maka manajer perusahaan akan cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan laba. (3) Hipotesis Kos Politis (Political Cost Hypotesis). Hipotesis ini menyatakan bahwa semakin besar biaya politik yang dihadapi suatu perusahaan maka manajer cenderung untuk menangguhkan laba berjalan ke masa yang akan datang. Biaya politik muncul sebagai akibat dari profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen.
Manajemen laba didefinisikan sebagai berikut. Schipper (1989) dalam Belkaoui (2004) melihat manajemen laba sebagai suatu intervensi yang disengaja pada proses pelaporan eksternal dengan maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan pribadi, yang dapat dilakukan melalui pemilihan metode-metode akuntansi dalam GAAP (General Accepted Accounting Principles) ataupun dengan cara menerapkan metode-metode yang telah ditentukan dengan cara tertentu. Healy dan Wahlen (1999) dalam Sutrisno (2002:164) menyatakan bahwa manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan membentuk transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan untuk memanipulasi besaran laba kepada  stakeholders tentang kinerja ekonomi yang mendasari perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Sugiri (1998) dalam Widyaningdyah (2001:92) membagi manajemen laba dalam dua definisi : (a) dalam arti sempit, manajemen laba sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen  discretionary accrual dalam menentukan besarnya  earnings, (b) dalam arti luas, manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (menurunkan) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit, di mana manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut. Copeland (1968) dalam Utami (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajemen.
Menurut Scott (2000:352), beberapa hal yang memotivasi seorang manajer untuk melakukan manajemen laba antara lain (1)  bonus scheme, (2) debt covenant, (3) political motivation, (4) taxation motivation, (5) pergantian CEO, dan (6) initial public offering. Scott  (2000:365) menambahkan bentuk-bentuk dari manajemen laba antara lain taking a bath/big bath,  income minimization, income maximization, dan  income smoothing.
Husnan (2001 : 44) menyatakan bahwa untuk mencapai prestasi dan posisi keuangan suatu perusahaan, seorang analis keuangan memerlukan ukuran tertentu. Ukuran yang sering kali digunakan adalah rasio atau indeks yang menunjukkan hubungan antara dua data keuangan.
Menurut Van Horne (2005:133) analisis rasio keuangan melibatkan dua jenis perbandingan, yaitu (1) perbandingan internal, yang membandingkan rasio saat ini dengan rasio masa lalu dan rasio yang akan datang dalam perusahaan yang sama dan (2) perbandingan eksternal dan sumber-sumber rasio industri, yang membandingkan rasio satu perusahaan dengan perusahaan-perusahaan sejenis atau dengan rata-rata industri pada titik waktu yang sama.  Sartono (2001:119) mengemukakan bahwa analisis dapat dilakukan dengan membandingkan prestasi satu periode dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui adanya kecenderungan selama periode tertentu. Selanjutnya ia menegaskan bahwa analisis keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan dan kekuatan di bidang finansial akan sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen pada masa lalu dan prospeknya pada masa mendatang. Analisis dan interpretasi dari macam-macam rasio dapat memberikan pandangan yang lebih baik tentang kondisi keuangan dan prestasi perusahaan daripada analisis yang hanya didasarkan atas data keuangan yang tidak berbentuk rasio.
Penggabungan usaha merupakan salah satu cara restrukturisasi perusahaan agar sinergi. Dalam penggabungan usaha ini beberapa unit perusahaan yang secara ekonomis berdiri sendiri menyatukan diri menjadi satu kesatuan ekonomis meski secara hukum dapat saja unit-unit tersebut berdiri sendiri. Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No. 22, 2007) mendefinisikan penggabungan usaha sebagai bentuk penyatuan dua perusahaan atau lebih yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain ataupun memperoleh kendali atau kontrol atas aktiva dan operasi perusahaan lain. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa penggabungan usaha merupakan aktivitas perluasan usaha yang dilakukan dengan cara menggabungkan suatu perusahaan dengan satu atau beberapa perusahaan lain ke dalam satu kesatuan ekonomi sebagai upaya untuk memperluas usaha.
Merger merupakan salah satu strategi yang diambil perusahaan untuk mengembangkan dan menumbuhkan perusahaan. Menurut Foster (1986: 460)  merger adalah penggabungan usaha dari dua perusahaan atau lebih, tetapi salah satu nama perusahaan masih tetap digunakan, sedangkan yang lain melebur menjadi satu kesatuan hukum.  Akuisisi berasal dari kata acquisitio (Latin). Secara harfiah akuisisi adalah membeli atau mendapatkan sesuatu untuk ditambahkan pada sesuatu yang telah dimiliki sebelumnya. Akuisisi adalah pembelian perusahaan lain dengan cara membeli saham atau aktiva perusahaan lain (Foster, 1986 : 460). Berdasarkan PSAK No.22 (IAI, 2007) akuisisi adalah suatu penggabungan usaha dari dua perusahaan atau lebih dan salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi dengan memberikan aktiva tertentu, mengakuisisi suatu kewajiban, atau dengan mengeluarkan saham. Rahman dan Baker (2002) dalam Kusuma dan Udiana Sari (2003) telah membuktikan adanya manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi sebelum  merger dan akuisisi melalui discretionary accrual. Erikson dan Wang (1999) dalam Hastutik (2006:21) menginvestigasi apakah perusahaan pengakuisisi cenderung untuk menaikkan harga sahamnya sebelum  stock merger  agar dapat mengurangi biaya pembelian perusahaan target. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan pengakuisisi melakukan manajemen laba sebelum merger. Hastutik (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa perusahaan pengakuisisi telah melakukan tindakan menejemen laba sebelum merger dan akuisisi dengan nilai discretionary accrual (DA) yang bersifat positif. Di samping itu, ditemukan juga adanya perbedaan nilai dari  discretionary accrual  pada periode sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Payamta dan Setiawan (2004) melakukan penelititan mengenai pengaruh keputusan merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan rasio keuangan dan harga saham sebelum dan sesudah merger dan akuisisi di sekitar peristiwa terjadi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dua tahun sebelum dan sesudah peristiwa
merger dan akuisisi tidak terjadi perbedaan kinerja yang signifikan, baik dari segi rasio maupun harga saham. Dewi (2008) dalam penelitiannya yang menggunakan rasio-rasio likuiditas (current ratio), profitabilitas (ROI), aktivitas (TAR), dan solvabilitas (debt to equity ratio) menyatakan bahwa rasio CR dan TAR mengalami peningkatan yang signifikan pada periode setelah akuisisi, sedangkan rasio ROI dan DER mengalami penurunan yang signifikan pada periode setelah akuisisi. Hadiningsih (2007), yang meneliti mengenai dampak jangka panjang  merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi dan perusahaan diakuisisi di BEJ melalui rasio-rasio keuangan yang terdiri atas likuiditas, profitabilitas,  leverage, aktivitas, dan  return saham
menemukan bahwa secara umum  merger dan akuisisi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi dan perusahaan diakuisisi. Berdasarkan kajian teori-teori yang relevan dan hasi-hasil yang diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H1: Terdapat praktik manajemen laba yang dilakukan perusahaan pengakuisisi dengan cara menaikkan nilai akrual (income increasing accrual) sebelum  merger dan akuisisi.
H2: Terjadi penurunan kinerja keuangan pada perusahaan pengakuisisi setelah pelaksanaan merger dan akuisisi.
III.  METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Objek penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi mulai tahun 2001 sampai dengan tahun 2002, kecuali perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara  non probability sampling, yaitu dengan dengan pendekatan purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut. (1) Perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan melakukan merger dan akuisisi antara tahun 2001 sampai dengan tahun 2002.  (2) Perusahaan termasuk industri manufaktur dan industri lain selain kelompok perusahaan yang bergerak di bidang asuransi dan  industri finance atau perusahaan perbankan dan lembaga keuangan lainnya. (3) Perusahaan memiliki tanggal merger dan akuisisi yang jelas. (4) Menerbitkan laporan keuangan auditan secara lengkap selama empat tahun berturut-turut sebelum merger dan akuisisi serta satu tahun setelah  merger dan akuisisi dengan periode berakhir per 31 Desember. (5) Menggunakan mata uang Indonesia (rupiah) dalam laporan
keuangannya.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan mengakses langsung ke situs yang berhubungan dengan Bursa Efek Indonesia, yaitu www.bapepam.go.id, www.idx.co.id dan www.e-bursa.com.
Teknik Analisis Data
Uji  independent sample t-test digunakan untuk menguji hipotesis 1, yakni untuk mengetahui apakah pihak manajemen melakukan tindakan manajemen laba dengan cara menaikkan atau menurunkan nilai akrual perusahaan pada periode satu tahun sebelum pelaksanaan merger dan akuisisi.  Uji  paired sample t-test  digunakan untuk menguji hipotesis 2, yakni untuk membuktikan apakah terjadi penurunan kinerja perusahaan jika dilihat dari segi rasio likuiditas (CR), profitabilitas (ROI), dan solvabilitas (DER) pada periode sesudah pelaksanaan  merger dan akuisisi.
IV.  PEMBAHASAN
Berdasarkan kriteria sampel yang telah ditetapkan sebelumnya terdapat 10 sampel yang melakukan merger dan akuisisi mulai tahun 2001 sampai dengan tahun 2002 yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 2 menunjukkan statistik deskriptif dari  discretionary accrual  (DA) dan rasio keuangan pada periode satu tahun sebelum dan sesudah merger
dan akuisisi.    Pengujian terhadap hipotesis ke-1 dilakukan dengan menggunakan uji statistik  Independent Sample t-Test dengan tingkat kesalahan (α=5%). Adanya praktik manajemen laba ditunjukkan dengan adanya nilai DA yang signifikan pada periode menjelang atau sebelum pelaksanaan merger dan akuisisi. Hasil Pengujian terhadap hipotesis ke-1 disajikan pada tabel 3 dan 4.
Berdasarkan hasil pada Tabel 3 dan 4, rata-rata unsur kenaikan pendapatan adalah 0,2217, sedangkan rata-rata akrual diskresioner dari unsur kenaikan biaya adalah -0,0620. Secara deskriptif jelas bahwa rata-rata akrual diskresioner dari unsur pendapatan lebih besar daripada unsur kenaikan biaya. Pengujian dengan menggunakan Independent Sample t-Test menunjukkan F hitung Levene’s Test sebesar 4,204 dengan tingkat kesalahan prediksi (p-value) sebesar 0,074 atau 7,4%. Berdasarkan hasil tersebut, di mana nilai (p-value) > α = 5% maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok mempunyai  variances yang sama. Dengan demikian, analisis uji beda  t-test menggunakan asumsi equal variances assumed. Nilai t pada  equal variances assumed adalah 4,049 dengan nilai (p-value) sebesar 0,004 (2-tailed). Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada periode satu tahun sebelum  merger dan akuisisi pihak perusahaan pengakuisisi telah melakukan tindakan manajemen laba dengan cara meningkatkan laba atau menaikkan nilai akrual perusahaan (income increasing accrual).  Hasil penelitian ini konsisten dengan beberapa hasil penelitian lainnya, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Erikson dan Wang (1999), Rahman dan Bakar (2002) dalam Kusuma dan Udiana Sari (2003), serta hasil penelitian yang diperoleh Hastutik (2006), yang menunjukkan bahwa perusahaan pengakuisisi cenderung melakukan praktik manajemen laba dengan menaikkan nilai akrual pada periode sebelum atau menjelang pelaksanaan  merger dan akuisisi. Selain itu, adanya asumsi dari Payamta dan Setiawan (2004) yang menyatakan kemungkinan adanya tindakan, baik  window dressing maupun kebijakan manajemen lainnya (manajemen laba) atas laporan keuangan perusahaan pengakuisisi untuk tahun-tahun sebelum  merger dan akuisisi, dengan maksud untuk menunjukkan power perusahaan yang lebih baik sehingga menarik perusahaan target. Pernyataan ini tidak terlepas dari hasil penelitian yang diperolehnya, yaitu dua tahun sebelum dan sesudah peristiwa  merger dan akuisisi tidak terjadi perbedaan kinerja yang signifikan baik dari segi rasio maupun harga saham. Sebaliknya,  abnormal return saham sebelum pengumuman merger dan akuisisi adalah positif, namun setelah pengumuman merger dan akuisisi justru berubah menjadi negatif.  Pengujian terhadap hipotesis ke-2 dengan menggunakan uji 2-sampel berpasangan (Paired Sample t-Test) disajikan pada Tabel 5. Hasil yang diperoleh tiap-tiap rasio adalah sebagai berikut.
  1. Current Ratio (CR). Nilai t-hitung sebesar -2,325 pada tingkat signifikansi  0,045 menyatakan bahwa secara statistik terjadi penurunan secara signifikan kinerja CR setelah pelaksanaan merger dan akuisisi.
  2. Return on Investment (ROI). Nilai t-hitung sebesar -2,325 pada tingkat signifikansi  0,045 menyatakan bahwa secara statistik terjadi penurunan kinerja ROI secara signifikan setelah pelaksanaan merger dan akuisisi.
  3. Debt to Equity Ratio (DER). Nilai t-hitung sebesar 2,290 pada tingkat signifikansi  0,048 menyatakan bahwa dari segi DER terjadi peningkatan nilai yang cukup signifikan pada periode satu tahun setelah pelaksanaan merger dan akuisisi. Nilai DER yang cenderung meningkat setelah melakukan  merger dan akuisisi mencerminkan kinerja perusahaan dikatakan semakin rendah atau mengalami penurunan.
V.  SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang disampaikan sebelumnya,  simpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut.
  1. Penelitian ini membuktikan bahwa perusahaan pengakuisisi melakukan tindakan manajemen laba sebelum pelaksanaan merger dan akuisisi dengan cara income increasing accrual.
  2. Penelitian ini membuktikan bahwa tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi pada periode sebelum pelaksanaan merger dan akuisisi tersebut telah memicu penurunan kinerja perusahaan setelah merger dan akuisisi.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut. Untuk hasil yang lebih  representative dapat dikembangkan dengan cara memperpanjang periode penelitian dan menggunakan metode  stratified sampling. Dengan adanya proses stratifikasi pada sub-subpopulasi stratified sampling  ini akan dapat menghasilkan analisis yang mempunyai tingkat generalisasi yang lebih tinggi daripada penggunaan metode purposive sampling.
 

Blogger news

Blogroll