BISNIS DAN PERBANKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
I. LATAR BELAKANG
Sudah cukup lama umat Islam secara umum dan tak lepas darinya.
Indonesia mengalami suatu penyakit dualisme ekonomi-syariat yang cukup
kronis. Dualisme ini muncul sebagai akibat dari ketidakmampuan umat
untuk menggabungkan dua disiplin ilmu ekonomi dan syariat yang
seharusnya saling mengisi dan menyempurnakan. Di satu pihak kita
mendapatkan para ekonom, bankir dan
bussinesmen yang aktif
dalam menggerakkan roda pembangunan ekonomi tetapi lupa membawa pelita
agama karena tidak menguasai syariat terlebih lagi fiqh muamlah secara
mendalam. Di pihak lain kita menemukan para Kiai dan Ulama yang
menguasai secara mendalam konsep-konsep fiqh, ushul fiqh, ulumul qur’an
dan disiplin ilmu lainnya tetapi mereka kurang menguasai dan memantau
tentang fenomena ekonomi dan gejolak bisnis yang terjadi
disekelilingnya. Akibatnya ada semacam tendensi
da kulla umariddunya lil qaisar wa fawwidh kulla umuril akhirah lil baba (biarlah kami mengatur urusan akhirat dan mereka untuk urusan dunia; padahal Islam adalah risalah untuk dunia dan akherat.
[1]
Akibat langsung dari hal tersebut di atas, Islam senantiasa menjadi
penonton dalam segenap percaturan ekonomi dan bisnis yang terjadi. Hal
ini wajar saja karena konsep-konsepnya hanya tersimpan dalam kitab-kitab
sertta tidak ada proses pemulihan, ekonomi ini akan berlangsung lamban
dengan tingkat pertumbuhan 2 %.
Pertumbuhan global 2% ini dimungkinkan karena kondisi perekonomian
yang lebih baik di Eropa Timur dan bekas Uni Sovyet yakni minus 3,5 % .
ini juga didukung oleh pertumbuhan 5% di negara-negara berkembang
terutama Asia. Membaiknya pertumbuhan di negara-negara industri sekitar
6-7% juga akan membantu proses perbaikan meskipun tidak diimbangi
penurunan tingkat pengangguran 7,3%.
Pada tahun 1992, perekonomian dunia secara global hanya tumbuh 0,4%
ini merupakan kombinasi dari pertumbuhan 1,5% di negara-negara
Industri, 4,5% di negara-negara berkembang serta minus 18,4% di
negara-negara Eropa Timur dan republik-republik bekas Uni Sovyet yang
kini tengah melakukan transisi ekonomi.
[2]
Dari perkembangan ekonomi dunia yang sangat kecil inilah lalu lahir
pemikiran-pemikiran mengenai konsep Islam dalam dunia bisnis dan
perbankan. Yang akan menjadi bahasan penulis. Sehingga kita sebagai umat
Islam tahu bahwa kita punya suatu sistem yang dinamakan sistem ekonomi
Islam.
II. POKOK MASALAH
Setelah pemaparan dari latar belakang diatas maka pokok-pokok masalah yang akan penulis bahas dalam esai ini adalah
- Bagaimana pandangan Islam terhadap Bisnis dan Ekonomi?
- Bagaimana prinsip operasional dan produk perbankan Islam dalam jaman modern sekarang ini?
- Bagaimana perkembangan Bank Syariat pada masa sekarang?
III. ANALISIS
A. Lembaga Keuangan Islam; Dari Teori Ke Praktek
Kerangka kegiatan muamalat secara garis besar dapat dibagi dalam tiga bagian besar; politik, sosial, ekonomi.
Dari ekonomi dapat diambil tiga turunan lagi yaitu konsumsi,
simpanan, dan investasi. Berbeda dengan sistem lainnya, Islam
mengajarkan pola konsumsi yang moderat, tidak berlebihan tidak juga
keterlaluan. Lebih jauh, dengan lugas Al-Qur’an melarang terjadinya
perbuatan
tabdzir.[3]
Doktrin Al-Qur’an ini secara ekonomi dapat diartikan mendorong
terpupuknya surplus konsumsi dalam bentuk simpanan, untuk dihimpun,
kemudian dipergunakan dalam membiayai investasi, baik untuk perdagangan,
produk dan jasa.
Dalam konteks inilah kehadiran lembaga keuangan mutlak adanya (
dharurah), karena ia bertindak sebagai
intermediate antara unit supply dengan unit demand.
[4]
B. Operasional Sistem Syariat, Dalam Sebuah Lembaga Keuangan.
Tampaklah jelas bahwa keberadaan lembaga keuangan dalamIslam adalah
vital karena kegiatan bisnis dari roda ekonomi tidak akan berjalan
tanpanya.
Untuk mendapatkan persepsi yang jelas tentang konsep Islam alam
Lembaga Keuangan, khususnya Bank, berikut ini adalah uraian tentang
prinsip operasional dan produk perbankan Islam.
Prinsip Operasional
Bank Islam dalam menjalankan usahanya minimal mempunyai 5 prisip
operasioanl yang terdiri dari (1) sistem simpanan, (2) bagi hasi, (3)
margin keuangan, (4) sewa, (5)
fee.
[5]
1. Prinsip Simpanan Murni
Prinsip Simpanan Murni merupakan fasilitas yang diberikanoleh Bank
Islam untuk memberikan kesempatab kepada pihak yang kelebihan dana untuk
menyimpan dananya dalam bentuk
al Wadi’ah. Fasilitas
al Wadiah biasa
diberikan untuk tujuan keamanan dan pemindahbukuan dan bukan untuk
tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan
deposito. Dalam dunia perbankan konvensional
al Wadiah identik dengan giro.
2. Bagi Hasil
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil
usaha antara penyedia dana dengan pengelolaan dana. Pembagian hasil
usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara
bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk berdsarkan prinsip ini
adalah
mudharabah dan
musyarakah. Lebih jauh prinsip
mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar, baik untuk produk pendanaan
(tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, manakala
musyarakah hanya untuk pembiayaan.
3. Prinsip Jula Beli dan Margin Keuntungan
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tat cara jualbeli,
dimana bank akan membeli erlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau
mengangkat nasabah sebgai agen bank melakukan pembelian barang atas nama
bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga
sejumlah harga beli ditambah dengan keuntungan (
margin/ mark-up).
4. Prinsip Sewa
Prisip ini secara garis besar terbagi kepada 2 jenis;
- Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alatalat lainnya (operating lease).
- Bai al Takjiri, sewa beli, di mana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (finance lease).
5. Prinsip Fee (Jasa)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan nonpembiayaan yang diberikan
bank. Bentuk prosuk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank
Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa Transfer dan lain-lain.
Produk Bank Syariat dan BPR Syariat
Pada sistem operasi Bank Syariat, pemilim dana menanamkan uangnya di
bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka
mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian
disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya sebagai modal
usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.
1. Produk Pengerahan Dana
[6]
a. Giro Wadi’ah
dana nasabah yang dititipkan di bank. Setiap saat nasabah berhak
mengambilnya dan mendapatkan bonus dari keuntungan pemanfaatan dana giro
oleh bank. Besarnya bonus tidak ditetapkan dimuka tetapi benar-benar
merupakan kebijaksanaan bank. Sungguhpun demikian nominalnya diupayakan
sedemikian rupa untuk senantiasa kompetitif.
b. Tabungan Mudharabah
dana yang disimpan nasabah akan dikelola bank, untuk memperoleh
keuntungan. Keuntungan akan diberikan kepada nasabah berdasarkan
kesepakatan bersama. Dalam produk ini dapat dilakukan mutasi, sehingga
perlu perhitungan saldo rata-rata.
c. Deposito Investasi Mudharabah
dana yang disimpan nasabah hanya bisa ditarik berdasarkan jangka
waktu yang telah ditentukan, dengan bagi hasil keuntungan berdasarkan
kesepakatan bersama.
d. Tabungan haji Mudharabah
simpanan pihak ketiga yang penarikannya dilakukan pada saat nasabah
akan menunaikan ibadah haji, atau pada kondisi-kondisi tertentu sesuai
dengan perjanjian nasabah. Merupakan simpanan dengan memperoleh imbalan
bagi hasil. (
Mudharabah).
e. Tabungan Kurban
simpanan pihak ketiga yang dihimpun untuk ibadah kurban dengan
penarikan dilakukan pada saat nasabah akan melaksanakan ibadah Kuraban
atau atas kesepakatan antara pihak bank dan nasabah. Juga merupakan
simpanan yang akan memperoleh imbalan bagi hasil (
Mudharabah).
2. Produk Penyaluran Dana
a. Mudharabah
bank dapat menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja,
hingga 100%, sedangkan nasabah menyediakan usaha dan manajemennya. Bagi
hasil keuntungan melalui perjanjian yang sesuai dengan proporsinya.
b. Murabahah
pembiayaan pemeblian barang lokal maupun internasional. Pembiayaan
ini mirip dengan kredit modal kerja dari bank konvensional, karena itu
jangka waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun. Bank medapat
keuntungan dari haraga barang yang dinaikan.
c. Bai Bitsaman ’Ajil
pembiayaan pembelia barang dengan cicilan. Pembiayaan ini dicicil
mirip dengan kredit investasi daribank konvensional, karena itu jangka
waktu pembiayaan bisa lebih dari satu tahun. Bank mendapat keuntungan
dan harga barang yang dinaikkan.
d. Al Qardhul Hasan
pinjaman lunak bagi pengusaha yang benar-benar kekurangan modal.
Nasabah tidak perlu membagi keuntungan kepada bank, tetapi hanya
membayar biaya administrasi saja.
C. Pengembangan Bank Syariat di Tanah Air
Salah satu batasan Bank Indonesia bagi bank-bank yang baru berdiri
adalah tidak dapat membuka cabang selama dua tahun pertama. Jika setelah
dua tahun, bank dalam keadaan sehat barulah dapat diizinkan membuka
cabang.
[7]
Batasan ini pula berlaku bagi bank syariat, padahal konsep bank
syariat ini harus secepatnya dimasyarakatkan, disamping masyarakat
sendiri menantinya. Salah satu cara mengatasinya adalah denganmendirikan
BPR-BPR Syariat.
Inilah satu peran penting Bank Syariat menjadikan masyarakat Indonesia lebih
bank minded atau tepatnya lebih
Islamic Bank Minded. Pada
tahap praoperasi, Bank Muamalat dalam memberikan bantuan teknis berupa
legalitas usaha, sistem operasi, pelatihan, organisasi, dan saran. Pada
tahap operasi, Bank Syariat dapat memberikan bantuan teknis berupa
adanya Bank Syariat Desk yang berfungsi sebagai Liason Officer,
pendamping manajemen BPR Syariat, dan pelaksana harian impelmentasi
sistem operasi BPR Syariat, pengelolaan dan pengawas
portofolio Bank Syariat,
advisory on business planning and control untuk
Bank Syariat, melakukan penelitian dan pengembangan usaha pada
daerahyang bersangkutan untuk kepentingan BPR Syariat dan Bank Syariat.
[8]
Perjanjian kerja sama pembiayaan juga dapat dilakukan antara lain
[9]
a.
handling dan
disbursing agent yang berfungsi antara lain :
1) agen penyalur dana
2) administrasi pembiayaan
3)
monitoring hubungan pembiayaan dengan nasabah
b.
cofinancing / sindikasi
c.
Bai al dayn ( reciprocal)
d.
mudharabah placement (reciprocal)
Perjanjian kerja sama korespondensi bank dapat dilakukan antara lain
[10]
- paying bank
- collecting bank
- agen penjualan saham
- pusat informasi trade finance
Dengan jaringan kerja ini terciptalah sinergi usaha (
business sinergism), baik produk pendanaan (tabungan bersama bank syariat), maupun pembiayaannya.
III. KESIMPULAN
1. Berbicara mengenai bisnis dan ekonomi dalam Islam, Islam
memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan amanah dari Allah swt.
Kepada manusia sebagai khalifah di bumi ini, untuk dipergunakan
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan umat manusia. Untuk mencapai tujuan
yang suci ini Allah tidak meninggalkan manusia sendirian tetapi
diberikan petunjuknya melalui para Rasul-Nya. Dalam petunjuk ini Allah
berikan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik akidah ahlak
maupun syariat. Dua komponen yang pertama akidah dan ahlak sifatnya
konstan dan tak mengalami perubahan dengan berbedanya waktu dan tempat.
Adapun komponen yang terakhir syariat senantiasa diubah sesuai kebutuhan
dan taraf peradaban umat, dimana seorabg Rasul diutus. Melihat
kenyataan ini syariat Islam sebagai suatu syariat yang dibaw oleh Rasul
terakhir punya keunikan tersendiri, ia bukan saja komprehensif tetapi
juga universal. Komprehensif berarti ia merangkum seluruh aspek
kehidupan baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Universal
bermakna ia dpat diterpkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari
akhir nanti Sifat-sifat istimewa ini mutlak diperlukan sebab tidak ada
syariat lain yang datang untuk menyempurnakannya.
2. Bank Islam dalam menjalankan usahanya minimal mempunyai 5
prisip operasioanl yang terdiri dari (1) sistem simpanan, (2) bagi hasi,
(3) margin keuangan, (4) sewa, (5)
fee. produk perbankan Islam dalam jaman modern sekarang ini terbagi menjadi dua yakni
1. Produk Pengerahan Dana : a. Giro Wadi’ah; b. Tabungan
Mudharabah; c. Deposito Investasi Mudharabah; d. Tabungan haji
Mudharabah; e. Tabungan Kurban
2. Produk Penyaluran Dana : a. Mudharabah; b. Murabahah; c. Bai Bitsaman ’Ajil; d. Al Qardhul Hasan
3. Perkembangan Bank Syariat pada masa sekarang belum berkembang
pesat karena masih terdapat beberapa kendala yakni orang Islam yang
masih lebih suka menabung di bank konvensional daripada bank Islam,
masalah sulitnya perijinan pendirian Bank Syariat oleh Bank Indonesia,
dll.
DAFTAR PUSTAKA
1) Ali Fikri, 1997.
Hakekat Islam : Suatu Perbandingan
Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
2) Ali Fikri. 1997.
Karakteristik-Karakteristik Umum Ajaran Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
3) Muhammad Anis Matta. 1997.
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
4) Ali Fikri. 1997.
Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
5) Ahmad Muflih Saefuddin. 1997.
Deskripsi Ekonomi Ribawi dan Islami Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
6) Muhammad Syafi’i Antonio. 1997.
Potensi dan Pesanan
Sistem Ekonomi Islam Dalam Upaya Pembangunan Umat Nasional dan Global
Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
7) Ahmad Muflih Saefuddin. 1997.
Sosialisasi dan Inestitusionalisasi Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
8) Muhammad Syafi’i Antonio. 1997.
Bisnis dan Perbankan Dalam Perspektif Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
9) Muhammad Syafi’i Antonio. 1997
. Perbankan Syariat Dalam Perspektif Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
10) Ali Fikri. 1997.
Tinjauan Tentang Konsep Baitul mal Dalam Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
[1] Ali Fikri.
Hakekat Islam : Suatu Perbandingan Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi.( Jakarta
: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. 1997). Hlm.42
[2] Ahmad Muflih Saefuddin. 1997.
Deskripsi Ekonomi Ribawi dan Islami Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
[3] Muhammad Anis Matta..
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. 1997). Hlm. 105.
[4] Ahmad Muflih Saefuddin. 1997.
Sosialisasi dan Inestitusionalisasi Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
[5] Muhammad Syafi’i Antonio. 1997.
Bisnis dan Perbankan Dalam Perspektif Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
[6] Muhammad Syafi’i Antonio. 1997
. Perbankan Syariat Dalam Perspektif Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
[7] Ali Fikri. 1997.
Karakteristik-Karakteristik Umum Ajaran Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
[8]
Ali Fikri. 1997. Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam Dalam Mustafa
Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi UI.
[9]
Muhammad Syafi’i Antonio. 1997. Potensi dan Pesanan Sistem Ekonomi
Islam Dalam Upaya Pembangunan Umat Nasional dan Global Dalam Mustafa
Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi UI.
[10] Ali Fikri. 1997.
Tinjauan Tentang Konsep Baitul mal Dalam Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.